Salin Artikel

Inovatif, Mahasiswa di Semarang Ciptakan Alat Deteksi Diabetes Pakai Sensor Cahaya

SEMARANG, KOMPAS.com - Empat mahasiswa program studi S1 Teknik Biomedis Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang, Jawa Tengah, menciptakan alat deteksi diabetes melitus.

Alat yang diberi nama Gluconov ini mampu mendeteksi kadar glukosa menggunakan sensor cahaya tanpa menimbulkan rasa sakit.

Alat tersebut berbentuk kotak kecil dengan terdapat lubang untuk meletakkan jari guna memeriksa kadar gula darah dari penderita diabetes.

Dengan sensor cahaya, penderita diabetes tidak perlu lagi menusukkan jarum ke jari saat akan cek kadar gula darah dengan tingkat akurasi yang disebut mencapai 95 persen.

Salah satu mahasiswa, Diana Almaas Akbar Rajah menuturkan, ide awal terciptanya alat tersebut karena melihat sang ayah merasakan sakit setiap kali cek kadar gula darah.

"Jadi saya coba deh bagaimana kalau bikin alat yang bukan hanya untuk ayah saya tapi bisa untuk masyarakat," ujar Diana kepada wartawan, Selasa (16/3/2021).

Dia pun mulai membuat prototipe Gluconov hingga akhirnya menjadi alat yang cukup ringkas untuk dibawa.

"Ayah senang saya membuat alat ini dan ingin segera mencoba. Tapi ini kami masih kembangkan lagi agar lebih sempurna," ucapnya.

Alat yang ia ciptakan bersama timnya memiliki berbagai kelebihan dibandingkan alat tes diabetes lainnya.

“Alat yang kami ciptakan ini telah terkoneksi dengan smartphone melalui aplikasi yang dapat didownload melalui google play store. Dapat juga digunakan secara global pada negara-negara di Asia, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika,” jelasnya.

Alat itu menggunakan rangkaian sensor (spektrofotometri) memiliki komponen utama LED putih, light dependent resistor (LDR), keping polikarbonat (CD), dan motor dengan mikrokontroler ESP32.

Dalam proses penggunaannya, jari tangan pasien diletakkan pada slot alat yang telah tersedia, kemudian LDR akan mendeteksi perubahan intensitas cahaya yang dimiliki oleh darah akibat dari paparan lima jenis cahaya tampak.

Perubahan tersebut dihasilkan oleh pembiasaan cahaya putih dengan keping polikarbonat.

Dalam menghasilkan warna yang beragam, mereka menggunakan penggerak otomatis berupa motor kecil, di mana tiap pergerakannya dapat mengubah posisi sudut keping polikarbonat sebanyak 30 derajat.

"Ini non-invasif atau tidak membutuhkan luka dalam proses pendeteksiannya. Kan kasian kalau sudah sakit diabetes mblonyok kalau diambil darah pakai jarum. Pakai alat ini juga meminimalisir limbah medis," ucapnya.

Adapun tim diketuai oleh Diana, wakil ketua Annelicia Eunice Arabelle, Nadiya Nurul, dan Kevin Tedjasukmana.

Sementara para pembimbing yaitu Kaprodi S-1 Teknik Biomedis Aripin dan Sari Ayu Wulandari.

Hasil deteksi dari proses tersebut akan berupa sinyal analog, kemudian dikonversikan melalui alat bernama analog to digital convertion (ADC).

Setelah proses konversi dilanjutkan mencari karateristik dan ekstraksi menggunakan teknik PCA.

Dari hasil tersebut akan menghasilkan dua indikator yakni high dan low.

"Jadi ada cahaya nanti cahayanya dipilah menjadi mejikuhibiniu begitu kemudian diukur serial. Merah berapa, kuning berapa, dan seterusnya kemudian dimasukkan algoritma," jelas pembimbing, Sari Ayu.

Saat ini proses pengurusan hak paten masih dilakukan. Selain itu, Gluconov akan lebih memperluas hasil deteksi tidak hanya low and high saja.

"Pengajuan draft hak paten sudah dilakukan tapi masih perlu perbaikan ternyata," jelas Sari Ayu.

Alat tersebut mendapatkan medali emas dalam ajang Asean Innovation Science and Entrepreneur Fair 2021 dengan judul Gluconov-The Non-invasive Blood Sugar Detector. Lomba dilakukan tanggal 18 Februari 2021 lalu secara daring.

"Pengumuman tanggal 23 Februari 2021. Penjurian secara daring. Dapat medali emas," ujarnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/16/164347678/inovatif-mahasiswa-di-semarang-ciptakan-alat-deteksi-diabetes-pakai-sensor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke