Salin Artikel

Pandemi Belum Usai, Tradisi Arakan Sahur Ramadhan di Tanjab Jambi Ditiadakan

Kala memasuki waktu sahur selama sebulan penuh Ramadhan, ribuan orang keluar rumah, berkeliling kampung dengan melantunkan kidung yang bernapaskan islami.

Mulai dari anak-anak sampai orang tua, baik lelaki maupun perempuan mendorong gerobak ke penjuru jalanan kota dengan gembira, membawa maket atau miniatur masjid, Al Quran raksasa, kaligrafi, unta, kapal dan aneka bentuk lainnya yang melambangkan semangat religi di bulan Ramadhan.

Selain membangunkan orang untuk sahur, tradisi arakan sahur juga semarak dengan lantunan ayat suci, puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW beserta bunyi-bunyian yang harmoni dan berorkestrasi.

"Tahun ini arakan sahur juga ditiadakan. Sama dengan tahun sebelumnya, karena pandemi belum usai," kata Jubir Satgas Covid Kabupaten Tanjab Barat, Taharuddin melalui sambungan telepon, Senin (12/4/2021).

Ia mengatakan tradisi arakan sahur yang secara turun temurun mewarnai bulan Ramadhan, terpaksa ditanggalkan dua tahun terakhir, karena Indonesia masih menghadapi pandemi.

Tradisi arakan sahur ini memang menjadi magnet masyarakat untuk berkumpul dan bersilaturahim secara masif. Dengan demikian risiko penularan Corona tetap tinggi meskipun mematuhi protokol kesehatan.

"Untuk menekan resiko penularan, maka pemerintah dan jajaran termasuk Dinas Pariwisata Kepemeduaan dan Olahraga tidak menganggarkan festival arakan sahur," kata Taharuddin lagi.

Tradisi Arakan, membakar semangat muslim perang lawan Belanda saat Ramadhan

Pada dasarnya, tradisi arakan sahur dilakukan selama sebulan penuh sampai pada kegiatan puncak festival takbiran perayaan Idul Fitri 1422 hijriah nantinya.

Memang banyak masyarakat yang rindu, tetapi mereka mendukung upaya pemerintah untuk melaksanakan protokol kesehatan dan pencegahan penularan Corona.

Sementara itu, Kasi Tradisi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, Eri Argawan menuturkan tradisi arakan sahur terus terjaga sampai sekarang sejak zaman Belanda.

Tradisi arakan sahur merupakan simbol perjuangan masyarakat, yang dapat membakar semangat umat muslim di Tanjab Barat ketika sedang berperang melawan Belanda, khususnya saat bulan Ramadhan.


Jadi daya tarik turis

Tradisi ini terus mengalami perubahan dari masa perjuangan sampai wisata religi. Sekarang tradisi ini menjadi daya tarik wisatawan mancanegara seperti Malaysia dan Singapura.

Kehadiran alat musik tradisional seperti kompangan dan beduk, membuat tradisi arakan sahur ini, sangat menggugah semangat orang dalam menjalani ibadah puasa, ditambah lantunan ayat suci Alquran dan solawat kepada nabi Muhammad SAW.

"Tradisi ini diperkirakan sudah diwariskan secara turun temurun, lebih dari 5-7 keturunan. Memang sudah menjadi bagian dari masyarakat," kata Eri Argawan menjelaskan.

Pelaksanaan arakan sahur, sambung Argawan biasanya dimulai sejak pukul 03.00 WIB, namun pada saat diselenggarakan festival arakan sahur, sudah dimulai sejak pukul 12.00 WIB, yang mengelilingi seluruh jalanan kota membawa obor sebagai penerangan.

Warga mulai rindu

Dengan adanya format festival arakan sahur, kegiatan ini pun diramaikan dengan pawai mobil hias yang dilengkapi dengan miniatur masjid, Al Quran raksasa dan ukiran kaligrafi dengan lampu bewarna warni.

"Dulu memang hanya tradisi, tetapi beberapa tahun belakangan telah dibuat festival atau perlombaan sekali dalam seminggu. Pemenangnya akan diumumkan, saat malam takbiran," sebut Argawan menjelaskan.

Dua tahun tradisi arakan tahun telah ditanggalkan karena pandemi. Masyarakat Tanjab Barat, merasa kehilangan dan rindu dengan tradisi arakan sahur.

Iwin, warga Tungkal Ilir, Kabupaten Tanjab Barat merasa kehilangan dan tidak bersemangat menjalani puasa. Menurut dia, ada masanya saat berpuasa, seperti seminggu awal puasa mengalami penurunan semangat untuk puasa.

"Dengan adanya tradisi arakan sahur, maka semangat itu bangkit lagi. Lantunan puji-pujian kepada nabi, menjadi energi, untuk terus melanjutkan puasa," kata Iwin.

Pria dua anak yang sudah mengikuti tradisi arakan sahur sejak SMP ini, memang menyayangkan pemerintah meniadakan tradisi masyarakat dalam bulan Ramadan ini.

"Memang jadi dak semangat puasa. Seperti ada yang kurang dan hilang. Kalau ini ditiadakan terus, takutnya anak-anak tidak mengenal lagi tradisi arakan sahur. Seharusnya pemerintah melaksanakan arakan sahur dengan protokol kesehatan," tegas Iwin.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/12/140936378/pandemi-belum-usai-tradisi-arakan-sahur-ramadhan-di-tanjab-jambi-ditiadakan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke