Salin Artikel

Duduk Perkara Uji Kejujuran dengan Pegang Besi Panas di Sikka, Disebut Tak Sesuai dengan Sumpah Adat

MA dihukum memegang besi panas untuk membuktikan kebenaran atas tuduhan bersetubuh dengan seorang perempuan.

Akibatnya kejadian tersebut, telapak tangan MA melepuh dan terluka hingga ia tak bisa bekerja.

Kasus tersebut berawal saat seorang perempuan berinsial MYT melaporkan MA ke pihak desa dengan tuduhan telah melakukan hubungan badan dengan yang bersangkutan pada 12 Agustu 2020.

Laporan MYT ke pihak desa dilakukan pada Oktober 2020.

Pada Sabtu (14/11/2020) MA dipanggil oleh lembaga adat dan Pemerintah Desa Baemokot terkait tuduhan tersebut.

Di depan warga dan lembaga adat, MA menegaskan jika ia tidak pernah melakukan persetubuhan seperti yang dituduhkan MYT.

Namun lembaga adat tetap melakukan sumpah dengan dengan cara meletakkan besi panas di telapak tangan MA.

Jika telapak tangannya terluka, maka ia dinyatakan bersalah. Namun jika telapak tangannya tidak terluka, maka pernyataan MA benar dan ia tidak bersalah.

Ia kemudian diminta untuk membuka telapak tangannya. Karena banyak warga di Kantor Desa Baemokot, MA pun pasrah saat diminta untuk memegang besi panas.

“Saya diminta untuk duduk di Kantor Desa Baomekot untuk membuktikan kebenaran itu. Saya lihat mereka bakar besi ukuran 10 sentimeter dengan tempurung. Setelah besi panas seperti bara api, mereka meminta saya untuk membuka telapak tangan."

"Besi panas itu langsung ditaruh di telapak tangan saya. Akibatnya telapak tangan saya terluka. Saya terpaksa menyerahkan tangan saya karena takut, habis warga banyak sekali di Kantor Desa Baomekot,” ungkap MA di Maumere, Senin (16/11/2020).

Setelah kejadian tersebut, ia pergi ke puskesmas untuk mengobati tangannya yang terluka. Ia juga membuat laporan ke polisi terkait kasus penganiayaan.

MA bercerita ia tak bisa bekerja untuk menafkahi keluarganya. Sebagai sopir, ia tak mungkin bisa mengemudi dengan kondisi telapk tangan terluka.

“Sekarang saya tidak bisa kerja untuk bawah mobil karena tangan saya terluka. Jadi, sekarang saya di rumah saja, sampai tunggu telapak tangan saya sembuh, baru kerja,” kata MA.

Ia mengatakan seorang perempuan berinisial MYT (34) ke lembaga adat dan pemerintah Desa Baomekot. MYT menuduh MA telah melakukan hubungan badan dengannya.

Menurut Laurensius, pemerintah desa memfasilitasi ritual adat untuk membuktikan tuduhan yang dilayangkan pihak perempuan.

Ritual adat itu, kata Laurensius, telah dilakukan secara turun temurun.

“Tujuannya untuk menguji kejujuran seseorang,” kata Laurensius.

Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan lembaga adat untuk melaksanakan hal itu.

“Dihukum dengan besi panas itu yang bersangkutan yang mau. Dalam surat pernyataan yang bersangkutan yang menanggung risiko. Yang bersangkutan mau agar tangan ditaruh besi. Jadi tidak ada unsur paksa pihak manapun,” kata Laurensius kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (17/11/2020).

Terkait kejadian tersebut, Polsek Kewapante, Kabupaten Sikka telah memanggil perwakilan Desa Baomekot dan lembaga adat terkait kasus hukuman menempelkan besi panas ke tangan salah satu warga.

Klarifikasi dilakukan pada Selasa (17/11/2020).

“Kita paggil mereka untuk minta klarifikasi lemabaga adat, pemerintah desa, dan korban atas persoalan itu,” jelas Kapolsek Kewapante Iptu Margono saat dikonfirmasi, Rabu (18/11/2020).

Saat ini polisi masih berusaha mempertemukan korban dan perangkat desa untuk berdialog. Namun korban belum bersedia karena masih menunggu keluarga besarnya.

Ia mengatakan seharusnya ada tahapan adat yang dilewati saat sumpah adat memegang besi panas yang dikenal dengan istilah nerang rebu gahu.

Tahapan itu dimulai dengan penyampaian pesan dari tetua menggunakan bahasa adat. Lalu, membakar kayu untuk memanaskan besi.

Membakar besi juga harus diawali dengan ritual adat. Besi yang digunakan harus berbentuk pelat, bukan bulat.

Menurutnya tahapan yang dilakukan adalah kesepakatan adat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Setelah dibakar, jelas Viktor, besi panas akan ditaruh di lembaran daun sembari dibacakan mantra.

Setelah itu, besi panas yang telah dibungkus daun itu diletakkan di telapak tangan orang yang dituduh.

Setelah itu tertuduh berjalan kaki sejauh lima sampai tujuh depa membawa besi panas dibungkus daun.

Tak hanya tertuduh, pelapor juga harus melakukan hal sama. Karena itu jika hanya MA yang memegang besi panas, Viktor menyebut jika hal itu jauh dari adat nenek moyang.

“Jika hanya laki-laki sebagai tertuduh yang memegang besi panas, hal itu sama sekali jauh dari ketentuan adat yang diwariskan nenek moyang. Mestinya tertuduh maupun pelapor melakukan hal yang sama yakni disumpah memegang besi panas,” jelas Viktor saat ditemui, Rabu (18/11/2020).

Kepada Kompas.com, Viktor mengatakan tak hadir di pertemuan yang digelar di kantor desa. Dari 10 tetua adat, hanya lima orang hadir di ritual adat tersebut.

Viktor mengaku tak hadir karena ritual adat itu diilai tak memiliki dasar hukum yang tertuang di rancangan Peraturan Desa Baomekot tentang adat.

“Kami ada 10 orang pemuka adat yang terpilih. Tetapi, belum dikukuhkan secara adat, sehingga kami belum bisa mengambil keputusan bersama. Jadi, keputusan yang diambil terhadap MA tidak tepat sasaran,” tambah Viktor.

Sementara itu Kapolres Sikka AKBP Sajimin mengatakan kasus tersebut sudah diambil alih dan akan ditangani Polres Sikka.

“Korban melaporkan Kepala Desa Baomekot. Barang bukti sudah diamankan dan pelaku sudah melakukan visum,” kata Sajimin.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Nansianus Taris | Editor: Dheri Agriesta, Robertus Belarminus)

https://regional.kompas.com/read/2020/11/20/10500011/duduk-perkara-uji-kejujuran-dengan-pegang-besi-panas-di-sikka-disebut-tak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke