Salin Artikel

Serunya Mencicipi Dapur Difabel, Makan Sekaligus Belajar Bahasa Isyarat

Resamnya ramah dengan senyum yang tersamar dari balik masker penutup hidung dan mulut.

Tidak ada suara saat gadis berhijab itu menyapa.

Hanya gerakan tangan yang mengisyaratkan selamat pagi.

Konsumen yang sudah duduk di kursi daur ulang dari kayu gulungan kabel PLN itu memesan minuman beras kencur.

Nabila tunarungu. Dia tidak mendengar apa yang diucapkan konsumen itu.

Dia juga tidak bisa membaca gerak bibir, karena terhalang masker.

Gadis itu membalas dengan gerakan tangannya. Gantian, konsumen yang tidak memahami arti isyarat tangan dari Nabila.

"Pesan minum beras kencur, Pak?" kata Etik Muthmainnah (24) pendamping Dapur Difabel yang datang menyusul ke meja konsumen, pada Jumat (5/3/2021) pagi.

Tangan Etik bergerak memberikan bahasa isyarat kepada Nabila.

Dua gerakan untuk membahasakan minuman beras kencur.

Tangan kanan dengan jari telunjuk terpentang bergerak berliuk ke arah bawah.

Kemudian jari telunjuk dan tengah membentuk gestur V dengan jari jempol di tengahnya.

“Seperti huruf K,” kata Etik mengajak si konsumen memeragakan gerakan bahasa isyarat itu.


Pengunjung kantin seolah takjub. Dia bertanya bagaimana bahasa isyarat jika ingin memesan kopi.

Etik menunjukkan gestur huruf K seperti beras kencur, namun dengan posisi huruf menghadap ke bawah.

Kemudian tangan bergestur huruf K itu diputar searah jarum jam dua kali.

“Bisa juga secara alfabet, melafalkan kopi pakai jari tangan,” kata Etik.

Warga difabel lebih percaya diri

Kantin itu bernama Dapur Difabel, berada di Jalan Diponegoro, sekitar 200 meter dari Tugu Adipura, ikon Kota Bandar Lampung.

Dapur Difabel yang berada di lingkungan kompleks Kantor PLN Tanjung Karang tersebut baru saja menggelar soft launching dan berdiri dengan bantuan CSR PLN.

“Tempat ini juga sekaligus tempat berinteraksi antara teman-teman difabel dengan warga. Bisa belajar bahasa isyarat juga di sini,” kata Etik yang juga Ketua Sahabat Difabel Lampung (Sadila).

Menu-menu yang menjadi unggulan di Dapur Difabel ini adalah nasi ijo, nasi jahe, nasi kuning daun jeruk yang harganya berkisar Rp 18.000 per porsi.

“Semua dimasak oleh teman-teman difabel. Kami dapat bantuan dampingan dari chef di salah satu hotel di Bandar Lampung,” kata Etik.

Dengan berkecimpung di sektor kuliner yang membutuhkan interaksi itu, Etik mengatakan, diharapkan sekitar 10 – 15 difabel di kantin ini bisa semakin percaya diri dan termotivasi.

Salah satu difabel yang bekerja di Dapur Difabel itu, Nabila Tyasani mengungkapkan, dia sempat tidak percaya diri dalam menghadapi konsumen.

“Sempat deg-degan, ya karena kendala bahasa. Tapi lama-lama jadi terbiasa,” kata Nabila dalam bahasa isyarat yang diterjemahkan Etik.

Berawal dari lontong sayur

General Manager PLN Lampung Pandapotan Manurung mengapresiasi dibukanya Dapur Difabel tersebut, yang bisa membantu warga difabel untuk memaksimalkan potensinya.

Manurung mengatakan, dia mengenal produk dari kaum difabel itu saat membeli lontong sayur yang dipasarkan di media sosial.

“Saya pernah coba lontong sayur mereka, rasanya enak. Lalu saya tanya, di mana tempatnya, ternyata belum ada tempat,” kata Manurung.

Kebetulan, PLN Lampung memiliki bangunan kosong di PLN Unit Tanjung Karang.

“Kenapa tidak dimanfaatkan saja untuk kafe atau kantin. Kebetulan juga ada program CSR PLN Peduli,” kata Manurung.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/05/154030778/serunya-mencicipi-dapur-difabel-makan-sekaligus-belajar-bahasa-isyarat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke