Salin Artikel

Produsen Tas hingga UMKM Batik di Kulon Progo Banting Stir Bikin Hazmat Suit

S&R Production (SRP) merupakan produsen tas di Kapanewon Nanggulan sejak 2002. Perusahaan ini pernah menyuplai salah satu brand nasional. 

Sareh Budiarto, pemilik SRP, mengungkap bagaimana perusahaanya terpaksa banting stir dari bikin tas kini membuatt Alat Pelindung Diri (APD) semasa pandemi. Pasalnya, produksi tas jeblok sejak awal Maret 2020 lalu. 

“Tidak ada kerjaan yang lain. Semua usaha lumpuh, tidak ada kerjaan yang lain,” kata Sareh lewat telepon, Jumat (17/4/2020). 

Kini, perusahaan beralih memproduksi masker, face shield (perisai wajah), hingga baju hazarous material (hazmat) lengkap hingga sarung sepatunya.

Mereka membuat untuk semua level lapisan masyarakat. Sementara, mereka belum membuat pakaian khusus tenaga medis di RS karena harga bahannya saja sudah selangit.

Virus SARS CoV-2 merebak. Usaha Sareh telah melihat tanda-tanda bahwa pandemi akan menghajar industri kecil menengah seperti dirinya. Datangnya begitu cepat. Pesanan tas mendadak batal bahkan tidak diambil. Terakhir yang batal itu tanggal 9 Maret 2020. Ia merugi.

Arah bisnis berubah drastis. Semula usahanya bisa memproduksi lebih dari 150 tas tiap minggu, kini nihil. 

Namun, mengingat bagaimana usahanya tetap harus jalan demi menggaji 4 karyawan dan menghidupi puluhan rekanan penjahit di masyarakat. Karenanya, setelah menganggur dua pekan, ia memilih menerima pesanan hazmat, pelindung wajah dan masker. 

“Kita terpaksa ikut (perubahan kebutuhan konsumen). Kalau tidak ikut itu mana bisa kita bertahan. Karyawan kita tidak bekerja,” kata Sareh.

Kini, ia meladeni 200 hazmat dalam sehari. Ia mengaku bisa memroduksi 1.000 masker setiap 2 hari. “Pekerja tahu bahwa semasa wabah semua sulit. Karena kita semua sadar bekerja harus lebih keras,” kata Sareh.

Berbisnis di situasi tidak normal memang sangat sulit. Effortnya jauh lebih besar. Harga bahan baku naik 100-150 persen.  

Sejauh ini, ia belum melayani untuk dunia medis seperti RS, lantaran bahannya sangat mahal dan sulit dicari di pasaran. Pembeli APD di usahanya adalah mereka para relawan dan mereka yang berniat memberi bantuan atau donasi.  

“Relawan itu di antaranya seperti banyak warga yang turut membantu penyemprotan disinfektan,” kata Sareh. 


Dari Batik ke APD

Perusahaan konveksi Kertabumi Batik juga produksi APD. Perusahaan ini bahkan  menyuplai untuk RS dan Puskesmas di Kulon Progo.

Pemilik UMKM Kertabumi Batik, Rifki Ali Hamidi mengungkap, perusahaannya tengah memroduksi sekitar 600 hazmat, 150 gaun medis dan 2.000 face shield. “Sepatu boot juga 50 pasang,” kata Rifki juga lewat sambungan selular. 

Bisnis batik jeblok di tengah Pandemi. Penjualan Kertabumi turun sampai 60 persen. Pekerja menganggur, perajin tak menghasilkan.

Pada masa bersamaan, cerita Rifki, banyak perawat membutuhkan APD. Kebetulan, ia memiliki banyak teman perawat di RS yang menangani kasus Covid.

Ia dan banyak donatur lantas patungan untuk membantu perawat. Mereka mengumpulkan Rp 45 juta untuk disalurkan dalam bentuk APD itu.

Rifki mengungkapkan, buruhnya bekerja sukarela selama membuat APD donasi ini. “Kita sudah mulai membagi sejak Senin minggu lalu,” kata Rifki.

Sedangkan untuk mempertahankan iklim produksi, mereka memroduksi masker yang khusus untuk dijual. Defan demikian, mereka berupaya mampu bertahan di situasi sulit ini. 

Pada kesempatan yang berbeda, Pelaksana  Tugas Kepala Dinas Kesehatan Sri Budi Utami mengungkapkan bahwa APD produksi UMKM kian menunjukkan kemandirian masyarakat yang tidak tergantung pabrikan. 

Persoalannya adalah standar APD. Budi  menyarankan untuk UMKM produsen alat pelindung seperti ini menjalin komunikasi dengan dinas terkait.

https://regional.kompas.com/read/2020/04/19/20040831/produsen-tas-hingga-umkm-batik-di-kulon-progo-banting-stir-bikin-hazmat-suit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke