Salin Artikel

Cerita Penyintas Bencana Tanah Bergerak: "Ngeri, Waktu Hujan Deras Air Masuk Retakan Tanah..."

Kini dua keluarga penyintas itu sudah tidak menghuni tenda pengungsian yang didirikan di sekitar lokasi.

Satu di antara keluarga malah kembali ke rumahnya yang dalam kondisi terancam. Sedangkan satu keluarga menumpang di rumah keluarganya.

Padahal, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi yang menyelidiki dan mengkaji pada Rabu (9/10/2019) merekomendasikan dua rumah agar direlokasi ke tempat yang aman dari ancaman gerakan tanah.

Rekomendasi teknis ini tertuang dalam surat berkop Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral - Badan Geologi bernomor 1.643/45/BGL.V/2019 dengan hal laporan pemeriksaan gerakan tanah dii Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Surat tertanggal 21 Oktober 2019 itu ditujukan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Gubernur Jawa Barat dan Bupati Sukabumi yang ditandantangani Kepala PVMBG Kasbani.

Nekat kembali ke rumah

"Sudah tiga minggu kembali mengisi rumah, di tenda hanya seminggu karena istri saya sakit-sakitan dan kedinginan terus," ungkap Awan (50) saat berbincang dengan Kompas.com di halaman rumahnya, Minggu (10/11/2019) lalu.

Dia menuturkan terpaksa kembali ke rumahnya meskipun dalam kondisi terancam ambruk.

Di dalam rumah terdapat bekas retakan tanah memanjang dari depan rumah ke bagian belakang sekitar 8 meter, lebar 40 sentimeter dengan kedalaman mencapai 5 meter.

"Ngeri sih ngeri, apalagi waktu hujan deras turun,  airnya masuk ke dalam retakan tanah. Padahal semua retakannya itu sudah berkali-kali ditimbun tanah," tutur buruh pembuat batu bata di kampungnya ini.

Sebenarnya, dia melanjutkan berkeinginan memindahkan rumah berdinding bilik bambunya itu ke tempat lebih aman.

Namun tidak menpunyai biayanya untuk membeli lahan tanahnya. Dia pun menunggu dari pemerintah tapi belum ada.

"Jangankan beli tanah, penghasilan sehari-hari saja hanya cukup makan berdua sama istri. Apalagi lahan rumah ini juga tanah desa" kata Awan yang setiap harinya berpenghasilan rata-rata Rp 50 ribu.

Ingin pindah

Warga penyintas lainnya, Yaya (43) juga mengungkapkan hal sama ingin pindah ke tempat yang lebih aman. Namun tidak mempunyai biaya untuk membeli tanah dan membangun rumahnya.

"Ingin pindah dari sini tapi bagaimana, saya juga bingung. Uang gak ada tempat gak punya, rumah ini juga dibangun di tanah desa," ungkap Yaya istri dari Maman Sulaeman (76).

Saat ini, dia melanjutkan bersama suaminya serta anak-anak dan cucunya tinggal di rumah saudaranya yang juga di sekitar rumahnya. Sedangkan rumahnya yang dibangun permanen sudah dibongkar dan tidak bisa dimanfaatkan.

"Saya sakit-sakitan pas di tenda, makanya pindah menumpang ke runah saudara. Di tenda paling hanya semingguan," tutur dia.

Rumah baru untuk penyintas 

Kepala Desa Karangtengah Gerry Imam Sutrisno mengatakan dua kepala keluarga yang menjadi penyintas akan dipindahkan rumahnya sesuai hasil rekomendasi PVMBG Badan Geologi.

"Rencananya lahan untuk kedua rumah berlokasi tidak jauh dari lokasi rumah yang sekarang, masih di lahan desa," kata Gerry saat ditemui di Kantor Desa Karangtengah, Kamis (14/11/2019).

Menurut dia pembangunan kedua rumah akan diupayakan secara swadaya bersama masyarakat. Namun terbuka juga bagi para donatur yang akan memberikan donasi atau bantuan.

"Material dari bangunan yang ada sebelumnya juga tetap akan dimanfaatkan. Mohon doanya saja agar relokasi ini berjalan lancar," ujar dia.

Rekomendasi Badan Geologi

PVMBG Badan Geologi di antaranya merekomendasikan bangunan rumah rusak akibat bencana tanah bergerak di kaki perbukitan Gunung Walat, Sukabumi agar direlokasi ke tempat aman dari bencana serupa.

Rekomendasi tersebut tertuang dalam laporan pemeriksaan gerakan tanah di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat - PVMBG Badan Geologi nomor 1643/45/BGL.V/2019  tertanggal 21 Oktober 2019 yang ditandatangani Kepala PVMBG Kasbani.

"Hasil kajian kami, secara teknis direkomendasikan dua unit rumah yang rusak agar direlokasi ke tempat yang aman dari ancaman gerakan tanah," kata Ketua Tim Pemeriksaan Gerakan Tanah di Cibadak, Yunara Dasa Triana saat dihubungi Kompas.com Senin (21/10/2019) sore.

Yunara menuturkan gerakan tanah berpotensi kembali berkembang jika terjadi peresapan air yang tinggi pada musim hujan.

Sehingga dia menyarankan agar retakan ditutup dan memadatkannya serta mengarahkan aliran air menjauh dari retakan untuk mengurangi peresapan air.

Yunara juga meminta warga agar meningkatkan kewaspadaan dan memantau secara mandiri perkembangan retakan. Dan segara melaporkan ke aparat yang berwenang jika retakan berkembang dengan cepat

"Warga yang tinggal di sekitarnya untuk segera mengungsi ke tempat aman," pinta lulusan S1 Fakultas Geologi Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung itu.

Warga diminta tanam pohon berakar kuat

Sementara rekomendasi lainnya, dia mengatakan agar menata sistem aliran air permukaan dan limbah rumah tangga dengan sistem aliran drainase yang kedap.

Juga tidak membuat kolam-kolam penampungan air dan lahan basah pada bagian bawah dan atas mendekati lereng.

Selain itu galian atau lubang tampungan air pada lahan di utara retakan dan rumah yang rusak harus ditimbun.

"Tidak melakukan aktivitas yang dapat memicu pergerakan tanah seperti pemotongan lereng secara sembarangan dan penebangan pohon besar berakar kuat serta dalam," pesan dia.

Dia mengatakan masyarakat harus memelihara tanaman pohon berakar kuat dan dalam. Juga ke depannya masyarakat tidak mengembangkan permukiman mendekat ke arah lereng.

Sosialisasi kepada masyarakat mengenai daerah rawan longsor dan banjir bandang harus ditingkatkan.

Rekomendasi lainnya masyarakat setempat untuk selalu mengikuti arahan pemerintah daerah setempat dalam penanganan bencana gerakan tanah. 

Puluhan rumah terancam amblas

Sebelumnya pantauan Kompas.com di lokasi, Rabu (9/10/2019) lalu tim PVMBG-Badan Geologi menyelidiki bencana tanah bergerak di kaki Gunung Walat itu menggunakan dua alat, yakni geolistrik dan ground penetrating radar (GPR).

Diberitakan sebelumnya bencana tanah bergerak kembali terjadi di Sukabumi, Jawa Barat.

Kali ini terjadi di kaki perbukitan Gunung Walat, Kampung Benda RT 05 RW 06, Desa Karangtengah, Kecamatan Cibadak, Rabu (9/10/2019).

Bencana ini mengakibatkan sedikitnya dua rumah rusak pada lantai dan dinding bangunan. Puluhan rumah dalam kondisi terancam.

Bencana geologi ini dikeluhkan para penghuni rumah sejak dua pekan yang lalu sekitar September 2019.

https://regional.kompas.com/read/2019/11/14/21045931/cerita-penyintas-bencana-tanah-bergerak-ngeri-waktu-hujan-deras-air-masuk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke