Salin Artikel

Cerita Ayu Winda Saat Observasi di Natuna, Sempat Terbayang Bakal Diperlakukan Ala Militer

LAMONGAN, KOMPAS.com - Sebanyak 238 WNI dievakuasi oleh pemerintah dari China, setelah virus corona melanda.

Usai sempat menjalani observasi selama 14 hari di Pulau Natuna, mereka akhirnya diperkenankan kembali ke kampung halaman masing-masing.

Termasuk, Ayu Winda Puspitasari, warga Jalan HOS Cokroaminoto, Ngaglik Timur, Lamongan, Jawa Timur.

Ayu Winda sendiri sudah hampir enam bulan berada di Wuhan, China, tempat virus corona mulai ditemukan.

Ia berada di Wuhan, dalam rangka menempuh pendidikan beasiswa bersama dengan beberapa mahasiswa lain dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Kekhawatiran sempat meliputi benak Ayu Winda, anak bungsu dari dua bersaudara ini, saat mereka yang dievakuasi harus lebih dulu menjalani observasi selama 14 hari di Hanggar Lanud Raden Sadjad Ranai, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri).

"Sempat kepikiran juga saat itu, nanti dikarantina di hanggar, jangan-jangan bakal diperlakukan kayak militer," ujar Ayu Winda, saat ditemui di kediamannya, Senin (17/2/2020).

Bayangan tersebut terus terlintas di benak Ayu Winda, hingga dirinya bersama dengan para WNI lain yang dievakuasi dari China sampai di Hanggar Lanud Raden Sadjad Rinai.

"Tapi beda dengan bayangan sebelumnya, kami benar-benar mendapat perlakuan sangat baik saat karantina kemarin. Meski ada aturan-aturan yang harus kami ikuti, selama kami menjalani masa karantina," ucap dia.

Peraturan tersebut di antaranya, mereka harus bangun pagi dan berkumpul melakukan olahraga di halaman hanggar antara pukul 06.00 WIB hingga 08.00 WIB.

Selesai berolahraga, biasanya dilanjut dengan acara sarapan bersama sekaligus pemeriksaan kondisi para penghuni hanggar.

"Intinya, badan harus terkena sinar matahari pagi. Biasanya itu pengumuman habis shalat shubuh, kemudian siap-siap berkumpul di halaman sekitar jam 06.00 WIB terus lanjut sarapan," kata Ayu Winda.

"Pagi selesai sarapan baru diperiksa oleh dokter dan tim dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan), untuk mengetahui suhu tubuh. Sekaligus kami disuruh mengisi formulir, bila memang ada keluhan terkait kondisi badan. Hal itu biasanya digunakan oleh para petugas yang lain, untuk membersihkan dan melakukan sterilisasi tempat tidur kami," ujar dia.

Setelah itu, lanjut Ayu Winda, acara dibebaskan. Dengan mereka diberikan kebebasan untuk menjalankan aktivitas di lingkup area tersebut.

Karena di hanggar, kata Ayu Winda, juga sudah disiapkan berbagai sarana hiburan dalam rangka mengisi waktu luang.

"Karena kami waktu itu kan enggak boleh tertekan dan depresi, makanya ada sarana karaoke bagi yang suka menyanyi, ada juga perangkat permainan tenis meja," tutur Ayu Winda. 

"Ada makan siang dan cemilan, biasanya sudah disiapkan berupa jajanan pasar. Tidak ada pemeriksaan kondisi badan. Baru pada saat selesai makan malam, itu baru diperiksa lagi untuk memantau kondisi dan suhu tubuh kami," terang dia.

Siklus seperti itu, kata Ayu Winda, terus berulang setiap hari, hingga mereka dinyatakan boleh meninggalkan tempat karantina.

Terkecuali pada setiap hari Jumat, di mana penghuni juga melakukan pemeriksaan tekanan darah selain suhu tubuh.

"Kalau di Natuna kemarin, saat pertengahan kami di sana itu dapat goody back yang isinya masker dan alat pendukung lain. Kalau saat pulang itu, hanya diberi surat tanda sehat bebas virus corona seperti ini dan uang saku," kata dia, sambil menunjukkan surat kesehatan yang dimaksud.

Setahu Ayu Winda, uang saku tersebut diberikan sebagai ganti bilamana WNI tersebut tidak dijemput oleh Pemerintah Provinsi atau daerah masing-masing, setelah tiba di Jakarta pasca observasi dinyatakan rampung. 

"Tapi, semua kan dijemput dan difasilitasi pemerintah provinsi masing-masing, jadi ya enggak kurang uang sakunya. Kalau besaran uang sakunya itu R (rahasia) mas ya," kata Ayu Winda, sembari tertawa.

Ayu Winda mengatakan, selama menjalani observasi di Natuna, dia maupun rekan-rekannya dari Unesa merasa nyaman dan tidak tertekan sama sekali.

Bahkan, kesan ala militer yang sebelumnya sempat terlintas dalam pikiran berubah 180 derajat.

"Satu yang pasti saat di sana (observasi) itu ya sering cuci tangan. Imbauan ada tapi enggak sering juga, lebih pada inisiatif sendiri untuk sesering mungkin mencuci tangan," pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2020/02/18/05285571/cerita-ayu-winda-saat-observasi-di-natuna-sempat-terbayang-bakal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke