Salin Artikel

Jejak Jalur Rempah di Maluku, Sejarah Ambon dan Kerajaan di Tanah Hitu

Warga di sekitar pesisir pantai di Desa Tamilow, Kecamatan Amahai, berbondong-bondong mendulang emas

Salah satunya Syarif Arey. Ia mengaku sempat melihat kilauan di pesisir pantai dan setelah diangkta ternyata emas.

Berbicara Maluku tak bisa lepas dari jejak jalur rempah di Nusantara.

Dalam catatan etnografis Suma Oriental, catatan perjalanan seorang asal Portugis, Tomé Pires, melukiskan tentang Kepulauan Maluku (Ambon, Ternate, dan Banda) yang disebut sebagai the spice islands atau kepulauan rempah.

Pernyataan tersebut tepat karena wilayah Maluku memang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, terutama cengkeh, pala, dan bunga pala.

Dikutip dari buku Sejarah Kebudayaan Maluku yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudaaan RI tahun 1999, istilah Maluku merujuk pada empat pusat kerajaan atau kedaton di Maluku Utara.

Yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jaillo.

Keempat kerajaan tersebut kemungkinan besar muncul dalam abad ke-14 yang disebut Maloko Kie Raha atau empat gunung Maluku.

Namun secara umum Maluku berasal dari bahasa Arab yang diperkirakan dari Jaziratul Muluk, yang berarti wilayah banyak raja. Muluk adalah bentuk jamak dari malik yang berarti raja.

Empat raja tersebut agaknya menjadi ilham bagi pemberian arti dari kata Maluku tersebut.

Namun pendapat berbeda disebutkan oleh seorang antropolog Belanda, Dr Ch F Van Fraassen.

Ia menemukan, bahwa dalam salah satu bahasa di Halmahera Utara, arti kata loko mengacu pada gunung.

Gunung sebagai lambang kerajaan adalah suatu hal·yang lumrah pula di masa lampau, terutama di Jawa dan Sumatera.

Bahkan kedaton bisa dilambangkan sebagai gunung, sehingga kedaton Ternate disebut pula sebagai Ternate ma-loko, dan kedaton Tidore disebut Tidore ma-loko.

Ia menjelaskan kemungkin istilah loko di Maluku Utara bermakna sama dengan kata loka di Jawa yang berakar dari kata Sansekerta yang berarti tempat atau bumi.

Maka dengan demikian Maloko atau Maluku berarti penguasa dunia.

Kala itu terdapat Pelabuhan Hitu yang menjadi daerah lalu lintas perdagangan cengkeh yang dilakukan oleh orang Banda.

Hitu menjadi tempat transitnya para pedagang termasuk pedagang lokal dari jazirah Leihitu dan Huamual di Pulau Seram.

Di Tanah Hitu juga berkembang kerajaan Islam yang mendatangkan pedagang sekaligus pendakwah sehingga kawasan tersebut menjadi multi-etnis.

Pada paruh pertama abad ke-16, penanaman cengkeh mulai ada dalam sejarah Ambon dan kepulauan Seram.

Perluasan penanaman cengkeh ini juga didorong oleh permintaan yang pesat dari Portugis.

Jejaknya hingga hari pun masih bisa dilihat dari cagar budaya berupa Benteng Victoria yang berada di tengah kota Ambon.

Pada perkembangan selanjutnya di awal abad ke-17, Pelabuhan Ambon ini dipergunakan VOC sebagai pelabuhan transit sebelum mereka tiba di Banda, atau mereka yang ingin kembali ke Batavia.

Pelabuhan Ambon digunakan sebagai transit serta alih muatan.

Selain itu, Pelabuhan Ambon juga turut dijadikan VOC sebagai pusat pengawasan agar kapal-kapal lokal menghindari pelabuhan sekitar Ambon dan Hitu.

Di Kepulauan Maluku, VOC membentuk tiga gubernuran yakni Ambon, Kepulauan Banda, dan Ternate yang masing-masing gubernuran dikepalai seorang gubernur atau dewan.

Mereka mengurusi administratif dan mengatur produduksi rempah dan perdagangan setempat.

Meski bersaing dengan Inggris, VOC mengizinkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon pada tahun 1620 karena urusan diplomatik Eropa.

Seiring dengan waktu, VOC mulai menguasai pasar rempah dan hal tersebut membuat penduduk asli melakukan perlawanan dalam bentuk penyelundupan rempah.

Hal tersebut kemudian memicu pembantaian Banda oleh VOC pada tahun 1621. VOC pun berhasil menguasai Banda,.

Persaingan Inggris-Belanda berakhir pada 1623 ketika Inggris meninggalkan Maluku setelah Pembantaian Amboyna yang membunuh sepuluh orang Inggris

https://regional.kompas.com/read/2021/03/24/061600978/jejak-jalur-rempah-di-maluku-sejarah-ambon-dan-kerajaan-di-tanah-hitu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke