Salin Artikel

Kisah Sumur Tujuh Bangka Tengah, Dulu Tempat Jepang Produksi Garam, Kini Jadi Wisata Andalan

Sebanyak 800 tentara dikerahkan untuk pertahanan sekaligus mempersiapkan infrastruktur penunjang perang.

Salah satu infrastruktur tersebut berupa sumur yang dibangun di daerah Tanjung Langka, Kelurahan Padang Mulia, Bangka Tengah.

Sumur yang berjumlah tujuh buah itu dibangun di satu lokasi dalam posisi berderetan.

Masyarakat setempat biasa menyebutnya dengan sumor tujoh atau sumur tujuh. Ada juga yang menyebut dengan nama perigi tujuh.

Sumur tujuh berfungsi untuk penampungan air laut yang kemudian diolah menjadi garam.

Maka tidak mengherankan jika sumur tujuh dibangun persis di garis pantai Pulau Bangka.

Logistik garam prajurit Jepang era PD II

Garam yang dihasilkan dari sumur tujuh membuat Jepang bisa memenuhi salah satu kebutuhan pangan mereka secara mandiri.

Kondisi perang kala itu, juga tidak memungkinkan suplai logistik dari luar dilakukan setiap saat.

Jepang bercokol di wilayah Bangka Belitung Gunseibu, dalam rangkaian penguasaan Asia Timur Raya, saat era Perang Dunia kedua (PD II). 

Ketika itu Jepang melancarkan kampanye yang dikenal dengan istilah tiga A.

Yakni Jepang pemimpin Asia, Jepang cahaya Asia dan Jepang pelindung Asia.

Sejarawan Pangkalpinang, Akhmad Elvian mengatakan, kebutuhan akan garam sangat penting untuk diproduksi secara lokal pada situasi perang terutama untuk balatentara Jepang.

"Garam dibuat dengan cara menyalurkan air laut melalui pipa ke bagian tengah sumur," kata Akhmad Elvian saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (12/6/2021).

Saat di dalam sumur, terjadi penguapan dan air laut ditimba untuk selanjutnya diletakkan pada belahan-belahan bambu.

"Dibiarkan terpapar panas matahari selama 7 sampai 15 hari hingga berubah menjadi butiran garam dan siap untuk digunakan," ujar Elvian.

Jadi situs cagar budaya yang dilindungi

Dalam masa kontemporer ini, sumur tujuh menjadi situs cagar budaya yang dilindungi.

Fisik bangunan sumur masih terjaga dengan baik. Sumur berdiri kokoh dengan konstruksi dinding setebal 15 sentimeter.

Situs bersejarah yang berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat kota Koba, Bangka Tengah atau sekitar 45 kilometer dari Kota Pangkalpinang itu menjadi bagian dari kawasan pariwisata Tanjung Langka.

Tempat wisata ini ramai dikunjungi pada liburan akhir pekan atau hari libur nasional.

Minim fasilitas jalan dan toilet

Selain pemandangan pantai yang cukup memesona, juga ada sejumlah gazebo, kolam pemancingan hingga track bersepeda atau sepeda motor yang bisa dicoba pengunjung.

Salah seorang pengunjung, Farhan mengaku berkunjung ke Pantai Tanjung Langka untuk melihat sumur tujuh sekaligus melepas penat.

Ia datang bersama sejumlah rekannya setelah ujian kenaikan kelas berakhir.

"Tadi baru selesai ujian kami langsung ke sini. Melihat sumur tujuh sekaligus mencoba motor trail ini di pantai," ujar Farhan dari SMKN 1 Penyak.

Sebagai peminat wisata sejarah, Farhan berharap fasilitas seperti jalan dan toilet dilengkapi agar wisatawan merasa nyaman dan betah.


Terbelah kepentingan saat pilkada

Hal senada juga diungkapkan tokoh masyarakat yang juga mantan wakil bupati Bangka Tengah, Patrianusa Sjahrun.

Dia meminta pengelolaan kawasan sumur tujuh lebih dioptimalkan sehingga berkontribusi pada pendapatan asli daerah.

"Payung hukumnya harus segera dibuat agar ada legalitas dalam pengelolaan, tarif parkir atau tarif masuk ini yang perlu diperjelas," ujar Patrianusa.

Sebagai aset daerah, kawasan sumur tujuh kata Patrianusa harus dikelola profesional dengan merangkul semua pihak.

"Silakan semuanya bersatu tanpa melihat lagi pendukung pasangan waktu pilkada. Yang penting tujuannya untuk membangun daerah ini," ucap Patrianusa.

Di sisi lain, Patrianusa berharap rencana pembangunan tambak udang di kawasan pantai ditinjau ulang.

Soal tambak udang yang berdampingan dengan lokasi wisata

Tambak udang dinilai kurang tepat berdampingan dengan pariwisata dan kawasan tersebut termasuk wilayah kota Koba yang perlu diperjelas kajian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

Kepala Kelurahan Padang Mulia, Junainatul Hasanah, mengatakan, pengelolaan kawasan wisata sumur tujuh dan pantai akan dilakukan kelompok sadar wisata atau Pokdarwis.

Beberapa waktu lalu telah dilakukan rapat pembentukan pengurus.
Namun belakangan dirombak ulang karena diterpa isu kelompok tim sukses pilkada.

"Kami cuma memfasilitasi agar Pokdarwis terbentuk dan bisa bekerja mengelola potensi wisata sumur tujuh dan sekitarnya," kata Junainatul di kantor lurah.

Untuk potensi retribusi kata Junainatul, akan bekerja sama dengan dinas perhubungan.

Pungutan akan dilakukan dalam bentuk penyediaan fasilitas parkir.

Sementara untuk keberadaan sumur tujuh akan tetap dipertahankan sebagai aset wisata dan sejarah.

"Kalau difungsikan lagi untuk membuat garam barangkali kurang ekonomis. Kualitas air lautnya juga tidak sebagus zaman dulu. Sekarang sudah ada tambak juga," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/06/13/125730678/kisah-sumur-tujuh-bangka-tengah-dulu-tempat-jepang-produksi-garam-kini-jadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke