Salin Artikel

IDI Perkirakan September dan Oktober Puncak Covid-19 di Medan

Setiap hari melewati pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD) menuju lift baru sampai ke ruang isolasi.

Lalu lintas menuju ruang isolasi ini yang berpotensi menyebarkan virus antara pasien non-Covid atau tenaga kesehatan (nakes) yang tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) level tiga.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Medan dr Wijaya Juwarna mengatakan, APD level tiga dipakai di ruang isolasi untuk melakukan trakeostomi atau intubasi bagi spesialis anestesi.

Atau mereka yang bertugas di poli THT, poli gigi dan mulut, ini wajib mengenakan APD level tiga. Keadaannya saat ini, pastilah ada satu waktu APD tersebut berkurang karena tidak hanya fokus di ruang isolasi. 

"Makanya saya pernah bilang, kalau bisa ada khusus rumah sakit yang menangani Covid, supaya tidak bercampur-aduk lalu lintas ini..." kata Wijaya kepada Kompas.com lewat sambungan telepon pada Rabu (9/9/2020).

"Dalam rangka apa? untuk meminimalkan kontak penyebaran dan mengendalikan penggunaan APD. Coba banyangkan, kalau gabung satu bangunan, lewatlah di IGD, mau tak mau petugas IGD harus memakai APD level tiga juga. Selama ini mereka memakai APD level dua dan satu, ketika ada nakes yang kena, justru yang tidak bekerja di ruang isolasi. Analisis saya, mereka terkena di lalu lintas - lalu lintas ini..." ucap dokter ramah ini. 

Jumlah nakes positif Covid-19 di Kota Medan yang saat ini dirawat di rumah sakit dan melakukan isolasi mandiri di rumahnya sebanyak 15 orang. Nakes yang meninggal dunia sebanyak 11 orang, dari jumlah tersebut, yang menangani Covid-19 cuma dua orang. 

"Artinya sembilan orang tidak langsung menangani Covid, di manalah kenanya, kan gitu? Analisis saya, mereka tidak memakai APD level tiga, berada di lalu lintas penyebaran, bisa saja dia jumpa pasien yang OTG atau positif Covid," katanya dengan logat Medan yang kental.

Dijelaskan Wijaya, APD level tiga seperti astronot. Terdiri dari hazmat, face shield atau helmet dan masker N-95. Kalau level dua, hazmat bertukar menjadi gaun medis tapi maskernya N-95.

Masker ini menurutnya masih yang masih banyak kekurangan sehingga terkadang berulang kali dipakai nakes. 

"Beberapa kawan-kawan yang melakukan operasi, sampai lima kali pakai baru diganti rumah sakit. Idealnya, kalau di luar negeri, sekali pakai. Hazmat juga perlulah kita penambahan..." tuturnya.


Covid-19 masih agresif

Ditanya tren peningkatan kasus Covid-19 di Kota Medan, Wijaya mengatakan masih sangat agresif. Indikasinya dari jumlah nakes yang dirawat bertambah.

Kalau sudah dokter menjadi pasien, berarti benteng pertahanan sudah diserang, apalagi masyarakat yang tidak mengetahuinya.

"Prediksi saya, September dan Oktober inilah puncak-puncaknya," kata Wijaya. 

Dirinya menghimbau masyarakat jika merasakan gejala-gejala Covid-19, segeralah memeriksakan diri, jangan didiamkan atau sembunyikan.

Masker wajib digunakan seperti layaknya menggunakan sepeda motor, tetap hindari kerumunan sebisa mungkin, sering cuci tangan dan jaga jarak minimal dua meter. Kemudian, jika tidak emergency sekali hindarilah ke rumah sakit untuk pasien non-Covid.

Untuk pemerintah, dia tak mau banyak berkomentar, meski berharap lebih agresif memberikan perhatian kepada para nakes yang merupakan aset negara. 

"Kalau petugasnya saja kena, bagaimana dia mau menolong masyarakat, ini butuh perhatian jugalah. Di sisi lain, nakes juga perlu waspada..." pungkasnya. 

https://regional.kompas.com/read/2020/09/10/07431091/idi-perkirakan-september-dan-oktober-puncak-covid-19-di-medan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke