Salin Artikel

5 Fakta Kabut Asap Ekstrem di Palembang, Dirikan Rumah Singgah hingga 500 Sekolah Diliburkan

KOMPAS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di sejumlah wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) sampai saat ini masih terjadi.

Akibat karhutla tersebut, Kota Palembang terpapar kabut asap ekstrem yang membuat jarak pandang berkurang dratis, Senin (14/10/2019).

Disaat kabut asap ekstrem sedang melanda Kota Palembang, alat pemantau konsentrasi partikulat (PM10) milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendadak rusak sehingga kondisi level udara di Palembang tidak bisa terpantau.

Kepala Kantor BMKG Stasiun Kenten Palembang Nuga Putratijo mengatakan, penyebab kabut asap ekstrem yang terjadi di Palembang karena arah angin.

Akibat kabut asap esktrem yang melanda Kota Palembang, sebanyak 500 sekolah mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP), diliburkan.

Sementara itu, untuk mengatisipasi adanya warga yang terkena dampak kabut asap, Pemerintah Sumsel mendirikan rumah singgah di Bandara Sultan Muhmud Badaruddin (SMB) II Palembang.

Selain mendirikan rumah singgah, Pemprov Sumsel juga menyediakan layanan medis darurat melalui call center 119.

Berikut ini fakta selengkapnya:

Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang Bambang Beny Setiaji mengatakan, karhutla di sejumlah wilayah Sumsel sampai saat ini masih terjadi.

Sumber dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mencatat, beberapa titik panas di wilayah sebelah tenggara Kota Palembang, memiliki tingkat kepercayaan di atas 80 persen.

Total titik panas dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen untuk wilayah Sumsel, sebanyak 260 titik.

Titik panas terbanyak berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dengan jumlah 139 titik panas dan Kabupaten Banyuasin sebanyak 67 titik panas.

"Kondisi ini menjadikan kondisi paling ekstrem selama berlangsungnya karhutla dengan indikasi kuantitas dan jarak pandang yang terjadi," katanya.

Saat kabut asap ekstrem sedang melanda Kota Palembang, alat pemantau konsentrasi partikulat (PM10) milik BMKG mendadak rusak sehingga kondisi level udara di Palembang tidak bisa terpantau

Kepala kantor BMKG stasiun Kenten Palembang Nuga Putratijo mengatakan, server pusat mengalami down.

"Awalnya ada perbaikan alat pemantau, lalu server BMKG pusat down. Hari ini juga sempat terkendala mati lampu sehingga data-datanya hilang semua," kata Nuga ketika memberikan keterangan di kantor Gubernur Sumsel, Senin (14/10/2019).

Menurut Nuga, kerusakan itu telah berlangsung sejak Kamis (10/10/2019) hingga kini kondisi server di BMKG masih rusak.

Nuga pun tak bisa memastikan kapan website resmi tersebut bisa kembali diakses masyarakat umum.

"Belum tahu berapa lama proses perbaikan. Semoga secepatnya," ujarnya.

Akibat kabut asap ekstrem yang menyelimuti Kota Palembang, sebanyak 500 sekolah mulai dari PAUD, SMP diliburkan hingga Rabu (16/10/2019).

Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kota Palembang Herman Wijaya mengatakan, keputusan itu diambil karena kondisi udara yang sudah tidak sehat.

"Jika kondisi semakin parah, maka libur sekolah untuk pelajar akan diperpanjang,"kata Herman, saat dihubungi, Senin.

Herman menjelaskan, sebelum pihaknya mengambil keputusan, terlebih dahulu digelar rapat bersama wali kota Palembang.

"Dari informasi yang kita terima, kondisi udara di Palembang sekarang sudah tidak sehat itu berdasarkan BMKG dan Dinas Lingkungan Hidup," ujarnya.

Karhutla yang terjadi di Sumsel mengakibatkan Kota Palembang terpapar kabut asap ekstrem.

Untuk mengantisipasi adanya warga terdampak kabut asap tersebut, Pemprov Sumsel pun mendirikan rumah singgah di SMB II Palembang.

Selain mendirikan rumah singgah, Pemprov Sumsel juga menyediakan layanan medis darurat melalui call center 119.

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumsel Nasrun Umar mengatakan, di dalam rumah singgah tersebut sejumlah peralatan medis serta oksigen telah disiapkan.

Warga yang merasakan adanya keluhan akibat terpapar kabut asap diharapkan bisa mengecek kesehatan di rumah singgah.

"Ada air dan masker gratis yang disiapkan untuk warga. Jika ada penumpang yang sesak napas mendadak sebelum berangkat ke Bandara, bisa lebih dulu melakukan cek kesehatan," katanya.

Kabut asap yang melanda Kota Palembang, mulai dikeluhkan warga, salah satunya Ami (43) warga gandus mengatakan, kabut asap yang terjadi hari (senin) ini merupakan yang terparah.

Diakui Ami, kondisi ini pernah dirasakannya pada 2015 lalu ketika kabut asap pekat menyelimuti Kota Palembang.

"Sebetulnya kami sudah merasakan satu bulan lebih kabut asap. Tapi hari ini terparah, abu kebakaran itu sampai masuk ke rumah. Anak saya juga merasakan sesak napas," kata Ami, kepada Kompas.com, Senin.

Hal senada dikatakan Ruasna Risi (55) warga Kecamatan Kemuning, Palembang yang mengatakan, ketika menjelang subuh, kabut asap terlihat sangat begitu pekat.

Kondisi ini, menurutnya, sangat parah dibandingkan beberapa waktu lalu.

"Sampai abunya diteras banyak. Napas benar-benar susah kalau di luar rumah. Kemarin tidak separah ini," katanya.

Ia pun berharap pemerintah segera mengambil tindakan untuk segera mengatasi kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan tersebut.

"Kami juga ingin udara sehat, sudah lebih sebulan asap di Palembang ini," keluhnya.

Sumber: KOMPAS.com (Aji YK Putra)

https://regional.kompas.com/read/2019/10/15/14004291/5-fakta-kabut-asap-ekstrem-di-palembang-dirikan-rumah-singgah-hingga-500

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke