Salin Artikel

Detik-detik Banjir Bandang di Kawasan Wisata Sungai Landak, Warga: Suaranya Bikin Jantung Mau Copot

Sejumlah warga dan relawan tampak membersihkan puing-puing bangunan atau pondok yang luluh lantak diterjang banjir bandang pada Selasa (17/2020) malam hingga Rabu dini hari.

Banjir bandang ini tidak memakan korban jiwa, namun rusaknya beberapa fasilitas wisata menyisakan rasa takut di beberapa warga.

Seorang saksi mata, Derlina Perangin-angin kepada Kompas.com ketika ditemui di depan rumahnya yang berhadapan langsung dengan Sungai Landak menceritakan, banjir bandang yang terjadi pada Selasa malam hingga Rabu kemarin itu adalah kejadian yang paling besar.  

"Banjir sebesar ini, abang saya, bapak saya yang sudah berumur 80 tahunan bilang, inilah banjir yang paling besar, tidak pernah sebesar ini sebelumnya," katanya, Rabu (18/11/2020) sore. 

Dijelaskannya, banjir bandang itu terjadi cukup lama. Selasa sekitar pukul 20.00 WIB, dia bersama suaminya sempat turun ke bawah untuk mengambil beberapa barang yang bisa diselamatkan.

Namun, tak lama kemudian air semakin tinggi. Sekitar pukul 22.00 WIB hingga 01.00 WIB itulah banjir bandang terjadi membawa kayu-kayu besar beserta akar-akarnya.

Menurut Derlina, tidak terhitung berapa jumlah batang kayu besar yang sudah melintas di depannya.

"Saya mendengar suara air ini, sampai mau copot jantung saya ini. Makanya berdoa terus, barang-barang saya tidak peduli. Saya tidak ada daya lagi. Sama suami saya cuma menengok sajalah sambil berdoa sama Tuhan. Supaya jangan dideraskan airnya," katanya.

Dia menduga kayu-kayu tersebut berasal dari hutan di Taman Nasional Gunung Leuser setelah terjadi longsor, bukan karena adanya penebangan.

"Bapak lihat itu sama akar-akarnya. Kalau penebangan, itu kan ada bekas dormal. Ini tidak ada bekas dormalan. Kami yakin tidak ada penabangan liar, memang kuasa Tuhan yang sudah disampaikan sama Landak River inilah mungkin," katanya.

Ditemui di pinggir sungai, Risnawati menjelaskan, akibat banjir bandang dia banyak mengalami kerugian, mulai dari bangunan, jembatan (titi), pondokan, tanah sedikit hancur, begitupun gensetnya juga hilang.

Dia menduga gensetnya tertimbun puluhan batang kayu yang melintang di atas bangunan villanya.

"Di sini banyak kayu melintang kami bersihkan cepat karena mengejar ekonomi untuk tahun baru," katanya.

Menurut Risnawati, dibutuhkan sekitar 1 bulan untuk membersihkan puing-puing karena kemungkinan besar tidak ada tamu pasca-banjir bandang.

Pernah terjadi 20 tahun lalu

Seorang perangkat desa, Dedi mengatakan dirinya mengetahui terjadi banjir bandang setelah diberitahu oleh warga.

Setelah melihat ke lokasi, dia melihat banyak kayu. Dedi bersama beberapa orang lainnya juga sudah menyurvei lokasi sejauh 5 km dari hulu hingga hilir.

Kayu-kayu tersebut turun dari gunung di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Di salah satu titik di lokasi banjir, terdapat beberapa batang pohon yang sudah dalam keadaan terpotong.

Menurut Dedi, batang kayu tersebut sebelumnya adalah pohon besar utuh beserta akar-akarnya kemudian dipotong-potong oleh warga.

"Banjir bandang itu menghanyutkan pohon beserta akar-akarnya. Itu dipotong-potong sama masyarakat setempat tadi pagi. (Pembalakan) tidak ada. Karena di atas titik longsornya sangat banyak. Banjir besar seperti ini sudah 2 kali tapi itu (terakhir terjadi) sekitar 20 tahun lalu," katanya.

Pantauan di lokasi, puing-puing bangunan, batang-batang pohon, bambu dalam jumlah banyak berserakkan di pinggiran maupun di tengah badan sungai.

Di beberapa titik di kawasan ini, sebelumnya digunakan sebagai tempat kemping pengunjung. Setiap bulan, puluhan hingga ratusan orang kemping di tempat ini.

Kawasan wisata ini berjarak sekitar 85 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua selama 2,5 jam. Tempat ini hanya berjarak 5 hingga 6 km dari kawasan wisata Bukit Lawang.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/19/06022071/detik-detik-banjir-bandang-di-kawasan-wisata-sungai-landak-warga-suaranya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke