Salin Artikel

Demi Pala, Pulau Run di Tengah Laut Banda Ditukar dengan Manhattan di Amerika

Dikutip dari nationalgeographic.grid.id, pada 31 Juli 1667 di Kota Breda, Belanda, kedua belah pihak menandatangani Perjanjian Breda yang salah satu isinya adalah mengenai kesepakatan tukar guling tersebut.

Pasal 3 Perjanjian Breda memutuskan Pulau Run di Maluku yang sebelumnya dikuasai Inggris menjadi milik Belanda.

Sedangkan Pulau Manhattan di Amerika yang merupakan koloni Belanda resmi menjadi hak Inggris.

Pulau Manhattan itu dulunya disebut sebagai Niew Amsterdam.

Sejarah salah satu kesepakatan tukar guling termahal di dunia itu bermula dari sebuah komoditas buah dari tanaman bernama pala atau bahasa Latinnnya adalah Myristica fragrans.

Jauh sebelum kalender Masehi dirujuk, pala telah menjadi komoditas lukratif yang menggerakkan perniagaan lintas benua. Pamornya mungkin lebih dari minyak bumi atau karet pada zaman industri.

Dari Banda, pala diangkut oleh para pelaut Melayu, Tiongkok, dan India menggunakan kapal-kapal layar yang mengikuti pola angin. Mereka menuju kota-kota bandar utama seperti Malaka dan Calicut.

Setelahnya, para saudagar Arab membawanya dengan kapal ke Teluk Persia dan Laut Merah, mengusungnya dalam karavan-karavan menuju Jazirah dan Alexandria, menyeberangi perairan Mediterania, hingga akhirnya sampai di meja-meja para bangsawan Eropa.

Di Eropa harga pala bisa melonjak 60.000 kali lipat dari harga tempat ia dipanen.

Sebuah catatan Jerman dari abad ke-14 menyebutkan, harga 0,5 kilogram pala setara dengan "seven fat oxen" atau tujuh lembu jantan gemuk!

Pala dicari karena mitosnya sebagai obat sekaligus bahan ramuan vitalitas. Tanpa buah pala, kaum bangsawan dan borjuis Eropa hanya seperti menyantap bangkai dan makanan basi.

Ketika Kekaisaran Bizantium runtuh, pala raib dari peredaran di Eropa karena para pedagang sulit untuk melewati Alexandria. Kesultanan Usmani menutup gerbang selatan Eropa tersebut.

Para pelaut Eropa dan kongsi-kongsi dagang mereka akhirnya mulai mencari tanah asal pala dan menemukannya di pulau-pulau Kepulauan Banda.

VOC berhasil menguasai Banda dengan melakukan genosida terhadap penduduk asli Banda.

Jumlah penduduk asli Banda yang tadinya ada 15.000 jiwa menjadi tersisa 600 orang saja. Bahkan, banyak penduduk asli yang tersisa memilih untuk hengkang dari Banda.

Untuk menggarap perkebunan pala di Banda, VOC mengimpor buruh kebun dari daerah-daerah lain di Nusantara.

Bersamaan dengan kekuasan VOC di pulau-pulau besar Banda, Inggris datang untuk mendirikan koloni di pulau-pulau terpencilnya, yaitu Pulau Run dan Ay, pada tahun 1616.

Mengetahui hal tersebut, VOC merasa terancam dan menganggap Inggris berupaya untuk memonopoli perdagangan pala serta mengusir VOC.

Belanda dan Inggris kemudian terlibat dalam pertempuran selama 50 tahun karena Belanda ingin sepenuhnya menguasai Kepulauan Banda, tapi masih ada Inggris di Pulau Run.

Sejak tahun 1621, Belanda telah mencengkeram 10 dari 11 pulau di Banda, kecuali Pulau Run.

Meski luas Niew Amsterdam 18 kali lipat dari Run, kesepakatan itu sangat menguntungkan Belanda. Penguasaan atas Run membuat Belanda akhirnya dapat menguasai seluruh Kepulauan Banda, satu-satunya kawasan penghasil pala di dunia kala itu.

Namun perbandingan Run dan Niew Amsterdam itu hanya berlaku di masa lalu.

Kala itu, hamparan tanah rawa di Niew Amsterdam memang tak menjanjikan apa-apa, tapi kini tempat itu berkembang menjadi Manhattan. Daerah yang dulunya hanya merupakan pos dagang bulu binatang itu kini menjelma menjadi salah satu kota paling maju di dunia.

Pulau itu adalah pusat ekonomi global yang berada di jantung New York City, megapolitan paling masyhur di Amerika Serikat.

Saat Manhattan menjadi kota penting dunia yang ditaburi pencakar langit, butik, kampus, serta restoran dan bar, Run hanya berisi segelintir sepeda motor dan dua sekolah setingkat SMP.

Saat Manhattan menjadi tanah harapan bagi jutaan imigran, Run tak lebih dari noktah kecil di dunia tanpa jaringan internet dan sebagian masyarakatnya bercita-cita melihat Jakarta.

Run begitu tenggelam pamornya sampai-sampai The Times Atlas of the World lupa menerangkan keberadaannya. Padahal dahulu, pulau ini digambar ketika peta bumi belum utuh.

Sejak kemunduran perdagangan pala berikut anjloknya harga pada abad ke-18, pulau itu seperti dilupakan. Nasibnya kini masih terpencil seperti lokasinya.

Secara administratif, seperti dilansir Kompas.id, Run berstatus desa di Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah.

Jaraknya lebih kurang 114 mil laut (211 kilometer) dari Ambon, ibu kota Provinsi Maluku.

Dari Ambon, perjalanan ke Run harus melalui Pulau Naira, ibu kota Kecamatan Banda, yang berjarak sekitar 17 mil laut (31 kilometer) dari Run.

Kondisi Run sangat kontras dengan Manhattan. Jika di Manhattan hiruk-pikuk lalu lintas tak pernah putus, di Run malah tak ada satu mobil pun. Jaringan jalan di pulau itu hanya berupa lapisan semen selebar 2 meter.

Kepala Desa Run Bahasa Lakapota mengatakan, cuma ada delapan sepeda motor di pulau itu. Ia pun sampai hafal satu per satu nama pemiliknya.

Salah satu pemilik rumah di dekat dermaga kecil di bibir pantai Pulau Run menjadikan rumahnya sebagai guest house atau tempat penginapan bagi para pelancong.

Di depan rumah itu ada papan nama bertuliskan ”Manhattan 2 Guesthouse”. Inilah pulau di tengah Laut Banda yang dulunya setara dengan Manhattan itu.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/24/131300978/demi-pala-pulau-run-di-tengah-laut-banda-ditukar-dengan-manhattan-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke