Salin Artikel

Bermula Ditanya Anak Kecil, Panut Tekuni Bisnis Ikan Cupang dan Raup Rp 50 Juta Per Bulan

Dari situlah, hidup pemuda asal Jambi itu berubah drastis.

Ia yang mulanya sulit mendapatkan pekerjaan, kini mampu mengantongi omzet Rp 50 juta dari bisnis ikan cupang yang digelutinya.

Panut kemudian berinisiatif melakukan hobinya memelihara cupang.

Saat itu, belum terbersit di pikiran Panut untuk menekuni hobi tersebut sebagai ladang rezeki.

Sampai suatu ketika, seorang anak kecil mendatanginya dan menanyakan ikan Panut.

"Bang, ikannya dijual dak?" kata bocah itu.

Panut pun langsung memutuskan menjual ikan cupangnya. Tak disangka, bocah itu lalu kembali lagi bersama kawan-kawannya untuk membeli ikan cupang.

Ikan cupang pertama yang dijual Panut dihargai Rp 5.000 per ekor.

Dia pun mulai belajar beternak dan mempelajari manajemen bisnis dari internet.

"Ada ngebantu juga dari Google, dari internet. Karena rasa penasaran yang kuat. Tapi sekadar teori. Kalau praktik kebanyakan dari pengalaman dan terkadang teori dari orang lain tidak cocok jadi coba cara sendiri. Kalau ada cocok dipakai,” katanya saat bertemu dengan Kompas.com pada Jumat (8/1/2021).

Ikan-ikan cupang yang dibudidayakannya pun lalu dipasarkan melalui akun Facebook.

Stabil dan punya reseller

Tahun 2018, bisnisnya mulai stabil dan telah memiliki reseller.

Bahkan sejumlah resellernya berada di luar negeri.

“Kalau yang di luar negeri ada di Malaysia. Kalau di dalam negeri ada di sekitar Jabodetabek,” katanya.

“Jadi kita setiap bulan kayak harus menuhin stok dia, jadi kita tinggal cetak-cetak, tapi tetap nyari reseller lainnya juga,” ungkapnya.

Hingga akhirnya, dia bisa mengantongi omzet minimal Rp 50 juta setiap bulan.

Dia banyak menggunakan Facebook, Instagram dan WhatsApp.

“Sempat pakai website dulu. Cuma tidak untuk jual beli. Jadi cuma sampai 2018. Sampai sekarang fokus di tiga medsos tadi,” katanya.

Panut mengatakan pembeli pertama dari luar negeri ialah dari Singapura.

“Pembeli pertama dari Singapura. Jenis ikan fancy crowntail seharga 35 dollar Singapura waktu itu dollar Singapura sekitar Rp 9.500 per 1 dollar,” katanya.

Menurutnya, pengiriman ke luar negeri menggunakan jasa transhipper yang dapat merawat ikan selama perjalanan.

“Biaya pengirimannya waktu itu kurang lebih Rp 100.000,” katan dia.

“Jadi kita ada perhatiin tulang-tulang ikan. Itu yang kita bisa jadi patokan untuk sortir ikan,kalau kami pribadi. Terus jadi ada setiap kategori warna ada pembagian warna atau kayak proporsi warna lah, contoh kayak multicolor, dia minimal tiga warna di badan di setiap sirip, sirip atas belakang bawah,” tuturnya.

Warna yang unik kemungkinan akan jarang dimiliki orang, sehingga harganya mahal.

Jika memang kondisinya spesial, kata Panut, kolektor tak akan berpikir panjang untuk membeli cupang dengan harga mahal.

Panut sendiri pernah menjual cupang seharga Rp 9 juta kepada orang Jakarta.

Di Jambi, dia pernah menjual seharga Rp 2,5 juta.

“Di Jambi standar paling mahal biasanya Rp 1,3 juta,” katanya.

“Tiba-tiba meledak. Bahkan artis pun main cupang,” kata Panut sedikit tertawa. Sebab dia merasa itu kejutan sekali.

Omzet yang menurun drastis di awal pandemi, bisa pulih setelah booming.

Panut membagikan tips terkait cara berbisnis cupang. Untuk berbisnis cupang, seseorang harus memiliki ketelatenan dan kesabaran.

Selain itu, harus tahu pula bagaimana kesehatan dan cara perawatannya hingga celah bisnisnya.

Kini Panut mengaku terus mengembangkan usaha yang sudah dijalani selama enam tahun demi meningkatkan derajat perekonomiannya.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Jambi, Jaka Hendra Baittri | Editor: Aprillia Ika)

https://regional.kompas.com/read/2021/01/09/14003951/bermula-ditanya-anak-kecil-panut-tekuni-bisnis-ikan-cupang-dan-raup-rp-50

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke