Salin Artikel

Deki Syaputra, Pemuda Penjaga Aksara Incung dan Pembaca Kitab Tua

Sedikit sekali, generasi muda yang memahami dan dapat membaca aksara incung dengan baik.

Prihatin dengan keadaan itu, Deky Syaputra, seorang pemuda berusia 29 tahun membagi ilmu tentang aksara incung kepada generasi muda.

"Kalau generasi muda tidak paham aksara incung, maka aksara ini sedang terancam punah," kata Deki Syaputra yang juga Dosen Universitas Batanghari, melalui pesan singkat, Rabu (28/10/2020).

Ia membuka kelas belajar di rumah bagi para anak muda yang hendak belajar dan memahami incung.

Muridnya sudah banyak, tapi rumahnya sempit. Dia berpikir untuk memiliki rumah baca sendiri, sehingga bisa menampung banyak orang.

Deki tidak hanya mengajari anak muda, dia juga membekali aksara incung kepada guru-guru tingkat SD sampai SMP di Sungaipenuh sejak 2015.

Tiga tahun lamanya dia mengajari aksara incung kepada guru-guru, mulai dari 28 huruf, bunyi, simbol dan tanda baca.

Dengan demikian, para guru dapat mengajari ratusan murid di sekolah.

Apa yang dilakukan Deki berbuah manis. Darmanya diapresiasi positif pemerintah.

Dia pun diminta menyusun bahan ajar muatan lokal khusus aksara incung untuk semua sekolah.

Pemuda yang lahir di Sungaipenuh dengan pendidikan akhir Ilmu Sejarah di Universitas Andalas ini, begitu mencintai aksara incung.

Tidak hanya menguasai aksara incung, Deki pun dapat membaca naskah tua yang berusia ratusan tahun.

"Aksara incung merupakan salah satu aksara yang digunakan dalam manuskrip, berisi kekayaan budaya tua Kerinci," kata Deki menegaskan.

Keahlian Deki membaca naskah tua, dapat memberi pemahaman kepada masyarakat pemilik tinggalan pusaka (naskah) agar terus dilestarikan dan dijaga dengan baik.

Tidak hanya membantu orang agar mampu membaca aksara incung, Deki tak terhitung kali, membantu peneliti naskah-naskah tua di Kerinci.

"Saya bantu peneliti yang melakukan kajian terhadap naskah-naskah tua. Inilah sumbangan dari Saya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan masa lampau," kata Deki lagi.


Belajar Sejak SMA

Ketertarikan Deki kepada naskah tua dan aksara incung sudah tumbuh sejak di bangku sekolah menengah atas.

"Saya belajar otodidak dari beberapa buku Westernenk dan buku tambo yang dikumpulkan Voorhoeve pada 1942 lalu," kata Direktur Lembaga Studi Sejarah Jambi ini.

Selain membaca buku, Deki pun berguru pada maestro Iskandar Zakaria dan Depati Alimin. Dari mereka, Deki belajar huruf, bunyi dan tanda baca aksara incung.

Aksara incung dibentuk oleh garis-garis lurus, patah terpancung, dan lengkungan. Untuk beberapa huruf, ada kemiripan dengan Lampung, Ulu dan Batak.

Deki pun terus mengasah kemampuan membaca aksara incung, dengan membaca tulisan tua yang terukir di tanduk kerbau, ruas bambu, kain dan lontar.

Tulisan incung merupakan peradaban masa silam suku Kerinci. Ini dibuktikan dengan adanya benda-benda pusaka (pedandan) negeri yang menyertakan aksara tersebut.

Dia menyatakan sangat berharap aksara incung dipopulerkan tanpa mengubah dan mengurangi aturan baca tulisnya.

Penambahan tanda atau simbol huruf atau bunyi menggerus tata bahasa naskah kuno incung.

Menurut Deki, karakteristik bahasa Kerinci sekarang terletak pada kekayaan dialek. Hal begitu tidak ditemui di daerah lain di Indonesia.

Di antara faktor yang mempengaruhi banyaknya dialek suku Kerinci tersebut adalah dominasi hubungan geneologis teritorialnya.


Dengan momen sumpah pemuda kali ini, Deki berharap kekayaan budaya Kerinci, yang tertuang dalam aksara dan bahasa dapat memperkuat budaya nasional.

Sementara itu, Elva Yusanti dari Tim Analis Kata Kantor Bahasa Provinsi Jambi, menyebutkan bahasa Kerinci begitu kaya, lengkap dan unik.

Atas dasar itu, kata Elva, kantor bahasa pada awal 2020 lalu, mulai menggali kembali kosakata bahasa Kerinci yang berpotensi untuk diusulkan ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Data yg terkumpul baru sekitar 300 kosakata, yang sudah meliputi kosakata dasar, kosakata budaya, ungkapan, dan peribahasa.

"Kosakata ini harus divalidasi terlebih dahulu kepada penutur jati bahasa Kerinci sebelum diusulkan ke KBBI," kata Elva menjelaskan.

Pengusulan ke KBBI Cukup sulit, karena ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebelum diusulkan yaitu konsepnya unik, berkonotasi positif, seturut kaidah, dan eufonik (sedap didengar).

Untuk saat ini, ada beberapa kosakata Kerinci yang telah masuk ke KBBI, seperti larik, mandah kincai, mindulahin dan siwek.

Secara total, bahasa daerah Jambi yang sudah masuk sekitar 53 kosakata.

Dengan banyak pemuda yang peduli kepada bahasa, tentu akan merawat dan melestarikan aksara, bahasa daerah dan Bahasa Indonesia secara utuh dan berkelanjutan.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/29/15515601/deki-syaputra-pemuda-penjaga-aksara-incung-dan-pembaca-kitab-tua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke