Salin Artikel

Kronologi Terungkapnya Korupsi Dana Hibah Rp 5,2 Miliar di Kabupaten Tasikmalaya

Kasus ini berawal dari temuan surat keputusan (SK) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) palsu dari puluhan lembaga penerima hibah.

Dugaan manipulasi SK itu diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Barat.

Adapun SK Kemenkumham itu sebagai salah satu syarat lembaga untuk bisa lolos verifikasi dan menjadi penerima dana hibah.

Sesuai aturan, SK tersebut diperiksa oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) yang disahkan melalui SK Bupati Tasikmalaya pada 2018.

Awalnya ditemukan sebanyak 51 yayasan atau lembaga yang tidak terdaftar di Kemenkumham

Tetapi, kenyataannya, lembaga itu memiliki SK palsu dan tidak sesuai dengan permohonan proposal.

Kemudian, sebanyak 26 yayasan penerima hibah terdaftar di Kemenhumkam.

Namun, nomor dan tanggal SK tidak sesuai dengan yang terdaftar saat diserahkan ke instansi yang memberikan rekomendasi untuk ditetapkan menjadi penerima.

"Kita lakukan penyelidikan, ternyata hasilnya benar, dipalsukan oleh para pelaku," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Muhammad Syarif, kepada Kompas.com, Senin (9/8/2021).

Syarif mengatakan, penyelidikan secara intensif mulai dilakukan pada akhir 2020, dan ditemukan dugaan penyelewengan anggaran lebih banyak dari jumlah hasil audit BPK, yakni sebesar Rp 5,2 miliar.

Awalnya, BPK menduga penyelewengan sebesar Rp 2,9 miliar.

Pihak Kejaksaan telah memeriksa dan memastikan bahwa SK Kemenkumham itu dipalsukan, mulai dari tanda tangan, serta cap sebuah lembaga negara.

"Semua, semua sudah diperiksa termasuk berkaitan dengan pemalsuan SK Kemenkumham. Cap dan stempel lembaga negara dipalsukan oleh para pelaku," kata Syarif.

Penyidik menemukan pemotongan anggaran mulai 60 sampai 95 persen dari jumlah yang seharusnya diterima oleh penerima hibah.

Bahkan, korupsi ini pun dilakukan secara terorganisir, melibatkan beberapa orang yang berkepentingan, seperti orang dari partai politik yang mengarahkan proses menerima hibah.

Proses itu mulai dari memasukan proposal, verifikasi, penetapan penerima hibah, proses pencairan, sampai mengumpulkan dana hasil potongan hibah tersebut.

"Jadi ada orang-orang semacam pengepul dalam kasus korupsi yang kita ungkap ini," kata Syarif.


Kejaksaan Negeri Singaparna sampai sekarang masih mengembangkan kasus ini ke tahapan selanjutnya untuk mengungkap pelaku utama.

"Kita masih kembangkan terus kasus korupsi ini," kata dia.

Sebelumnya, Tindak Pidana Korupsi dana hibah terungkap kembali di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pada anggaran Tahun 2018 yang merugikan Negara mencapai Rp 5,28 Miliar.

Dalam kasus ini, Kejaksaan telah menetapkan sejumlah orang sebagai tersangka, yakni UM (47), WAR (46), EY (52), HAJ (49), AAM (49), FG (35), AI (31), BR (41) dan PP (32).

Para tersangka ini mulai dari pengurus partai politik, wiraswasta, pimpinan pondok pesantren, guru honorer, dan karyawan honorer.

"Awalnya ditemukan banyak lembaga penerima sampai akhir tahun tak menyerahkan bukti laporan pertanggungjawaban. Dari sana, BPK menemukan potongan dana hibah yang tidak sesuai hasil audit," kata Syarif.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/09/113913078/kronologi-terungkapnya-korupsi-dana-hibah-rp-52-miliar-di-kabupaten

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke