Salin Artikel

Malu Disebut Miskin, Penjual Kue Ini Pilih Mundur Sebagai Penerima PKH

PAMEKASAN, KOMPAS.com - Paramita Pratiwi (33), warga RT 1 RW 8, Kelurahan Barurambat Kota, Kecamatan Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, sudah lama memendam keinginannya untuk berhenti menjadi penerima bantuan dari pemerintah, melalui Program Keluarga Harapan (PKH).

Program yang identik dengan bantuan untuk orang miskin itu, dianggapnya tidak tepat bagi dirinya.

Saat ditemui di rumahnya Kamis (17/10/2019), perempuan yang sehari-hari berjualan kue ini mengaku, tidak pantas menerima bantuan PKH dari pemerintah.

Alasannya, dirinya merasa tidak pantas disebut orang miskin.

Sementara, di samping rumahnya, banyak warga miskin yang lebih berhak mendapatkan bantuan PKH, namun tidak mendapatkannya. 

"Saya malu disebut orang miskin dan mendapat bantuan pemerintah terus menerus. Padahal, tetangga saya ada yang miskin tidak dapat bantuan," ujar perempuan yang akrab disapa Mita ini. 

Mita menambahkan, sejak mendapat bantuan pertama kali dari pemerintah pada tahun 2017 lalu, bantuan yang diterimanya tidak pernah diambil sendiri.

Namun diberikan kepada tetangganya yang lebih berhak dari dirinya. 

"Saya serahkan semuanya kepada tetangga, kerabat dan teman saya yang ekonominya di bawah saya," ujar istri Andri Sarmawan ini. 

Perempuan yang kini sudah memiliki dua anak laki-laki ini mengungkapkan, ketika ada pertemuan bulanan di kantor kelurahan bersama dengan para penerima PKH lainnya, merasa heran karena mereka yang juga menerima, dinilai juga tidak berhak menerima.

Namun, keheranan itu dipendamnya agar tidak menimbulkan masalah dengan orang lain. 

"Ada juga penerima bantuan PKH yang rumahnya tembok, berlantai keramik, jadi guru, suaminya punya pekerjaan tetap, sudah punya motor dan sebagainya," ungkap Mita yang enggan menyebutkan identitas penerima lainnya. 

Ibu dari Muhammad Nazarul Ihsan Sarmawan dan Muhammad Ilham Firdaus Sarmawan ini mengaku heran, ketika dirinya terdaftar sebagai penerima bantuan PKH mulai tahun 2016 lalu.

Pasalnya, pada tahun 2015 dirinya merantau bersama suaminya ke luar Jawa.

Namun, ketika pulang ke Pamekasan, tiba-tiba mendapat informasi bahwa dirinya menjadi penerima bantuan PKH. 

"Kedua anak saya juga mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dari sekolahnya. Saya heran juga karena saya sebelumnya merantau," ujarnya. 

Setelah melepaskan diri sebagai penerima PKH, Paramita tidak khawatir rezekinya berkurang. Aktivitasnya berjualan kue sehar-hari, masih cukup untuk membiayai keluarganya.

Paramita merasa senang bekerja mulai jam tiga sore sampai jam tujuh malam untuk membuat kue yang akan dijual keesokan harinya. 

Umi Salamah, pendamping sosial PKH Kelurahan Barurambat Kota menjelaskan, sulit sekali menyadarkan penerima PKH untuk melepas statusnya sebagai penerima bantuan.

Meskipun mereka selalu didorong, namun mereka merasa nyaman dengan bantuan pemerintah. 

"Proses graduasi penerima PKH memang sulit. Saya akui ada yang tidak layak. Tapi alasan mereka macam-macam untuk tetap bertahan menjadi penerima PKH," ujar Umi Salamah. 

Umi sendiri mengaku tidak tahu dari mana data awal penerima PKH berasal. Dirinya hanya mendampingi para penerima PKH saja sekaligus mendorong mereka secara perlahan untuk melepaskan diri menjadi penerima PKH.

Tujuannya agar mereka tidak tergantung kepada pemerintah dan mandiri. 

"Saya apresiasi Ibu Paramita karena berani keluar dari penerima PKH. Saya berharap ada banyak orang seperti Ibu Paramita lagi sehingga membuka peluang kepada orang miskin yang lain untuk menerimanya," ungkap Umi. 

https://regional.kompas.com/read/2019/10/17/19023551/malu-disebut-miskin-penjual-kue-ini-pilih-mundur-sebagai-penerima-pkh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke