Salin Artikel

Tahu Bungkeng Perintis Tahu Sumedang, Bertahan 102 Tahun karena Air Tanah Berkualitas

Di tempat barunya Ong Kino membuat tahu untuk dikonsumsi oleh oleh keluargana. Terkadang tahu (tofu) juga dihidangkan kepada tetangga, kerabat, dan tamu yang datang ke rumahnya.

Rasa dan bentuk tahu yang dibuat Ong Kino berbeda dengan negara asalnya yakni China. Tahu buatan Ong Koino yang dikenal dengan Babah Eno kemudian dikenal banyak orang.

Ong Bung Keng tertarik dengan tahu buatan ayahnya. Ia menilai bahwa tahu buatan ayahnya lebih mudah dipasarkan karena ukurannya lebih kecil.

Selain itu rasa tahu juga lebih gurih dibandingkan dengan tahu kuning dan tahu putih pada umumnya yang ada di Sumedang.

Ong Bung Keng mempelajari resep, proses produksi, hingga tahap penggorengan dari ayahnya.

Ia kemudian membuka produksi tahu pada tahun 1917 di Jalan Tegalkalong. Ia mengerjakannya seorang diri.

Sejak saat itu, tahu yang dikenal dengan nama Tahu Bungkeng resmi dijual untuk umum.

Kala itu Bupati Sumedang Pangeran Aria Soeriaatmadja yang memerintah Sumedang kurun tahun 1883-1919 mengatakan bahwa rasa tahunya enak dan pasti laku jika dijual.

Ucapan sang bupati terbukti. Hingga saat ini banyak orang menyukai Tahu Bungkeng.

Pada tahun 2019, Tahu Bungkeng dikelola oleh generesi keempat yakni Ong Che Ciang atau Suriadi.

Saat ini Tahu Bungkeng telah memiliki lima outlet di Sumedang dan satu outlet di Bandung.

Suriadi mengatakan bahwa bisnis tahu di Sumedang menemui masa kejayaannya pada tahun 1980-an.

Saat itu, di tengah tingginya permintaan Tahu Bungkeng, banyak produk serupa di pasaran.

"Jaya-jayanya tahu sumedang itu sekitar tahun 1980-an. Dan sampai tahun 2015-an permintaan masih tetap tinggi. Tapi sejak tahun 2016, penjualan mulai lesu. Penyebabnya apa kurang tahu juga, mungkin karena daya beli masyarakatnya turun atau karena apa kurang paham juga," sebut Suriadi.

Tahu Bungkeng inivasi Ong Kino kemudian dikenal dengan Tahu Sumedang.

Menurutnya ia menggunakan kualitas kedelai asal Sumedang yang dikenal dengan kedelai jenis lurik.

Ia mengatakan bahwa kedelai jenis lurik memiliki sari pati yang baik dan banyak.

Selain itu, Suriadi mengatakan bahwa mereka menggunakan sumber mata air langsung dari tanah.

"Rahasia utamanya air ya. Karena, kualitas air di Sumedang saat ini masih baik, pencemarannya (lingkungan) belum berpengaruh ke kualitas air tanahnya. Jadi kalau airnya baik, kualitas tahunya juga akan sangat baik, tahunya bisa bertahan hingga 1, 5 hari," kata Suriadi.

Ia mengatakan sebagai penerus generasi keempat Tahu Bungkeng, ia akan tetap bertahan produksi tahu warisan nenek moyangnya walaupun penjualannya sedang lesu.

"Meskipun sekarang ini (penjualannya) lagi lesu karena daya beli masyarakat turun, tapi tahu sumedang akan tetap punya pasarnya. Dan saya yakin akan tetap bertahan. Rahasianya sederhana, pertahankan citarasa dan terus kontinyu memproduksi."

"Soal sepi, semua pengusaha tahu sumedang sekarang ini mengeluh sepi, itu artinya kita tidak sendirian, dan masalahnya bukan di kitanya (pengusaha tahu), jadi ya produksi harus tetap jalan, harus kontinyu," kata Suriadi.

Toko pusat Tahu Sumedang Bungkeng ada di Jalan Raya 11 April dan masih menggunakan tempat produksi pertama kali.

SUMBER: KOMPAS.com (Aam Aminullah | Editor : Irfan Maullana)

https://regional.kompas.com/read/2019/11/04/12150041/tahu-bungkeng-perintis-tahu-sumedang-bertahan-102-tahun-karena-air-tanah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke