Salin Artikel

Penjelasan Dansatgas Latpur soal Polemik Lahan di Balik Pembangunan Makogabwilhan II

SAMARINDA, KOMPAS.com – Komandan Satuan Tugas Latihan Tempur (Dansatgas Latpur) Kol Inf Helmi Tachejadi Soerjono menjelaskan, polemik lahan pembangunan Markas Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Makogamwilhan) II Mabes TNI dan Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) Kodam VI Mulawarman di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Helmi menyebut, sebetulnya hanya empat KK yang dibebaskan lahannya karena terdampak pembangunan Makogamwilhan II Mabes TNI dan Puslatpur Kodam VI Mulawarman dari total luasan yang disiapkan sebanyak 50 hektar.

“Tidak ada 18 KK itu. Dari 18 KK itu yang kita ambil hanya 4 KK,” ungkap Helmi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/3/2021).

Helmi merinci dari empat KK tersebut, dua KK memiliki bangunan rumah dan dua KK lainnya hanya punya lahan dan semuanya sudah diganti TNI.

“Dua rumah itu punya Pak Yanto dan H Mariadi. Rumah Pak Yanto kami sudah ganti. Rumahnya bagus. Ada AC dan lapangan tenis dengan luas lahan sekitar 800 meter persegi. Sementara rumah H Mariadi sudah diganti juga, beliau ikhlas menyerahkan,” jelas Helmi. 

Selain rumah, Helmi menyebut TNI juga mengganti lahan masyarakat.

Dirinya merasa keberatan jika ada yang mengaku belum mendapat haknya secara baik.

“Ada kandang ayam kami ganti dengan uang Rp 100 juta,” tegas dia.

Tak hanya itu, kata dia, rumah warga yang telah diganti diminta membongkarnya secara baik-baik dan membawa semua bahan-bahan, seng, kayu, paku dan lainnya supaya bisa digunakan kembali.

“Kalau butuh truk (angkut bahan) kita bantu. Jadi tidak benar itu kalau ada yang menyebut ada 18 KK. Saya tegaskan hanya 4 KK dan semua sudah selesai,” tegas dia.

Terkait besaran dana ganti rugi senilai Rp 10.000 sampai Rp 15.000, Helmi menegaskan, angka tersebut sudah di atas nilai jual objek pajak (NJOP).

Dikatakannya, NJOP di daerah itu hanya sekitar Rp 6.000.

“Artinya kami sudah tinggikan nilainya. Saya enggak mau bohongi rakyat,” tegas dia.

Dia mengatakan, dana tersebut merupakan dana kerohiman warga yang sudah menempati dan menggarap lahan tersebut.

“Warga hanya garap bukan hak milik. Kalau mereka punya sertifikat tentu beda nilainya. Mereka hanya punya surat segel,” terang dia.

Helmi mengaku pernah menawarkan pembangunan pasantren dan masjid bagi warga di lokasi tersebut. Namun, belum menemukan lahan dan lokasi yang tepat.

Sebelumnya diberitakan, sebagian warga di Desa Margomulyo, Kecamatan Samboja, yang terdampak pembangunan Makogamwilhan II, belum melepas lahannya karena nilai ganti rugi Rp 15.000 per meter yang ditawarkan TNI dianggap tak sesuai.

Seorang warga menyebut ada 18 KK yang masih mempertahankan lahannya. Karena itu, mereka menawarkan opsi tukar guling.

Opsi tersebut kemudian disepakati  bersama antara warga bersama TNI yang difasilitasi pihak kelurahan pekan lalu.

Karena kesepakatan itulah, TNI mencarikan rumah dan lahan untuk warga yang terdampak, salah satunya Yanto ayah dari Winda Kurniawati.

Sebagai informasi, pembangunan Puslatpur dan Makogamwilhan II Mabes TNI ini membutuhkan lahan sekitar 50 hektar.

Kawasan pertahanan ini disebut sebagai penopang ibu kota negara baru di Penajam Paser Utara (PPU), karena, letaknya tak jauh.

Kawasan ini menjadi perbatasan antara Kutai Kartanegara dan PPU sebelah utara.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/18/021839978/penjelasan-dansatgas-latpur-soal-polemik-lahan-di-balik-pembangunan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke