Salin Artikel

Sejarah Lokalisasi Sunan Kuning yang Ditutup Pemkot Semarang, Diresmikan Tahun 1966 oleh Wali Kota

Pembentukan lokalisasi yang berada di Semarang bagian barat, tepatnya di Kelurahan Kalibanteng Kulon diperkuat dengan SK Wali Kota Semarang Nomor 21/15/17/66.

Lokalisasi Argorejo tidak populer di telinga masyarakat Semarang. Mereka lebih sering menyebutnya SK atau Sunan Kuning.

Sunan Kuning adalah tokoh ulama penyebar agama Islam di tanah Semarang, yang petilasannya berada tepat di samping lokalisasi Argorejo.

Dilansir dari Tribunnews.com, Bambang menjelaskan bahwa di kawasan tersebut terdapat makam tokoh penyebar agama Islam di Indonesia keturunan Cina yang dikenal dengan nama Sunan Kuning.

Sunan Kuning hidup sekitar tahun 1740 M.

Saat meninggal, Sunan Kuning yang juga memiliki nama lain Raden Mas Garendi dimakamkan di Bukit Pekayangan Jalan Sri Kuncoro I RT 6 RW 2 Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang.

Lalu pada tahun 1962, Pemerintah Kota Semarang menetapkan komplek lokalisasi di sebelah makam Sunan Kuning. Lokalisasi tersebut kemudian diresmikan pada tahun 1966.

Komplek lokalisasi itu untuk menampung para wanita pekerja seksual (WPS) yang sering mangkal di Stasiun Tawang, Bugangan Raya, Sebandaran, Jembatan Mberok, Jalan Stadion, Jagalan, Banjir Kanal Barat, Simpang Lima hingga Karang Kembang.

Bambang bercerita di tahun 1960-a, hanya ada dua rumah wilayah Argorejo

Sebelum mendatapatkan legalitas, menurut Bambang, lokalisasi tersebut bernama Sri Kuncoro.

Namun warga Sri Kuncoro keberatan dengan nama tersebut. Lalu lokalisasi itu diganti dengan nama Sunan Kuning.

Penggunaan nama Sunan Kuning kembali ditolak oleh masyarakat karena menggunakan nama nama tokoh penyebar agama Islam di Semarang.

Akhirnya, lokalisasi tersebut menggunakan nama Resos Argorejo hingga diresmikan dan mendapatkan legalitas dari Wali Kota Semarang saat itu.

"Nama Sunan Kuning (SK) diambil dari nama petilasan ulama muslim berdarah tionghoa yang pernah menyebarkan agama islam di tempat ini. Tapi berjalannya waktu, kalangan masyarakat muslim di Kota Semarang keberatan. Karena menggunakan nama petilasan untuk tempat prostitusi. Akhirnya diganti lagi menjadi Resos Argorejo," kata Bambang,

Pada tahun 1981, ada beberapa warga Resos Argorejo mulai membubarkan diri.

Mereka pindah lokasi di wilayah Simpang Lima Semarang yang kemudian dikenal dengan nama ciblek.

Para ciblek ini menjajakan diri dengan menawarkan teh poci.

"Ciblek di Simpang Lima cara menjajakannya dengan menawarkan teh poci. Misal saya penjual minumannya, para PSK ini yang menawarkan minuman tersebut," katanya.

Karena dianggap meresahkan warga, Pemkot Semarang memindahkan mereka kembali ke Resos Argorejo, yang lebih populer dengan nama Sunan Kuning.

Namun pemindahan itu ditolak oleh warga sekitar Pudak Payung.

Mereka protes dan sempat terjadi kericuhan. Kala itu warga merusak bangunan yang telah didirikan di Pudak Payung.  Lokalisasi pun dikembalikan ke wilayah Sunan Kuning.

Dan tahun 1993, lokalisasi tersebut ditutup.

Sayangnya penutupan lokalisasi tidak menyelesaikan masalah. Para WPS tetap menjajakan dirinya di jalanan.

Suwandi Eko Putranto, generasi ketiga pengelola Lokalisasi Sunan Kuning, kepada Kompas.com, Senin (14/10/2019) bercerita, Wali Kota Semarang yang saat itu dijabat Trisnio Suharto mengambil kebijakan, prostitusi kembali dipusatkan di Sunan Kuning.

Wandi kemudian menjadi pengelola yang ketiga.

Saat itu, Pemkot Semarang meminta agar WPS diberi pembinaan. Lokalisasi Sunan Kuning pun menjadi tempat rehabilitasi.

Pada tahun 2003, Lokalisasi Sunan Kuning berganti nama menjadi Resosialisasi Argorejo.

Hingga September 2019, ada 448 lebih WPS yang bekerja di Lokalisasi Muka Kuning.

Dan pada 18 September 2019, lokalisasi terbesar di Kota Semarang resmi ditutup.

SUMBER: KOMPAS.com (Kontributor Semarang, Riska Farasonalia | Editor : Aprillia Ika), Tribunnews.com)

https://regional.kompas.com/read/2019/10/19/06060031/sejarah-lokalisasi-sunan-kuning-yang-ditutup-pemkot-semarang-diresmikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke