Salin Artikel

Aktivis dan Lembaga Pers Kritik soal Kebebasan Berpendapat di Lampung

Penilaian tersebut mencuat dalam diskusi Menakar Kebebasan Berpendapat di Bumi Ruwa Jurai yang digelar LBH Pers Lampung, Jumat (27/11/2020).

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung Hendry Sihaloho mengatakan, bibit ancaman bagi kebebasan berpendapat dan pers sudah muncul pada akhir 2019 lalu.

"Dari catatan AJI Bandar Lampung, ada banyak ancaman bagi kebebasan berpendapat di akhir 2019 hingga sekarang," kata Hendry.

Salah satu contoh bibit ancaman itu berupa pembubaran pemutaran film "Kucumbu Tubuh Indahku" oleh organisasi keagamaan di Dewan Kesenian Lampung pada November 2019.

"Lampung ini sebenarnya aman dari ancaman kebebasan berpendapat. Tapi pembubaran film jadi perhatian serius," kata Hendry.

Hendry menambahkan, kejadian lain yang menjadi perhatian nasional dan internasional adalah peretasan akun media sosial dan doxing aktivits UKM Pers Teknokra Unila saat mengadakan diskusi tentang Papua.

Dua kejadian tersebut, menurut Hendry, sebagai warning yang harus disikapi secara serius oleh pemangku kebijakan, baik itu pemerintah daerah dan kepolisian.

Sementara itu, Direktur LBH Bandar Lampung Chandra Muliawan menyinggung penangkapan 242 orang pada saat unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja pada awal Oktober 2020 lalu.

"Ratusan orang ditangkap tanpa status oleh aparat kepolisian. Penangkapan ini yang menjadi pertanyaan," kata Chandra.

Chandra mengatakan, kepolisian memang mempunyai hak untuk menggeledah dan menangkap seseorang.

Namun, hal itu jika memang ada indikasi, status, maupun bukti bahwa orang itu layak ditangkap.

"Misalnya membawa molotov, benar bisa ditangkap karena berpotensi gangguan keamanan. Tetapi, yang terjadi kemarin, ratusan pelajar dan mahasiswa yang hendak berunjuk rasa ditangkap selama sehari tanpa status apapun," kata Chandra.

Di sisi lain, Kepala Bidang Hukum Biro Hukum Polda Lampung AKBP Made Kartika mengatakan, dalam perspektif hukum, kebebasan berpendapat sangat terbuka.

"Namun, kebebasan di sini bukan sebebas-bebasnya, tapi ada aturannya," kata Made.

Made mengatakan, jika penyampaian pendapat dilakukan dengan tertib, kepolisian akan bersikap kooperatif.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/27/13195451/aktivis-dan-lembaga-pers-kritik-soal-kebebasan-berpendapat-di-lampung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke