Salin Artikel

Bertahan di Tengah Pandemi, Barter Sepatu Bekas dengan Susu Anak hingga Jual Mobil untuk Makan

Seperti Ari Parasetyo, warga Kampung Mutihan, Kelurahan Sondakan, Laweyan, Solo. Pria 38 tahun itu terpaksa barter sepatu bekas dengan sekotak susu untuk anaknya.

Ia menulis permintaan barter sepatu bekas dengan susu di media sosial karena tak ada pilihan lain saat anaknya yang berusia 2,3 tahun membutuhkan susu formula.

Ani, istri Ari bercerita jika suaminya bekerja di sebuah perusahaan outsourcing dan memiliki penghasilan pas-pasan.

Mereka terhimpit ekonomi dan tak tahu lagi harus kemana mencari uang. Sebab selama ini mereka sudah banyak melakukan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan anaknya.

Kebutuhan susu mereka kemudian dibantu oleh Kapolresta Solo. Sejumlah anggota Polresta Solo mendatangi rumah pasutri tersebut untuk memberikan bantuan.

"Iya, posting sepatu dibarter susu. Tahu-tahu direspon sama Pak Kapolsek, Kapolresta. Sebenarnya untuk bulan ini saja. Kemarin-kemarin pinjam. Kalau pinjam terus juga susah. Jadi apa adanya saja dijual," kata Anik.

Pengusaha sound system tersebut terpaksa menjual satu-satunya alat yang menjadi mata pencahariannya.

Ia menjual alat sound system miliknya karena tak ada lagi yang meyewa dampak dari aturan pembatasan kegiatan.

Dikuti dari Tribun Solo, Riyanto menjual alat pengeras suara miliknya di pinggir jalan antara Solo-Semarang pada Jumat (30/7/2021).

Paket sound system miliknya diletakan pada sebuah mobil pickup, yang diparkir di pinggir jalan.

Untuk menarik perhatian, dia juga memasang papan tulis yang berisikan kalimat yang menyayat.

"2 TH Ora Tanggapan, Jual 1 Sound untuk Angsuran BRI karo go Tuku Beras". (Dua tahun tidak ada penyewa, dijual 1 sound untuk angsuran BRI dan beli beras).

Dia mengaku terpaksa menjual sumber penghasilannya selama ini untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Sama untuk membayar angsuran BRI yang mencapai Rp 3,5 juta perbulan," katanya.

Ia mengatakan sebelum pandemi, setidaknya ia mendapatkan penghasilan kotor antara Rp 20-26 juta per bulan.

"Pengusaha sound system benar-benar mati saat ini," pungkasnya.

Mereka menjual barang mereka untuk bertahan hidup saat pandemi.

"Kalau speaker Rp 50 ribu. Jual rice cooker Rp 5.000 ke tukang rongsok." ungkapnya.

Dari hasil menjual tersebut, kemudian uangnya digunakan untuk membeli kebutuhan rumah dan jajan anak-anak.

"Uangnya buat beli beras dan jajan anak-anak. Saya netes air mata kalau anak minta jajan juga makanya," ungkapnya.

Novi bercerita suaminnya sempat bekerja selama sebulan di Bali. Namun sang suami kembali setelah 8 bulan tak ada penghasilan di Bali.

Mereka merintis usaha penjualan stroberi dengan oemasaran konsumen di wilayah Jabodetabek.

"Tapi terdampak lagi kebijakan PPKM Darurat, sejak itu tidak bisa kirim barang ke konsumen seperti ke Jakarta karena usaha di sana juga banyak yang tutup," ungkapnya.

Kesulitan keluarga semakin bertambah saat sang ayah terkena stroke sejak dua bulan lalu. Bahkan mereka berencana akan menjual rumah yang mereka tinggali dan akan pindah ke Cimahi.

"Mau pindah lagi. Karena kalau di sana (Cimahi) bisa jualan atau apa pun, yang penting bisa melanjutkan hidup," ungkapnya.

Ia mengaku menjual empat mobilnya untuk memenuhi kebutuhan hidup setelah setahun lebih tak ada tanggapan.

“Saya rela dan terpaksa menjual mobil untuk beli sembako dan kebutuhan rumah tangga, intinya apa yang kita punya kita jual untuk bertahan hidup,” ujarnya dikutip dari Tribun Solo.

“Macam-macan mobil saya jual sampai 4, mulai dari mobil CRV, Honda New City, Feroza dan Picanto,” ungkapnya.

Selain itu, dirinya bahkan rela menggadaikan truk pribadinya untuk kebutuhan lain di pengusaha telur di Boyolali.

Ia mengaku sebelum pandemi, sebagai dalang ia melakukan pementasan antara 15 hingga 28 kali dalam sebulan.

"Sejak pandemi sampai sekarang tidak bisa pentas. Padahal untuk beralih profesi, kita tidak mudah,” terang dia

Namun sejak pandemi, ia tak lagi pernah manggung.

Untuk kebutuhan sehari-hari ia mengandalkan suaminya yang menarik becak di wilayah Perum Peruri. Itu pun pengahasilannya tak tentu sejak imbauan di rumah saja.

"Gak tentu. Kadang gak sama sekali," ujar warga Kampung Sukakarya, Desa Telukjambe, Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang itu.

Entin pun berupaya membantu suaminya dengan bekerja sampingan. Misalnya nyuci dan mengasuh anak.

Sedang dua anaknya baru saja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Ya gitu kerja sampingan ikut orang nyuci, momong," ucap dia.

Sementara itu Tomi Rimansyah, Ketua Paguyuban Seni Topeng Banjet Karawang mengatakan ada sekitar 73 grup topeng banjet di Karawang.

Setiap grup itu terdiri dari 25 sampai 30 orang personel. Untuk bertahan hidup, banyak yang menjual alat-alat manggung seperti kendang dan rebab.

"Sampai ada yang jual alat," ujar dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Labib Zamani, Farida Farhan| Editor : I Kadek Wira Aditya, Aprillia Ika), Tribun Solo

https://regional.kompas.com/read/2021/08/02/061600978/bertahan-di-tengah-pandemi-barter-sepatu-bekas-dengan-susu-anak-hingga-jual

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke