Salin Artikel

Kisah Relawan Jalan Kaki Dua Jam Tembus Lumpur Kirim Bantuan untuk Korban Bencana di Lebak

Para relawan mengisahkan mereka harus melakukan perjalanan dua tahap untuk menjangkau warga yang terisolir akibat banjir dan longsor kampung Cigobang, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Tahap pertama dengan menggunakan helikoper pemerintah, dan selanjutnya dengan berjalan kaki dengan waktu tempuh sekitar dua jam ke kampung yang dituju.

Langkah tersebut ditempuh karena jalan menuju kampung masih tertimbun lumpur tebal akibat banjir bandang dan longsor awal Januari lalu, yang disebabkan hujan deras, sebagaimana diceritakan Muhammad Arif Kirdiat, relawan dari organisasi Relawan Kampung Indonesia.

"Sama sekali tidak bisa baik roda dua maupun roda empat karena lumpurnya itu sudah sampai seleher, sepinggang, dan kita harus memutar cari jalan baru alternatif," tutur Arif.

"(Kami) hanya bisa jalan, didrop pakai helikopter," ujar Arif.

Dengan menggunakan tali sling, Arif dan relawan-relawan lainnya berjibaku dengan lumpur yang menyulitkan langkah kakinya, demi memberikan makanan dan bantuan dasar lainnya pada para korban bencana.

Menurut Arif, masih ada sekitar 30 kepala keluarga di Cigobang yang bersikukuh tinggal di rumah mereka meski lokasi itu belum dialiri listrik lagi.

Penuturan Arif dikuatkan oleh Muto Sanusi, warga Gajrug, Kabupaten Lebak, yang tidak ingin meninggalkan rumahnya yang setengah hancur akibat banjir bandang.

Ia mengatakan memilih tinggal di rumah agar bisa melakukan perbaikan-perbaikan bangunan yang rusak.

Sementara sekitar 17.000 warga lainnya memilih mengungsikan diri, seperti Nanih, yang telah mengungsi ke Ciuyah, Banten, dengan diangkut truk TNI.

Nanih mengaku belum berani pulang.

"Takut, di kampung Cigobang lampu belum nyala. Masih sepi. Katanya ada (longsor) susulan, katanya sih, tau bener atau nggak. Cuacanya kan masih buruk," kata Nanih.

Sekretaris Daerah Kabupaten Lebak, Dede Jaelani, mengatakan pemerintah kabupaten mengandalkan bantuan tiga helikopter dari TNI, PMI, dan kepolisian.

Akan tetapi helikopter itu pun tidak bisa terbang setiap saat karena cuaca yang buruk.

Dengan demikian, perbaikan akses jalan menjadi prioritas, kata Dede Jaelani.

"(Kita lakukan) pembersihan puing-puing, termasuk kita buat jembatan sederhana dulu yang penting orang bisa lewat. Kita buat jembatan penyeberangan. Ada jembatan amblas kita uruk," ujarnya.

Sebanyak sembilan warga meninggal dan dua hilang akibat banjir bandang dan tanah longsor, menurut pemerintah kabupaten Lebak.

Sementara, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat, mengatakan lebih dari 1.000 rumah warga rusak dan 28 jembatan rusak.

Bencana itu, kata Presiden Joko Widodo, disebabkan penambangan emas ilegal dan pembalakan hutan.

Keberadaan penambangan emas ilegal ini diamini oleh Bupati Lebak Iti Jayabaya.

Iti mengatakan pemerintah daerah mendukung penutupan penambangan ilegal emas yang dilakukan oleh Polda Banten (12/01) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

Ia menambahkan ia berencana mengajukan izin pembanguna geopark di 11 kecamatan di Lebak, termasuk di Lebak Gedong, yang terkena dampak longsor.

"Jadi otomatis akan ada pemberdayaan masyarakat di sana, bukan hanya melalui pertambangan," ujar Iti.

Lebak bukan satu-satunya kabupaten yang rawan longsor, sebab menurut Badan Nasional Penanggulan Bencana, lebih dari 200 kabupaten atau kota di Indonesia rawan longsor.

https://regional.kompas.com/read/2020/01/14/16060071/kisah-relawan-jalan-kaki-dua-jam-tembus-lumpur-kirim-bantuan-untuk-korban

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke