Salin Artikel

Cerita Siprianus Dua Dawa, Difabel yang Jadi Kepala Tukang, Sudah Bangun 30 Rumah sejak Usia 18 Tahun

Penyandang disabilitas di Kampung Wodong, Desa Goreng Meni Utara, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur itu justru membuktikan, dirinya bisa menjadi kepala tukang bangunan sejak 1990.

Pembaca Kompas.com dapat berpartisipasi dalam meringankan beban Siprianus, difabel yang menjadi tukang dengan cara berdonasi, klik di sini

Sudah bisa membangun rumah di usia 18 tahun

Siprianus Dua Dawa merupakan anak kelima, enam bersaudara dari pasangan Darius Mbajak (almarhum) dan Elisabeth Nera.

Meski memiliki keterbatasan fisik, Siprianus sudah bisa membangun rumah papan dengan ukuran 6×7 meter di kampung Macing saat usianya beranjak 18 tahun.

Hingga usianya yang hampir masuk kepala lima, Siprianus telah membuat 30 rumah.

"Saya memiliki bakat alamiah. Awalnya saya melihat saja orang bekerja membangun rumah papan. Saya melihat orang di kampung buat lemari, kursi, tempat tidur, meja. Hingga usia 49 tahun ini, saya sudah membangun 30 rumah, baik rumah tembok dan rumah papan di Kampung Wodong maupun kampung tetangga," ceritanya kepada Kompas.com di Kampung Wodong.

Siprianus Dua Dawa menceritakan, kemampuan itu datang bermula dari pengamatannya.

Dia selalu memperhatikan serta kerap bertanya mengenai cara membuat lemari, tempat tidur, kursi hingga meja untuk televisi.

Tahun 2002, lanjut Siprianus, dia membangun rumah adik dan kakaknya di kampung itu serta di Kampung Cenop, Benteng Jawa, Lompong dan beberapa kampung lainnya. Biasanya biaya untuk pembangunan rumah berkisar Rp 3-4 juta. 

"Saya sebagai mandor atau kepala tukang untuk bangun rumah tembok dan papan. Ada beberapa saudara saya atau warga kampung yang ikut saya bekerja sambil belajar membangun rumah. Saya berbagi ilmu otodidak cara membangun rumah. Dan hasilnya ada yang sudah menjadi tukang bangunan di kampung. Saya tidak sekolah. Hanya dapat ijazah paket A dalam waktu tiga bulan tahun 1995. Saya bisa membaca dan menulis," ceritanya.

Siprianus mengungkapkan saat masih muda, ia tinggal di rumah saudaranya di Kampung Pagal, Kabupaten Manggarai selama 3 tahun.

Dia kemudian mengembangkan bakatnya dan kembali ke kampung untuk membangun rumah warga.

"Saya bisa naik atap rumah untuk pasang balok atap rumah, paku seng, gergaji balok. Tentu dibantu oleh anggota tukang dan anak saya yang tidak sekolah. Dalam keadaan saya seperti ini berjuang, bekerja untuk menghidupi istri dan anak-anak tiga orang," kata dia.

Lukas Jelami, warga kampung Wodong kepada Kompas.com menjelaskan, rumahnya di kampung Wodong dibangun oleh Siprianus Dua Dawa.

Menurut dia, Siprianus memiliki talenta khusus untuk menjadi tukang bangunan, walaupun kondisi fisiknya terbatas.

"Saya juga biasa menjadi anak buahnya saat membangun rumah di kampung tetangga. Kerjanya sangat rapi. Saya sangat heran melihat dia punya kemampuan membangun rumah," jelasnya.

Lahir normal hingga kakinya lumpuh

Keluarga terdekat Siprianus, Fransiskus Galis menjelaskan, Siprianus Dua Dawa, awalnya lahir dalam keadaan normal hingga usia 5 tahun.

Saat usia 5 tahun, ia menderita sakit hingga kedua kaki lumpuh. Sejak saat itu Siprianus Dua Dawa berjalan merangkak dengan lutut dan dibantu dengan dua tangannya.

"Siprianus Dua Dawa pekerja keras, memiliki keahlian khusus di bidang pertukangan. Ia belajar sendiri lewat melihat dan mempraktikkannya secara langsung. Ia tak sekolah dasar. Saya pernah urus ijazah paket A selama 3 bulan. Saya menjadi tutornya. Namun, saya menjadi anak buahnya menjadi tukang saat membangun rumah warga di kampung atau tetangga kampung," ceritanya.

Berharap anaknya dibantu untuk bersekolah

Siprianus Dua Dawa dan Istrinya, Martha Amus menyampaikan harapan supaya anaknya dapat mengenyam pendidikan.

Sang anak sulung, Oktovianus Rianto Mbajak tamat SMP pada tahun 2020 lalu.

Kini Rianto tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA karena tak ada biaya. Rianto pun membantu sang ayah di rumah.

Anak kedua mereka, Theodorus Hamsadu, kini duduk di kelas V SD. Sedangkan anak ketiga Hugolinus Nairundua masih berusia 4 tahun.

Martha Amus, istri dari Siprianus Dua Dawa mengungkapkan, penghasilan suaminya tidak cukup untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka.

Penghasilannya hanya untuk memenuhi kebutuhan makan minum dan keperluan lainnya di rumah. Meski demikian, Martha merasa bangga dengan sang suami.

"Saya sangat kagum dengan kerja keras suami saya yang menanggung biaya kehidupan rumah tangga kami. Saya sebagai istrinya berharap ada orang baik hati yang membantu biasa sekolah anak-anak kami," jelasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/05/31/094022078/cerita-siprianus-dua-dawa-difabel-yang-jadi-kepala-tukang-sudah-bangun-30

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke