Salin Artikel

Kisah Jatuh Bangun Perajin Tahu Kuning Kediri Bertahan Saat Pandemi

Namun, mereka tetap berupaya melanjutkan usahanya meski dengan keterbatasan yang ada.

Itu sebagaimana yang dialami oleh para perajin tahu kuning yang ada di kawasan wisata edukasi Kampung Tahu, Kelurahan Tinalan, di Kecamatan Pesantren.

Pada kawasan tersebut, terdapat sekitar 30 perajin tahu maupun produk turunan dari tahu semisal stik tahu.

Biasanya, mereka menjajakan hasil produksinya melalui lapak-lapak di emperan rumah masing-masing perajin.

Rumah-rumah itu berjajar pada gang-gang yang ada di wilayah kelurahan.

Saat ini, kondisinya cukup sepi. Nampak beberapa toko saja yang masih menjajakan dagangannya.

Maklum saja, karena pasar mereka kebanyakan dari para wisatawan yang datang langsung ke lokasi maupun permintaan dari toko oleh-oleh yang ada di Kota Kediri dan sekitarnya.

Sedangkan selama pandemi ini tidak ada wisatawan yang datang. Pun permintaan dari toko oleh-oleh.

Sehingga, mereka mengalami penurunan produksi yang cukup tajam. Bahkan, beberapa perajin sempat berhenti selama beberapa minggu.

Nur, salah satu perajin tahu di Kampung Tahu Tinalan mengatakan, saat ini produksinya turun signifikan. Jika pada hari biasa sebelum pandemi, sehari bisa menjual hingga 600 buah tahu.

"Sekarang sehari bisa menjual 100 buah saja sudah bagus. Sebab, kadang sehari enggak ada penjualan sama sekali," ujar Nur, saat ditemui, Rabu (4/8/2021).

Harga tahu takwa itu bervariasi. Mulai harga Rp 20.000 sampai Rp 22.000 per kemasan besek yang berisi 10 buah tahu.

Besek adalah kotak kemasan yang terbuat dari jalinan bambu.

Nur tidak mau menyerah begitu saja. Dia tetap mengoperasikan usaha keluarga yang telah dirintis sejak tahun 1978 silam.

Meskipun dalam upayanya bertahan itu dia harus berutang, demi melayani pelanggan yang sesekali masih datang.

"Mau gimana lagi, pokoknya harus bisa bertahan," ujar dia.

Supingi, Pengawas Paguyuban Pengrajin Tahu Kampung Tahu Tinalan, mengatakan, saat pandemi penurunan produksi bisa mencapai 80 persen.

Bahkan, menurutnya tidak sedikit perajin yang tutup usaha. Terutama saat pemberlakuan PPKM darurat, ada yang sampai 3 minggu tidak menjalankan produksi.

"Kemarin itu pas PPKM, seminggu kadang cuman laku 1 piece stik tahu yang harganya Rp 11.000," kata Supingi, yang juga mempunyai toko olahan tahu dengan nama Wijaya Kembar ini.

Sehingga sirkulasi uang di kampung itu, yang sebelumnya mencapai ratusan juta rupiah perbulan, kata Supingi, kini hanya kisaran belasan juta saja.

Supingi yang juga menjabat sebagai Ketua Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe Kota Kediri ini menambahkan, kondisi itu diperparah juga dengan kenaikan harga kedelai sebagai bahan baku utama.

Harga kedelai dari sebelum Pandemi Rp 7.200 sampai Rp 7.300, naik menjadi Rp 12.000. Meski kini menurutnya sudah turun di kisaran Rp 10.300 kedelai impor.

"Kalau kedelai lokal malah susah nyarinya," kata dia.

Para pengrajin tetap berusaha untuk bertahan. Caranya juga beraneka ragam.

Mulai dari hidup dengan menggunakan uang tabungan maupun ada yang terpaksa menjual aset.

"Ya terpaksa manset (makan aset) atau mantab (makan tabungan)," ujar dia sambil tersenyum.

Para perajin menurutnya masih sedikit tertolong dari penjualan tahu sayur. Yakni tahu putih untuk kebutuhan pasar rumah tangga. Meski itu juga tidak besar permintaannya.

Ada juga, kata Supingi, perajin yang merubah model penjualan, yakni secara online.

Cara ini menurutnya kebanyakan dilakukan oleh para perajin dari kalangan muda.

"Saya juga pakai Tokopedia, status WhatsApp, hingga Google bisnis. Tapi, kan, ya belum bisa maksimal kayak yang muda-muda itu," ujar pria usia 47 tahun ini.

Dia bersyukur dengan segala upayanya itu kondisinya kini mulai ada jalan. Penjualan sudah mulai berjalan meski masih jauh dari kondisi awal.

"Sekarang sudah mulai ada yang beli," ungkap dia.

Andria, salah seorang pembeli, mengaku cukup terbantu dengan adanya kampung tahu.

Sebab, keberadaannya memudahkannya saat tiba-tiba ada kebutuhan perihal sajian untuk hajatan maupun untuk keperluan oleh-oleh.

"Saya biasa beli di sini," ujar wanita yang belanja stik tahu hingga 2 plastik besar itu.

Segala upaya bertahan itu dilakukan karena memang keahlian yang dipunyai adalah pembuatan tahu. Selain itu juga menjaga usaha yang telah dirintis oleh para pendahulunya.

Para perajin tahu di Kelurahan Tinalan tersebut, Supingi menambahkan, mayoritas masih terhubung sebagai sanak keluarga.

Usaha tahu di lingkungan Tinalan itu menurutnya telah dimulai sejak tahun 1958 silam. Mulanya dilakukan oleh Markam, leluhur mereka.

"Lalu pada tahun 2019 kemarin dikembangkan menjadi wisata edukasi," ungkap dia.

Sebagai wahana edukasi, Kampung tersebut cukup berkembang.

Para pengunjung yang datang tidak hanya bisa berbelanja tahu maupun produk lainnya, tetapi juga bisa melihat proses pengolahan pada produksi tahu tersebut.

Saat itu, banyak rombongan wisatawan yang transit di Kediri memanfaatkan wisata edukasi itu.

Bahkan, banyak juga rombongan dari pelajar sekolah-sekolah yang datang untuk belajar pengolahan tahu.

Kemauan dan segala daya upaya para perajin tahu agar tetap bisa bertahan itu memang layak diapresiasi.

Sebab, keberadaan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) tersebut adalah termasuk penyokong utama ekonomi daerah.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur mencatat, peranan UMKM terhadap ekonomi Jawa Timur cukup tinggi.

Kontribusinya terhadap produk domestik regional bruto Jatim pada tahun 2020 mencapai 57,25 persen, di mana sumbangsih terbesarnya dari sektor industri pengolahan.

"Kontribusi terbesar nilai tambah KUKM dari sektor industri pengolahan yang mencapai 28 persen," ujar Tiat Surtiarti Suwardi, Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur dalam pembekalan jurnalis peserta program kemitraan Otoritas Jasa Keuangan Kediri secara daring, 25 Mei 2021.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/05/200202078/kisah-jatuh-bangun-perajin-tahu-kuning-kediri-bertahan-saat-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke