Salin Artikel

Kisah Arini, Penderita HIV yang Bangkit Usai Terusir dari Keluarga...

Demikian Arini memperkenalkan diri dalam acara Indonesian AIDS Conference (iAIDS) 2019 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019).

Perempuan bernama lengkap Hayu Ari Setyaningtyas ini mengaku terjangkit virus mematikan itu dari sang suami.

Saat itu, sang suami masuk ruangan ICU dan divonis menderita HIV positif. Dua hari kemudian, pihak rumah sakit menghariskan Arini turut mengecek darahnya.

Hasil cek darah menunjukkan Arini positif HIV.

"Saat itu, saya tidak ada waktu untuk sedih, down, terpuruk. Saya blank. Saat itu saya hanya memikirkan suami saya yang perlu biaya dan perawatan," tutur perempuan kelahiran Surabaya, 11 November 1970 itu.

Satu bulan kemudian, tepatnya 23 September 2013, sang suami meninggal.

Tidak pernah terpikirkan di benak Arini sang suami bisa terjangkit virus HIV.

"Karena dia orangnya baik banget. Dia atlet golf yang mengurusi mobil antik. Dia juga tidak dekat dengan kelompok berisiko HIV," kata dia.

Namun beberapa tahun sebelum divonis HIV positif, sang suami mengalami kecelakaan dan mendapat transfusi darah.

Selain meninggalkan Arini dengan penyakit mematikannya, suaminya mewariskan utang biaya perawatan sebesar Rp 250 juta.

Uang yang dikumpulkan dari keluarga tidak mampu menutupi utang ke rumah sakit.

Cobaan hidup lainnya datang. Di tengah kondisi fisik, mental dan finansial yang tidak baik, Arini saat itu mendapatkan perlakuan diskriminatif dari keluarga suami.

"Mereka membuang saya. Mereka menganggap mereka itu dari keluarga terpandang. Saya dikeluarkan dari rumah mertua setelah 40 hari kematian suami saya," tutur Arini.

Ia tidak ingin terpuruk. Ia kemudian mempelajari lebih banyak tentang virus HIV/AIDS dari dunia maya dan komunitas sembari berjuang melunasi utang.

Arini tidak ingin ketika meninggal dunia nanti, ia mewariskan utang bagi anak semata wayangnya.

Upaya Arini berbuah hasil. Melalui kerja kerasnya, seluruh utang dapat ia lunasi dalam dua tahun.

HIV It’s Nothing

Setelah divonis HIV positif, Arini makin menjaga pola hidupnya. Ia dan anaknya tidak mengonsumsi makanan yang mengandung gluten dan mengonsumsi lebih banyak sayur serta buah.

"Anak saya pencernaannya lemah, saya sendiri survivor kanker. Ketika saya (berhasil) hidup dari kanker, HIV itu it’s nothing," ungkap dia.

Orang yang hidup dengan HIV (Odhiv) bisa melakukan kegiatan apapun dan berprestasi, asalkan sehat.

Bahkan Odhiv bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan diakui. Seperti dirinya yang pernah bekerja di perusahaan besar dan memegang jabatan yang lumayan tinggi.

Semua orang di kantor menghargai Arini meski dengan terang-terangan membuka statusnya sebagai HIV positif.

Bahkan suatu hari saat meeting, obat ARV yang wajib dikonsumsinya tertinggal di rumah.

Atasannya pun menugaskan pesuruh di perusahaan untuk mengambil obat tersebut.

"Jadi kalau perusahaan mau menggunakan potensi saya, mereka juga harus terima penyakit saya. Satu paket," imbuh lulusan SMAN 2 Kotabumi itu.

Kebiasaannya menjalani pola hidup sehat ia tuangkan dalam bentuk buku berjudul "Hidup Sehat Bebas Gluten". Buku itu terbit dalam dua jilid.

Kebiasaan hidup sehat juga ditularkan ke kerabat sesama penderita HIV.

Sebab, kebanyakan Odhiv mengalami lemah pencernaan, terutama lambung maupun usus halus. Kondisi itu bisa memngaruhi anxiety/mood swing, baik karena ESO maupun stres akibat pengaruh stigma dan diskriminasi lingkungan.

Kini, masa-masa terberat hidupnya sudah dapat dilalui. Kondisi kesehatannya juga sudah dapat diterima dan dipasrahkan kepada Tuhan.

Arini saat ini hidup bahagia bersama anak dan suaminya berkebangsaan Belanda. Sang suami kedua ini diketahui negatif HIV.

"Sejak tiga tahun sebelum menikah (dengan warga Belanda), saya undetected viral load," tutur lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya itu.

Artinya, selama Arini terus mengonsumsi ARV, dirinya tidak akan menularkan HIV. Bahkan saat berhubungan seks, aman tidak menggunakan pengaman.

Mengenai anak, Arini mengatakan, karena faktor usia, ia dan suaminya sepakat untuk tidak memiliki anak. Ia lebih cenderung menjadi orangtua angkat anak-anak terlantar.

https://regional.kompas.com/read/2019/12/01/12110271/kisah-arini-penderita-hiv-yang-bangkit-usai-terusir-dari-keluarga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke