Salin Artikel

Kisah Haminjon di Tanah Batak, Dulu Melebihi Emas, Sekarang di Ambang Cemas (Bagian I)

Sang ayah berutang banyak kepada orang kaya di kampung dan tak mampu membayar. 

Sebagai penebus utang, si orang kaya meminta dinikahkan dengan si gadis miskin.

Tak mau menikah dengan pria tua yang tak dicintainya, sang putri memilih lari dan bersembunyi ke hutan.

Dalam persembunyian, dia terus menangis sambil berdoa kepada Mula Jadi Nabolon (Tuhan yang Maha Esa) agar orangtuanya bisa membayar utang dan hidup senang.

Lama-kelamaan, tubuhnya berubah menjadi pohon dan mengeluarkan getah putih seperti lelehan lilin.

Ayahnya yang nyaris putus asa mencari, akhirnya menemukan anak gadisnya sudah berubah menjadi pohon.

Mereka saling bertangis-tangisan. Sebelum berpisah, sang anak memberi getah putih yang disebut orang Batak dengan haminjon. 

"Biar lunas utang mu, kasihkan ini sama orang kaya itu. Sedikit saja kau bawa ini, pasti lunas utangmu," ucap anak tersebut.

Sang ayah menuruti ucapan anaknya, meski sejak awal dia tak percaya.

Besoknya, sang ayah menemui orang kaya dan memberikan kristal putih yang memiliki wangi khas. Orang kaya itu terkejut dan bertanya dari mana dia mendapat getah tersebut.

"Utangmu lunas, tapi aku minta kau mengambil lagi getah ini," kata orang kaya itu. 

Sang ayah mengangguk dan kembali ke hutan untuk menemui anaknya.

Namun, dia tidak lagi menemukan anaknya, hanya sebatang pohon bergetah putih tempat terakhir kali mereka berjumpa.

Lambat laun, haminjon terus tumbuh dan bertebaran di Tano Batak.

Para tetua mempercayai bahwa sang putri yang mendiami hutan-hutan dan memberi kekayaan dengan getah yang melimpah kepada petani.

"Ada orangtua di Pandumaan yang percaya kalau dirinya sedang berada di hutan dan bermimpi didatangi anak gadis berpakaian putih, bersih dan cantik, maka pas panen pasti getahnya melimpah," kata Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak kepada Kompas.com, awal Februari 2021.


Arti kata haminjon

Haminjon adalah kemenyan, yang memiliki istilah kimia Styrax benzoin atau sering juga disebut olibanum.

Para orangtua Batak zaman dulu menganggap pohon ini sebagai berkah Tuhan, karena getahnya memberikan kesejahteraan.

Masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta, selain menganggap haminjon simbol kesejahteraan, juga sebagai kesakralan.

Sampai sekarang, mereka masih melakukan ritual marhottas ketika memulai pekerjaan di tombak haminjon (hutan kemenyan), mulai dari manige (menyadap) sampai memanen.

Ada sesajen yang disajikan, yaitu itak gurgur (penganan dari tepung beras dan gula merah) dan na marmiak-miak (bisa daging babi dan telur ayam kampung.

Sesajen dipersembahkan kepada roh leluhur dan penjaga hutan, agar diberi hasil panen berlimpah dan kesehatan.

Kemudian dengan hati tulus, santun dan sabar, mereka membujuk pohon itu bak merayu seorang gadis sambil bersenandung.

"Setelah martonggo (berdoa), itak dan daging dioleskan ke pohon sambil bersenandung, 'Parung simardagul-dagul, sahali mamarung gok appang, gok bahul-bahul'," kata Roganda.

Menurut dia, pengaruh masuknya agama Kristen di Bumi Tapanuli menjadikan haminjon hanya dinilai secara ekonomisnya saja.

Hal tersebut menggerus kesakralan dan spiritualis dari kemenyan.

Sebelumnya, kemenyan banyak digunakan masyarakat Batak untuk ritual menyembah Sang Penguasa alam raya.

Asap pembakaran yang membubung tinggi menjadi representasi doa yang naik kepada Sang Pencipta.

"Kami sedang berjuang mengembalikan kesakralan dan kejayaan haminjon ini," ucap ayah satu anak itu.

Berlanjut ke bagian kedua, Haminjon seharga emas...

https://regional.kompas.com/read/2021/02/04/11150531/kisah-haminjon-di-tanah-batak-dulu-melebihi-emas-sekarang-di-ambang-cemas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke