Salin Artikel

Urbanisasi di Perdesaan, Fenomena Desa-desa Menjadi Desa Perkotaan

URBANISASI merupakan perubahan suatu wilayah menjadi perkotaan yang diukur melalui proporsi jumlah penduduk perkotaan terhadap total penduduknya. Proporsi ini menunjukkan tingkat urbanisasi yang terjadi di suatu wilayah.

Saat ini diperkirakan sebesar 56,7 persen penduduk Indonesia tinggal di kawasan perkotaan. Proses urbanisasi sendiri melibatkan dimensi fisik, demografi, sosial, ekonomi, dan politik.

Urbanisasi seringkali didefinisikan dengan perpindahan penduduk dari desa ke kota sehingga fokus urbanisasi selalu pada kota-kota besar dan cenderung negatif.

Sejatinya perpindahan penduduk dari desa ke kota hanya salah satu yang mempengaruhi proporsi penduduk perkotaan, terdapat dua faktor lainnya yaitu peningkatan jumlah penduduk alami di perkotaan, dan klasifikasi ulang suatu wilayah.

Meskipun migrasi penduduk dari desa ke kota memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan penduduk perkotaan, namun dua faktor yang lain tidak bisa diabaikan.

Sebagai gambaran besar, berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik (Perka BPS) Nomor 120 tahun 2020 dalam kurun waktu sepuluh tahun (2010-2020) untuk seluruh Indonesia terdapat peningkatan jumlah desa perkotaan sebesar 13.854, yang awalnya 15.786 desa perkotaan pada tahun 2010 menjadi 29.640 pada tahun 2020.

Sementara perdesaan mengalami pengurangan jumlah sebesar 7.043 desa perdesaan dari 61.340 pada tahun 2010 menjadi 54.297 pada tahun 2020. Dengan demikian terdapat 7.043 perdesaan yang beralih menjadi desa perkotaan serta terdapat desa perkotaan baru lain yang sebagian terbentuk umumnya karena adanya pemekaran wilayah.

Secara komposisi pada tahun 2010 desa perkotaan seluas 20,47 persen dari luas wilayah Indonesia dan menjadi 35,31 persen pada tahun 2020.

Berdasarkan Perka BPS tersebut disebutkan bahwa kriteria yang dipakai untuk menentukan sifat perkotaan suatu wilayah adalah (1) kepadatan penduduk per km2; (2) persentase permukiman terhadap sektor pertanian; (3) keberadaan/akses terhadap “fasilitas perkotaan”.

Desa Perkotaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan yang memenuhi kriteria klasifikasi desa perkotaan. Sementara Perdesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan yang memenuhi kriteria klasifikasi desa perdesaan.

Badan Pusat Statistik menggunakan teknik scoring dalam menentukan klasifikasi urban (perkotaan) dan rural (perdesaan).

Penambahan desa perkotaan

Dalam kuruan waktu 10 tahun (2010-2020) provinsi di Indonesia yang paling banyak mengalami penambahan desa perkotaan paling banyak adalah Jawa Tengah (2.611), disusul oleh Jawa Timur (2.425) dan Jawa Barat (1.635).

Penambahan yang terjadi juga diikuti oleh pengurangan jumlah perdesaan yang relatif sama jumlahnya. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di Tanah Jawa sudah berubah menjadi wilayah perkotaan.

Jika dilihat secara persentase regional, 65,15 persen wilayah di Pulau Jawa merupakan desa perkotaan. Sejalan dengan analogi dari Guru Besar ITB, Prof Tommy Firman dalam salah satu tulisannya di Kompas bahwa Pulau Jawa sebagai “Pulau Kota” (harian Kompas, 17 Januari 2015).

Penambahan jumlah desa perkotaan yang relatif tinggi juga terjadi pada beberapa provinsi di luar Jawa, terutama Pulau Sumatera. Proporsi luas desa perkotaan di Pulau Sumatera meningkat dari 14,58 persen pada tahun 2010 menjadi 27,83 persen di tahun 2020.

Peningkatan luas juga terjadi di Pulau Kalimantan dan Sulawesi, salah satu yang tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam kurun waktu sepuluh tahun desa perkotaan di Kalimantan Selatan bertambah 249 serta perdesaannya berkurang 222 desa.

Di Kalimantan Selatan sendiri pertambahan jumlah desa perkotaan sebagian besar terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Tanah Bambu yang lokasinya relatif di pedalaman.

Peningkatan jumlah desa perkotaan yang cukup besar pada beberapa wilayah, menunjukkan bahwa urbanisasi yang terjadi semakin meluas, tidak hanya di kota-kota besar meskipun dengan kecepatan yang belum sama.

Klasifikasi ulang perdesaan menjadi desa perkotaan seringkali luput sebagai faktor yang berkontribusi terhadap jumlah penduduk perkotaan. Klasifikasi ulang merujuk pada wilayah yang sebelumnya bukan kawasan perkotaan menjadi kawasan perkotaan baru berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Dalam konteks Indonesia, terdapat dua definisi tentang kota, yaitu pertama kota administratif dimana suatu wilayah (kota) memiliki status perkotaan resmi (kota otonom) dan kedua, kota secara fungsional, dimana sebuah desa dapat didefinisikan sebagai kota sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.

Proses klasifikasi ini menunjukkan bahwa urbanisasi tidak hanya terjadi pada kota besar atau kawasan perkotaan yang saat ini sudah ada tetapi juga pada suatu kawasan perdesaan yang mengalami pertumbuhan wilayah sesuai kriteria.

Suatu perdesaan bisa berubah menjadi kawasan perkotaan tanpa perlu penduduknya pindah ke kota lain. Perdesaan itu sendiri yang berubah menjadi perkotaan.

Urbanisasi bukan sesuatu yang buruk jika mampu dikelola dengan baik, karena sejatinya urbanisasi menunjukkan tingkat perkembangan suatu wilayah. Negara-negara maju, seperti di Eropa dan Amerika Utara, seperti yang disebutkan oleh UN (2018), memiliki tingkat urbanisasi sebagian besar di atas 80 persen, bahkan beberapa hampir 100 persen (Belgia, 98 persen, Malta, 95 persen serta Belanda 92 persen).

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa, pertumbuhan ekonomi memiliki korelasi positif dengan urbanisasi dimana urbanisasi seringkali diasosiasikan dengan level pembangunan ekonomi suatu negara.

Wilayah dengan level pembangunan ekonomi tinggi cenderung juga memiliki tingkat urbanisasi yang tinggi. Semakin merata urbanisasi juga menunjukkan semakin merata pembangunan ekonomi yang terjadi.

Migrasi terpaksa

Fenomena yang terjadi belakangan ini akibat Pandemi COVID-19, di mana perekonomian di kota terganggu sehingga banyak orang meninggalkan kota atau terjadi perindahan penduduk dari kota ke desa.

Arus perpindahan yang terjadi ini bisa disebut sebagai migrasi terpaksa (force migration) di mana orang terpaksa untuk pindah ke desa karena kontraksi ekonomi di kota.

Kondisi ini bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk semakin memberikan keberpihakan pembangunan di daerah perdesaan sehingga ketika ekonomi kota besar mulai pulih, penduduk tidak lagi berduyun-duyun pergi ke kota besar. Proses pengkotaan bisa semakin menyebar ke wilayah perdesaan.

Di sisi lain semakin banyaknya desa yang bertansformasi menjadi kota juga harus mendapat perhatian dan pengendalian agar tidak merusak tatanan lingkungan di perdesaan. Ketersediaan “fasilitas perkotaan” seperti fasilitas pendidikan, kesehatan dan kegiatan ekonomi yang merata sangat dibutuhkan oleh seluruh wilayah.

Namun, dampak negatif yang sudah terjadi pada kota-kota besar yang sebelumnya sudah berkembang harus lebih diantisipasi, seperti antisipasi terhadap perubahan guna lahan, permukiman kumuh, krisis air bersih dan beberapa hal negatif lainnya.

Dampaknya, potensi perkembangan wilayah yang terjadi di perdesaan memberikan dampak yang lebih baik terhadap kesejahteraan penduduk secara luas.  (*Luh Kitty Katherina, Peneliti Penduduk dan Lingkungan di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI)

https://regional.kompas.com/read/2021/06/15/171018278/urbanisasi-di-perdesaan-fenomena-desa-desa-menjadi-desa-perkotaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke