Salin Artikel

Pengakuan Pekerja Lokalisasi Sunan Kuning Sebelum Penutupan

Proses persiapan menjelang penutupan pun terus dilakukan Pemkot Semarang. 

Di antaranya mulai dari pemberian tali asih kepada 448 wanita pekerja seks (WPS) hingga mempersiapkan fasilitas armada kepulangan WPS usai dilakukan penutupan.

Sementara pada Kamis (17/10/2019) nampak sejumlah papan bertuliskan "Wilayah Argorejo (SK) Kawasan Bebas Prostitusi" telah disiapkan untuk dipasang di tiga titik akses masuk ke Sunan Kuning.

Hidup di "dunia malam" selama 19 tahun

Namun, di saat hari terakhir menjelang penutupan, Kompas.com berkesempatan menemui seorang pemilik salah satu wisma dari 178 karaoke yang terdapat di kawasan lokalisasi Sunan Kuning, sebut saja Sukmawati (58).

Wati sapaan akrabnya ini mengaku telah banyak mengalami kisah suka dan duka selama dirinya melakoni kehidupan dunia malam di lokalisasi Sunan Kuning selama hampir kurun waktu 19 tahun.

"Awalnya sedih saat mendengar Pemkot Semarang akan menutup lokalisasi SK. Saya sudah betah di sini," ujar wanita asal Ngawi ini saat ditemui Kompas.com.

"Tapi ya mau gimana lagi, karena ini program pemerintah terpaksa harus dijalankan. Tapi untungnya karaokenya masih bisa tetap buka jadi ya bersyukur, karena masih bisa dapat pemasukan meski tak seperti biasanya."


Pendapatan turun drastis

Wati mengaku sejak menjalankan roda bisnis tempat hiburan tersebut dirinya bisa mengantongi penghasilan hingga mencapai Rp 20 juta semalam.

Namun, saat mendengar kabar penutupan, setahun belakangan omsetnya jadi menurun drastis hingga 70 persen.

"Wisma karaoke saya jadi sepi pengunjung sejak setahun terakhir akan ditutup. Yang datang jadi pada takut karena peraturan itu," kata Wati yang pernah jadi anak asuh (WPS) selama 4 tahun ini.

"Makanya omsetnya turun drastis gak sampai Rp 10 juta. Padahal mesti bayar uang sewa dua rumah karaoke yang masih ngontrak. Belum bayar kebutuhan yang lain." 

Dampak psikologis: ada yang dilarikan ke RS Jiwa

Wati yang telah mempekerjakan empat pemandu karaoke di wismanya ini mengungkapkan dampak dari penutupan lokalisasi SK ini sangat banyak terutama masalah ekonomi.

Apalagi dampak secara psikologis juga dialami oleh beberapa WPS.

"Banyak yang depresi berat karena penutupan ini. Bahkan ada yang sempat dilarikan ke rumah sakit jiwa karena mungkin kepikiran jadi tulang punggung keluarga gimana caranya bisa menghidupi kebutuhan," cerita Wati.

Untuk itu, Wati berharap Pemkot Semarang tidak gegabah dan benar-benar memikirkan dampak dari penutupan lokalisasi SK karena imbasnya sudah banyak yang dirugikan.

"Sebenarnya sudah bener tempatnya terlokalisir di satu tempat," kata Wati.

"Karena kalau tidak, takutnya malah menyebar lagi ke beberapa kawasan di sekitar Semarang. Untuk mencegah itu sih baiknya tetap terpusat di sini."

https://regional.kompas.com/read/2019/10/18/08124091/pengakuan-pekerja-lokalisasi-sunan-kuning-sebelum-penutupan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke