Salin Artikel

Haru, Nadif Ikuti Wisuda Virtual Seorang Diri di Makam Sang Ayah, Ini Ceritanya

Makam sang ayah berada di TPU yang berjarak 1 kilometer dari rumahnya di Desa Karangsari Kecematan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara.

Keputusan tersebut ia ambil untuk mewujudkan mimpi sang ayah yang ingin menemani anaknya saat wisuda.

Selain itu ia ingin menebus kesalahannya karena saat sang ayah meninggal setahun lalu, Nadif sedang di luar kota.

Kala itu, menurut Nadif ia mengikuti kegiatan selama 10 hari di Semarang. Saat akan pulang, sang ayah menghembuskan napas terakhirnya.

"Sebelum meninggal, via telepon ayah menginginkan saya pulang, tapi saya lagi ngurus kegiatan 10 hari full, jadi memutuskan tidak pulang. Kegiatan hari terakhir saya ke Semarang, pagi harinya ayah enggak ada," ujar Nadif saat dihubungi, Rabu (25/11/2020).

"Itu salah satu penyesalan saya yang mendalam bagi seorang aktivis yang terlalu memperjuangkan kepentingan umum. Ini pelajaran buat teman-teman semua, bagaimanapun keluarga adalah prioritas utama, keluarga adalah tempat kita pulang," pesan Nadif.

Ia bercerita keputusannya untuk mengikuti wisuda secara virtual di makam sang ayah sangat mendadak.

Sehari sebelum wisuda, ia tinggal sendirian di satu wisma di Purwokerto. Sementara rekan-rekannya yang lain memilih pulang agar bisa mengikuti wisuda virtual bersama keluarga.

"Saya ditinggal sendirian. Saya mikir kalau wisuda di rumah banyak kendala, enggak ada sinyal, enggak ada akses Zoom, ibu juga sudah tua, kurang puas aja kalau ikut wisuda virtual," kata Nadif.

Namun pagi hari sebelum wisuda, Nadif memutuskan pulang ke kampung halamannya.

"Akhirnya saya memutuskan bagaimana merayakan wisuda layaknya teman-teman yang lain, meskipun dengan kondisi yang berbeda. Tapi saya yakin ini adalah bentuk rasa syukur terhadap orangtua yang memberi semangat untuk menyelesaikan studi," ujar Nadif.

Setelah sampai di rumah, Nadif dibantu seorang temannya mempersiapkan perangkat seperti laptop dan ponsel pintar di TPU agar bisa mengikuti wisuda secara virtual.

"Perasaan haru dan sedih terasa ketika melihat layar mereka (teman-teman) dengan keluarga masing-masing. Berbeda dengan saya di makam sendirian, tidak ada keluarga, itu yang saya merasa benar-benar trenyuh banget," tutur Nadif.

Tapi sang ibu tak berangkat karena sedih melihat anak bungsunya wisuda tanpa sang ayah.

"Saya bilang ke Ibu ayo ke makam Bapak untuk melaksanakan wisuda bareng, tapi Ibu enggak kuat, saya tanya kenapa? (karena) sedang di posisi antara sedih dan bahagia. Sedih melihat wisuda tanpa ayah, bahagia anaknya wisuda tepat waktu. Ibu memutuskan tidak ikut," kata Nadif.

Ia yakin jika orangtuanya bangga saat melihat anaknya menyelesaikan kuliah tepat waktu dengan hasil yang memuaskan.

Saat merampungkan S1, Nadif mendapatkan IPK 3,4.

"Orangtua mungkin tidak bangga ketika saya pernah jadi Presiden BEM, karena tidak tahu. Orangtua lebih bangga ketika lulus tepat waktu dan hasilnya bagus, alhamdulillah IPK saya 3,4," kata Nadif.

Setelah lulus S1, Nadif berencana untuk meneruskan kuliah ke jenjang S2 seperti amanat almarhum ayahnya.

"Seminggu sebelum ayah meninggal, pesan intinya bisa lanjut kuliah lagi.'Ayahmu ini udah bodoh, minim pendidikan', ayah enggak mau anak-anaknya mengalami hal yang sama, harus lanjut S2. Saya rencana mau ambil hukum ekonomi sama magister manajemen, kepeginnya ngambil dua-duanya," ujar Nadif.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Fadlan Mukhtar Zain | Editor : Khairina)

https://regional.kompas.com/read/2020/11/26/13530001/haru-nadif-ikuti-wisuda-virtual-seorang-diri-di-makam-sang-ayah-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke