Salin Artikel

Cerita di Balik Jeruji Lapas Kedungpane Semarang

SEMARANG, KOMPAS.com - Pemandangan terlihat berbeda ketika hendak memasuki area Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang, Jawa Tengah.

Lapas yang dikenal dengan sebutan Lapas Kedungpane ini terletak di Jalan Raya Semarang-Boja KM 4, Wates, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.

Di balik jeruji besi yang khusus bagi narapidana laki-laki itu, aura kejahatan tak lagi tampak.

Sebab, mereka tengah disibukkan dengan berbagai macam aktivitas seperti membuat kerajinan tangan.

Para narapidana yang biasa disebut warga binaan pemasyarakatan (WBP) ini dibimbing untuk berwirausaha dengan memproduksi sepatu siap pakai.

Kepala Lapas Kelas IA Kedungpane Dadi Mulyadi mengatakan, selama menjalani hukuman pidana, para narapidana tidak hanya diam menunggu hukumannya.

Namun, mereka memproduksi berbagai macam kerajinan tangan atas inisiatif mereka sendiri. Salah satunya adalah dengan membuat kerajinan sepatu.

"Kami tidak membatasi bagi seorang narapidana untuk berkarya. Kami mendukung dan memfasilitasi dengan menggandeng lembaga lain. Tersedia juga bengkel kerja khusus membuat sepatu," kata Dadi, di Semarang, Senin (18/11/2019).

Di samping itu, lanjut Dadi, kegiatan tersebut juga untuk memberdayakan narapidana kasus narkoba agar bisa mengalihkan ketergantungan terhadap narkoba.

Produk sepatu yang dihasilkan oleh para napi tersebut memiliki kualitas tak kalah dari produksi pabrik.

"Kualitasnya bagus, tetapi harga justru lebih murah dibanding keluaran pabrik. Jika harga sepasang sepatu produk pabrik sekitar Rp 400.000, maka sepatu hasil karya para napi ini dibanderol Rp 200.000 hingga Rp 275.000 saja," terang dia.

Dadi melanjutkan, konsep utama dari pembuatan sepatu di penjara ini adalah para napi tidak hanya terampil membuat sepatu, tetapi diajari bagaimana manajemen penjualan.

Dengan demikian, kata Dadi, mereka tidak dipersiapkan menjadi buruh, tetapi agar menjadi entrepreneur atau wirausaha.

Upaya pengembangan industri kecil di dalam lapas ini pun tak lepas dari dukungan petugas atau manejemen lapas, napi, dan masyarakat.

"Dengan adanya dukungan dari tiga pihak tersebut, barulah disusun sebuah sistem. Pembinaan kepada para napi dilakukan dengan sistem dari kita, oleh kita, dan untuk kita," kata dia.

Warga binaan juga dapat berperan sebagai instruktur dan dapat membina warga binaan lain yang belum memiliki kemampuan sebagaimana yang dimiliki instruktur tersebut.

Lapas yang sebenarnya hanya cukup menampung 600 napi ini kini dihuni oleh sekitar 1.900 warga binaan.

Kendati sudah kelebihan kapasitas, tetapi kondisi tersebut tak mematahkan semangat mereka untuk berkarya.

Langkah perintisan industri kecil ini dinilai menjadi salah satu solusi permasalahan tersebut.

"Sehingga, nantinya bisa mencetak wirausaha-wirausaha baru. Setelah penghuni lapas bebas dari hukuman penjara, diharapkan tidak akan masuk lagi," ujar Dadi.

https://regional.kompas.com/read/2019/11/18/14585181/cerita-di-balik-jeruji-lapas-kedungpane-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke