Salin Artikel

Perjalanan Perkara 4 Petugas Forensik Jadi Tersangka Penistaan Agama karena Mandikan Jenazah Wanita, Kini Kasus Dihentikan

Pelapor ialah Fauzi Munthe, yang tak terima jenazah istrinya, Zakiah (50) dimandikan oleh empat petugas forensik pria bukan muhrim.

Persoalan ini sempat menjadi sorotan dari berbagai pihak, salah satunya dari Institute for Criminal Justrice Reform (ICJR).

Kasus akhirnya dihentikan oleh Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, Rabu (24/2/2021).

Berikut perjalanan perkara tersebut:

Jenazah wanita asal Serbelawan, Dolok Batu Nanggar, Simalungun tersebut kemudian dimandikan oleh empat pria petugas forensik RSUD Djasman Saragih.

Mereka ialah DAAY, ESPS, RS dan REP.

Hal tersebut ternyata membuat suami Zakiah, Fauzi Munthe tak terima dan melaporkan ke Polres Pematangsiantar.

Sebab, penanganan jenazah disebut dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam fardu kifayah, yakni jenazah wanita dimandikan oleh pria yang bukan muhrim.

Dijerat penistaan agama dan ditetapkan tersangka

Kasat Reskrim Polres Pematangsiantar AKP Edi Sukamto mengemukakan, empat petugas forensik tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka dijerat Pasal 156 huruf a juncto Pasal 55 ayat 1 tentang Penistaan Agama.

Empat orang tersebut terancam hukuman lima tahun penjara.

“Itu keterangan saksi ahli dan keterangan MUI yang kita pegang. Sudah kita panggil MUI, bahwasanya MUI menerangkan perbuatan mengenai penistaan agama,” kata Sukamto saat dihubungi lewat sambungan telepon, Jumat (19/2/2021).

Kasi Pidum Kejadi Siantar M Chadafi menjelaskan, mereka tidak ditahan di rumah tahanan negara.

"Kita khawatir kalau dilakukan penahanan di rumah tahanan akan mengganggu proses berjalannya kegiatan forensik. Di antara memandikan jenazah dan sebagainya. Kita gak mau gara-gara ini kegiatan itu terhenti apalagi sekarang kondisi pandemi," kata Chadafi di kantor Kejari Pematangsiantar.

PPNI beri dampingan hukum dan ICJR menyayangkan penetapan tersangka

Menyusul kejadian itu, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) memberikan pendampingan hukum pada para tersangka selama perkara pidana itu berjalan.

"Kami sebagai kuasa hukum PPNI siap memberikan bantuan hukum hingga proses persidangan," kata Pengacara dari Badan Bantuan Hukum PPNI, Muhammad Siban.

Ketua DPW PPNI Sumut, Mahsur Al Hazkiyani mengimbau perawat di Kota Pematangsiantar tetap bekerja profesional untuk membaktikan diri tanpa membeda bedakan suku agama, golongan dan jenis kelamin.

“Kami minta perawatan untuk tetap tenang jangan terprovokasi, tetap bekerja profesional dan tetap menjaga kerukunan umat beragama,” kata dia.

Kasus ini menjadi sorotan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan, dalam perkara itu sulit dikatakan memenuhi unsur penistaan agama.

Sebab, dalam Pasal Penistaan Agama, ada dua unsur yang sering tak diperhatikan.

"Pertama, unsur 'kesengajaan dengan maksud' melakukan penodaan agama di muka umum dan kedua, bentuk perbuatan 'yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama'," ujar Erasmus dalam keterangan tertulis, Rabu (24/2/2021).

Dalam kasus itu, seharusnya jaksa dan penyidik berhati-hati dalam menilai.

Lebih-lebih para tersangka menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan yang khusus menangani jenazah suspek Covid-19.

Alasannya, ada kekeliruan dari jaksa peneliti.

"Ditemukan kekeliruan dari Jaksa peneliti dalam menafsirkan unsur-unsur, sehingga tidak terpenuhinya unsur-unsur dakwaan kepada para terdakwa," jelas Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar Agustinus dalam konferensi pers di gedung Kejari Pematangsiantar, Rabu (24/2/2021).

Karena tidak memiliki cukup bukti, maka kasus mereka resmi dihentikan.

Hal itu berdasarkan Pasal 14 huruf (a) juncto Pasal 140 ayat 2 huruf (a) KUHAP.

"Menghentikan penuntutan perkara pidana atas nama Dedi Agus Aprianto dan kawan-kawan karena tidak terdapat cukup bukti," kata Agustinus.

"Dalam perkara yang dilimpahkan ke pengadilan salah satu unsur tidak terbukti maka itu bebas," tambah dia.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh keempat tersangka tidak terbukti melanggar penistaan agama.

Sebab, tujuannya ialah untuk membersihkan kotoran dan kondisi mendesak lantaran pasien berstatus suspek Covid-19.

"Sehingga dengan demikian niat jahat atau 'Mens rea' dari empat terdakwa untuk menodai agama Islam atau agama yang dianut di Indonesia, dengan cara memandikan jenazah wanita muslim yang bukan muhrim dan membuka pakaian sampai telanjang, tidak ditemukan adanya niat dari para terdakwa," jelasnya.

"Jadi kami simpulkan unsur ketidaksengajaan tidak ditemukan dalam perkara ini. Para pelaku melakukan tugasnya pemulasaran pasien suspek Covid," kata Agustinus menambahkan.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Pematangsiantar, Teguh Pribadi | Editor : Aprillia Ika, Farid Assifa, Setyo Puji)

https://regional.kompas.com/read/2021/02/25/06000091/perjalanan-perkara-4-petugas-forensik-jadi-tersangka-penistaan-agama-karena

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke