Salin Artikel

Cerita Emir Anak Disabilitas yang Hobi Membuat Robot, Dibantu Pelatih Melalui Daring

Wajah Emir nampak tegang saat ia mengencangkan baut-baut pada robotnya. Tangannya lihai memutar obeng dan memasang rangkaian kabel. Sesekali ia membenarkan letak alat bantu dengar di telinga kanannya.

Tak lama kemudian, robot yang dilengkapi dua roda dan motor penggerak bisa dinyalakan. Ketegangan sudah luruh. Sudut bibir Emir pun melengkung.

"Bisa," katanya saat ditemui BBC News Indonesia, di kediamannya di Makassar, Sulawesi Selatan.

Emir lahir dengan gangguan pendengaran. Sejak usia 8 tahun, ia sudah menekuni dunia robotik.

Adilah Wina Fitria, ibunda Emir lalu membantu menanyakan apa yang membuat Emir tertarik dengan dunia robotik.

"Kenapa Emir suka robot?"

"Karena senang," kata Emir. "Kenapa senang?"

"Itu saja." Adilah langsung tertawa mendengar kesederhanaan jawaban dari putranya.

"Rakit-rakit lego, sampai yang kecil itu, yang dimensi-dimensi kecil suka bikin robot, itu dia suka bikin sama ayahnya. Nah, dia kan berkebutuhan khusus, saya ingin mencari potensi anak yang bisa dikembangkan, makanya saya lihat suka rakit itu, makanya saya carikan guru robotik," kata Adilah.

Sejak saat itu, Emir mulai merancang ragam robot, mulai dari rangkaian robot sederhana seperti kincir dengan penggerak dinamo, hingga robot kendaraan yang meluncur.

Selama masa pandemi, kata Adilah, sekolah berlangsung dari rumah sampai saat ini. Emir sempat merindukan untuk bermain bersama teman-teman sekolahnya.

"Iya sempat tanya, kapan sekolah? Sudah rindu sekolah. Lebih suka di sekolah. Tapi sekarang sudah terbiasa, sudah beradaptasi," katanya.

Selama masa pandemi itu juga, Emir tetap menjalankan hobinya untuk mengutak-atik robot yang dibantu pelatih melalui daring.

"Dia tetap ada waktu bermain sama temannya. Tapi juga sudah sepakat, kayak les robotnya itu kan tiap Ahad jam 5 sore sampai jam 6. Jam 5 itu biasanya masih bermain, tapi dia sudah tahu waktunya untuk les," jelas Adilah.

"Saya malah nggak paham nih bagaimana cara bikinnya, tahu-tahu sudah jadi saja. Ibu lihat sini. Dia langsung tunjukkin kan," cerita Adilah.

Emir lantas memamerkan sejumlah karyanya dalam bentuk visual permainan sepak bola, hantu dan gurita dalam laut.

Dari cerita Adilah, kegemaran Emir terhadap robotik juga telah mendorong Syakillah, kakak perempuan Emir untuk menekuni hobi yang sama.

Syakillah saat ini duduk di kelas 8 Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Makassar. Saat ditemui di sekolahnya, ia sibuk mengutak-atik laptopnya untuk memasukkan program perintah pada sebuah robot.

Robot buatan Syakillah dan tim dari sekolahnya ini yang sedang dipersiapkan untuk dibawa ke perlombaan robotik tingkat nasional di penghujung tahun ini.

"Jadi nama robotnya itu Daeng Pepe. Robot Daeng Pembatas Pengunjung," kata Syakillah.

Kata Syakillah, robot ini juga secara otomatis dapat mengeluarkan cairan penyanitasi di bagian perut yang dibuat berongga untuk memasukkan tangan. Robot ini pun dapat mendeteksi suhu badan pengunjung.

Perlombaan robotik di masa pandemi berbeda dari sebelumnya. Peserta dari seluruh sekolah yang memiliki komunitas robotik tak bisa mengikuti perlombaan secara langsung, kecuali babak final. Artinya robot dikirim ke panitia untuk diuji.

"Jadi biasanya lomba itu hadap-hadapan. Sekarang jarak jauh. Respon dan lain-lain, banyak tantangannya. Apalagi penyisihan juga menggunakan video, bagaimana penilaiannya bisa bagus, ini pertama kali dan tantangan besar buat kami," kata Rudy Prihatin, guru robotik yang mendampingi Syakillah dan tim dari MAN 2.

Padahal, kata dia, aktivitas ini dapat merangsang logika, psikomotorik, melatih kerjasama tim dan imajinasi anak.

"Robotika itu sebetulnya kompleks, elektronika, bahkan matematika dilibatkan, dan nanti kalau sudah advance, pemrograman komputer. Harus melibatkan art atau seni. Ilmu yang kompleks ini juga menghasilkan kerja sama, makanya kalau pembuatan robot itu kami usahakan bisa dalam kerjasama tim."

"Dari imajinasi juga, kan kita sering bebaskan juga, ada bahan ini, coba rakit jadi apa," kata Rudy.

Selain itu, Rudy juga ingin mematahkan mitos hobi robotika dikaitkan dengan kegemaran yang selalu mahal.

Padahal, dengan modal Rp10.000, misalnya, anak-anak bisa membuat rangkaian paling sederhana baling-baling kipas angin dari motor yang digerakkan dengan batere dan pengantar lewat uang logam.

"Saya pernah melakukannya di dua sekolah, dan mereka happy," katanya.

Menurut Adilah, ibunda Emir, putranya sebenarnya sudah siap berkompetisi lomba robotik tingkat nasional. Namun, ia tak punya teman satu hobi di sekolah-syarat perlombaan harus dilakukan berkelompok.

"Yang jadi kendala ini anak, soalnya, di sekolahnya itu masih kurang anak-anak yang berminat di robotik, sementara mau kirim Emir untuk ikut lomba, itu biasanya tim, dan biasanya minta yang satu sekolah," pungkas Adilah.

https://regional.kompas.com/read/2020/12/27/06460061/cerita-emir-anak-disabilitas-yang-hobi-membuat-robot-dibantu-pelatih-melalui

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke