Salin Artikel

Rektor IPDN: Kekerasan Antar-Praja, Narkoba dan Aborsi, Itu Cerita Kelam Masa Lalu

Hadi mengatakan, dalam rapat dengar tersebut, anggota DPR RI mengungkap adanya dugaan kekerasan antar-praja, narkoba dan aborsi di lingkungan IPDN kampus Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

"Bagi IPDN, itu adalah cerita kelam masa lalu," ujar Hadi kepada Kompas.com melalui WhatsApp, Rabu (15/7/2020).

Hadi memastikan, kekerasan antar-praja, penyalahgunaan narkotika, dan aborsi di lingkungan IPDN sudah tidak terjadi lagi.

Hadi menuturkan, sejak insiden meninggalnya Praja Wahyu Hidayat tahun 2003, dan Praja Clift Muntu tahun 2007, kasus kekerasan di IPDN sudah sangat jauh menurun dan sudah tidak ada lagi saat ini.

"Penyalahgunaan narkoba oleh oknum praja terakhir kali ditemukan di kampus IPDN Jatinangor pada tahun 2007," tutur Hadi.

Kasus aborsi terjadi 20 tahun lalu

Hadi menyebutkan, untuk kasus aborsi sendiri, terakhir kali terjadi pada tahun 2000, atau 20 tahun yang lalu.

"Pernyataan yang disampaikan oleh yang terhormat anggota DPR RI Junimart Girsang pada Rapat Dengar Pendapat itu memang ada benarnya. Tapi, itu adalah bagian dari pengalaman pahit di masa lalu IPDN yang kadang masih diungkit saat ini," sebut Hadi.

Hal ini, kata Hadi, karena berita tentang IPDN pada masa itu sangat heboh atau istilah saat ini sangat viral di media mainstream. Sehingga masih membekas dalam ingatan banyak orang.

Namun, kata Hadi, perlu juga diketahui bahwa IPDN adalah lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat orang-orang terdidik yang terus berupaya mencari ilmu dan kebenaran.

Tentunya, kata Hadi, apa yang dihasilkan oleh IPDN yaitu alumninya dapat berguna bagi nusa dan bangsa.


Kasus pengasuh minta setoran praja

Hadi mengatakan, terkait sorotan lain tentang adanya oknum pengasuh yang menekan praja atau meminta setoran ke praja, saat ini sedang didalami.

Karena sejauh ini, kata Hadi, tidak ada laporan tentang hal tersebut. Baik dari praja maupun orangtua praja.

"Semoga ini hanya isu karena sangat mencederai amanat, semangat dan tanggungjawab pengasuh sebagai pembina, sekaligus pengganti orangtua praja yang berada di samping praja setiap hari, setiap saat," sebut Hadi.

Hadi menuturkan, jika memang faktanya ada, maka hukuman yang akan diberikan kepada oknum pengasuh ini akan sangat berat.

"Saya melihat komitmen Pak Mendagri dalam peningkatan IPDN ini sangat tinggi. Pengasuh, dosen, dan pelatih adalah garda terdepan dalam pembentukan karakter praja yang cerdas, militan, disiplin, dan siap melayani masyarakat" tutur Hadi.

Hapus pola pembinaan oleh senior

Hadi menyebutkan, kasus kekerasan antar-praja, narkoba, dan aborsi ini dapat diminimalisasi berkat komitmen dan langkah konkret yang dilakukan manajemen IPDN pasca-recovery tahun 2003 dan evaluasi IPDN pada tahun 2007.

Di mana, terjadi perubahan pola pikir praja, tradisi kampus, kurikulum, dan pendekatan dalam pembinaan praja.

Seperti, kata Hadi, perubahan budaya senioritas, di mana, sebelum kejadian Wahyu Hidayat, senior dapat langsung memberikan pembinaan kepada juniornya, hal ini lazim di sekolah kedinasan pada masa itu.

Namun, kata Hadi, setelah kejadian tersebut, pembinaan tidak boleh lagi dilakukan oleh senior tapi hanya oleh pengasuh yang berstatus Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara (ASN).


Perbanyak tenaga pengasuh, berlakukan tes urine

Hadi menambahkan, bidang pengasuhan juga diperkuat dengan memperbanyak tenaga pengasuh yang direkrut tiap tahun.

Lalu diberikan pendidikan dan pelatihan, dibekali dengan panduan dan kurikulum pengasuhan. Sehingga, pola pengasuhan lebih persuasif dan humanis.

"Kami juga rutin melakukan tes urine, khususnya saat praja kembali ke kampus setelah melaksanakan Cuti Hari Raya dan Cuti Akhir Semester," kata Hadi. 

"Hal ini, untuk mendeteksi secara dini apabila terdapat praja yang menyalahgunakan narkoba atau praja putri yang hamil," lanjut Hadi.

Penegakkan disiplin

Hadi menambahkan, langkah lainnya yaitu pengawasan dan penegakan disiplin praja lebih ditingkatkan.

Selain penambahan tenaga pengasuh, juga pemanfaatan teknologi dan penerapan hukuman tegas bagi praja yang melakukan pelanggaran.

"Bagi praja yang melakukan pelanggaran penyalahgunaan narkoba dan aborsi hukumannya sangat keras yaitu pemberhentian sebagai praja," kata Hadi. 

"Sedangkan untuk kekerasan diberhentikan atau paling ringan dijatuhi hukuman turun atau tinggal tingkat." 

https://regional.kompas.com/read/2020/07/15/13053391/rektor-ipdn-kekerasan-antar-praja-narkoba-dan-aborsi-itu-cerita-kelam-masa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke