Salin Artikel

Kisah Suparman Si "Superman", 145 Kali Donasi Darah hingga Dapat Penghargaan dari SBY

Namun, siapa sangka di dunia nyata ada juga yang mendedikasikan hidupnya untuk menolong banyak orang.

Bukan dengan kekuatan super seperti milik manusia dari planet krypton itu, tetapi dengan berdonasi darah.

Hal itu yang dilakukan Suparman, Selama 35 tahun, warga asal Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ini rutin mendonasikan darahnya demi menolong orang yang membutuhkan.

Itu artinya selama rentang waktu yang ada, lelaki usia 55 tahun ini sudah berkali-kali merasakan tajamnya jarum suntik.

"Terakhir donasi pada 25 Juni kemarin dan tercatat sebagai donasi ke-145," ujar Suparman melalui sambungan telepon, Selasa (14/7/2020).

Kebiasaan berderma darah sudah dilakukannya sejak tahun 1985. Tepatnya selepas menyelesaikan pendidikan di bangku SMA.

Saat awal-awal hendak berdonasi, pria yang akrab dengan sapaan Maman ini sempat ditolak beberapa kali karena berat tubuhnya yang tidak memenuhi syarat pengambilan darah.

Dia pun lantas terpacu meningkatkan bobot tubuhnya dari awalnya 45 kilogram menjadi lebih berat lagi agar bisa berdonasi, hingga kemudian sukses donasi perdana.

Pengambilan darah itu dilakukan sekitar tiga bulan sekali di fasilitas kesehatan milik Palang Merah Indonesia di wilayahnya.

Awal pengambilan darah sebanyak 250 cc, lalu belakangan menjadi 350 cc karena ketahanan tubuhnya yang dianggap cukup baik.

Menurut pemilik golongan darah O ini, berdonasi darah menjadi kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan.

Bahkan jika tidak melakukannya atau sekedar telat waktu menderma, dia mengaku merasakan adanya gangguan kesehatan dan juga berdampak pada menurunnya etos kerja.

"Kalau enggak donasi, badan loyo kerja jadi gak semangat," ucapnya.

Bapak dari tiga anak ini senantiasa menjaga vitalitas tubuhnya agar tetap bisa berdonasi sekaligus menjaga kualitas darah.

Itu dilakukannya dengan cara berolahraga rutin selama 30 menit setiap harinya. Pilihan olahraganya berupa bersepeda dengan jarak tempuh sejauh 5 kilometer.

Selain itu juga aktif dalam sebuah kelompok senam yang bernama olahraga hidup baru (Orhiba), yang menurutnya gerakannya cocok baginya.


Hal yang tidak kalah penting lainnya adalah menjaga asupan makanan. Berpuasa juga kerap dilakukan untuk menjaga stabilitas tensi darahnya.

"Kalau tensi naik, kan, enggak bisa mendonasi," ungkapnya.

Penghargaan Satya Lencana

Apa yang dilakukan Suparman memang layak mendapatkan apresiasi.

Sebab, tidak banyak orang yang mendedikasikan diri seperti itu, bahkan mampu konsisten puluhan tahun.

Karena sikap konsistensinya itu, Suparman mendapatkan apresiasi langsung dari pemimpin tertinggi negeri saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Suparman diberi penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial langsung oleh Presiden ke-6 RI SBY tahun 2011.

Pada penganugerahan massal yang berlangsung di Jakarta saat itu, lelaki yang dikarunia anak kembar ini masuk dalam kategori donor darah muda.

Sebab, meski baru berusia 45 tahun, tetapi sudah berdonasi darah lebih dari 100 kali.

Atas pencapaiannya itu Suparman diganjar tanda jasa berupa piagam penghargaan dan juga sebuah cincin emas seberat 4 gram.

Suparman menceritakan, cincin itu pernah "menolongnya" sebagai jaminan gadai untuk menyokong modal usahanya yang sempat lesu.

"Tapi Alhamdulillah sekarang cincinnya sudah kembali saya simpan," ungkapnya.


Hidup Ikhlas dan Semangat

Bagi Suparman apresiasi itu bukanlah tujuan utamanya. Apresiasi menurutnya hanya bonus dari tujuan besarnya selama mendermakan darah.

Dia mengungkapkan, yang terpenting dari hidup adalah kesehatan serta daya manfaat bagi orang lain. Hal itu pula yang menjadi pondasi awal memulai donasi darah.

"Awalnya dulu demi kesehatan dan beramal," lanjutnya.

Apalagi dengan berdonasi, dia merasakan manfaat yang luar biasa. Tidak hanya pada kesehatan dirinya sendiri, tetapi juga manfaat yang mungkin dirasakan orang lain yang membutuhkan.

"Alhamdulillah juga saya tidak pernah sakit sampai perlu rawat inap. Sakit ya hanya sakit ringan-ringan saja," ungkap Suparman.

Hidup terasa bermanfaat bagi orang lain itu juga kerap dirasakannya saat ada yang datang langsung kepadanya untuk meminta bantuan darah.

Dia akan melayaninya dan jika kebetulan baru saja mendonasi, dia tak segan menyerahkan kartu donasi darahnya sebagai "kartu sakti" untuk mempermudah mengurus permohonan darah di fasilitas PMI.

Dengan berdonasi itu pula dia meniatkannya sebagai bagian dari ibadah. Sebagai ladang amal bekal kehidupan di akhirat nantinya.

Latar belakang

Semangat dan ikhlas menjadi bagian dari kunci sukses kelancaran kehidupan. Ini membentuk karakter Suparman yang sederhana, rendah hati, dan bersahaja.

Modal itu juga dipraktikkan untuk menjalankan usaha agen koran yang telah dilakukannya sejak tahun 1983. Usahanya itu naik turun, tetapi dia tetap bersemangat menjalankannya.

Hingga kini dia masih mengelola usahanya yang bertempat di sebuah toko di Jalan Gajah Mada Tulungrejo, Pare.


Lulusan sarjana tahun 1990 itu mempunyai 12 tenaga loper koran untuk menjangkau sekitar 400 pelanggan tetap korannya.

Harapan

Berdonasi darah menurutnya tidak hanya tentang pola hidup sehat, tetapi juga hal mulia yang bisa menyelamatkan banyak nyawa.

Dia berharap sudut pandang itu bisa menjadi titik masuk pemahaman bagi generasi muda sehingga nantinya banyak yang turut aktif berpartisipasi donasi darah.

Suparman berharap terus bisa berdonasi hingga akhir hayatnya, minimal bisa membukukan angka donasi ke 200 mengingat aturan umum pembatasan usia 60 tahun untuk donor.

https://regional.kompas.com/read/2020/07/15/06000021/kisah-suparman-si-superman-145-kali-donasi-darah-hingga-dapat-penghargaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke