Salin Artikel

Cerita Pengusaha Kerupuk Rambak Diuntungkan Musim Kemarau Panjang: Produksi Cepat, Omzet Melesat

Panas terik sepanjang hari membuat kerupuk rampak setengah jadi cepat garing, produksi cepat, omzet melesat. 

Shopoan (58) dan istrinya, Endang Susiati (40), sudah membuka usaha produksi kerupuk rambak sebelum gempa mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2006.

Mereka membangun usaha skala rumahan itu di Dusun Tubin, Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berulang kali musim panas telah dilewati. Itulah saat produksi mereka yang dinamai Kerupuk Rambak ‘Echo’ ini terus melimpah.

“Bisa cepat kering kalau panas seperti ini. Nanti seperti ini,” kata Endang menunjukkan hasil rambak kering di rumah usahanya di Tubin, Jumat (25/10/2019).

Kerupuk rambak jamak dikenal warga Indonesia di mana pun. Camilan ini terbuat terbagi dua, yakni terbuat dari bahan tepung ataulah dari kulit.

Biasanya kulit sapi, kerbau, ada pula dari kambing. 

Bikinan Shopoan dan Endang ini dibuat dari bahan tepung tapioka. Mereka belajar dari seorang kerabat asal Boyolali, Jawa Tengah.

Kerabat ini membangun usaha rambak bahan non kulit, yakni dari bahan baku tapioka, lantas diteruskan Shopoan dan Endang hingga kini. 

Sebagian besar bahan baku berasal dari tapioka. Mereka mengadonnya dengan bawang putih, garam, dan soda pengembang kerupuk.

Semua adonan itu tanpa menambahkan pengawet dan pewarna.

“Pakai sedikit terasi biar ada warnanya dan rasanya semakin kuat,” kata Shopoan.

Tapioka diadon bersama semua bumbu lantas dioven selama setengah jam hingga satu jam.

Proses ini menghasilkan rambak setengah matang yang tampak seperti kulit sapi, dipotong kecil panjang, kemudian dijemur.  

Jamak terjadi usaha kecil masyarakat selalu mengandalkan cuaca, termasuk milik Shopoan dan Endang ini.

Rambak setengah jadi dan sudah dipotong itu kenyal seperti mi basah. Rasa bawangnya sangat kuat.

Namun, potongan kecil yang rapi itu perlu dijemur hingga dua hari hingga benar-benar kering. Rambak kering mampu bertahan sebulan. 

Rambak kering yang disimpan itu sangat diperlukan ketika memasuki musim hujan. Produksi kerupuk tentu terhambat saat musim hujan.

Shopoan menceritakan, rambak yang dijemur bisa kering paling cepat setelah empat hari.

Tidak jarang mereka berhenti beroperasi karena hujan sepanjang hari dan imbasnya produksi jadi lambat. 

Kerupuk dipasarkan di beberapa daerah bisa lancar lantaran tak ada satupun proses yang terhambat.

Cuaca bagus omzet meningkat

Endang mengungkapkan, pabriknya bisa menghasilkan 175 kilogram rambak kering saat ini dan kapan pun bisa dimasak dan dijual.

Mereka menjual ke pasar dengan harga Rp 17.000/kg di pasar. Sedangkan pedagang pasar menjual ke konsumen hingga Rp 20.000 /kg.

Cuaca bagus omzet meningkat, buruh pekerja pabrik pun kena imbasnya.

Endang menceritakan, ada enam orang yang juga tetangganya sendiri yang ikut bekerja di pabrik rumahan ini. 

Omzet dari usaha Shopoan ini bisa mencapai puluhan juta tiap bulannya.

“Kami menjualnya sampai ke Bantul dan Kulon Progo,” kata Endang.

Salah seorang pelanggan, Tiara Yogi Arni asal Wates mengaku menyukai krupuk rambak dari rumah produksi Shopoan dan Endang.

Ia biasanya langsung datang ke Dusun Tiban ini untuk membeli kerupuk rambak dalam jumlah besar. 

Kerupuk hanya untuk dikonsumsi sendiri.

"Banyak yang suka kerupuknya, seperti teman-teman dan keluarga di rumah suka semua," ujar Tiara, saat sedang membeli rambak di rumah produksi Echo.

https://regional.kompas.com/read/2019/10/26/09071741/cerita-pengusaha-kerupuk-rambak-diuntungkan-musim-kemarau-panjang-produksi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke