Salin Artikel

Fakta di Balik Korban Gempa Maluku Diminta Bayar Biaya Rumah Sakit, Pemberlakuan Tarif Tak Disosialisasikan

KOMPAS.com - Sejak terjadinya gempa magnitudo 6,8 di Ambon dan sekitarnya pada Kamis (26/9/2019) lalu, sebagian warga masih bertahan di lokasi pengungsian yang ada.

Selama berada di pengungsian, banyak keluhan yang dirasakan para warga salah satunya terlambatnya bantuan.

Masalah baru pun muncul ketika ribuan pengungsi korban gempa di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, yang masih bertahan di lokasi pengungsian mulai mengeluhkan masalah pelayanan kesehatan di wilayah tersebut.

Warga mengeluh karena saat ini mereka tidak bisa lagi berobat secara gratis di rumah sakit darurat yang dibangun untuk penanganan kesehatan para pengungsi di kawasan tersebut.

Sebab, terhitung masa tanggap darurat berakhir pada 9 Oktober 2019, rumah sakit tidak lagi mau melayani pengungsi yang tidak memiliki kartu BPJS.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Meykal Ponto meminta para pengungsi korban gempa di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, yang ingin berobat atau sekedar memeriksakan kesehatannya, sebaiknya ke posko kesehatan yang ada di lokasi tersebut.

Berikut ini fakta di balik korban gempa maluku diminta bayar biaya rumah sakit:

Sadri Fahreza Lestaluhu, salah satu pengungsi Desa Tulehu mengaku sejak tiga hari terakhir, rumah sakit telah memberlakukan aturan yang mewajibkan setiap pengungsi yang sakit membawa BPJS.

Bagi pengungsi yang tidak memiliki kartu BPJS maka konsekuensi-nya harus membayar biaya berobat.

“Kita ini pengungsi, mengalami musibah, kita sedang dalam kesusahan tapi untuk berobat saja kita diwajibkan membayar,” ujarnya.

Rumah sakit darurat dr Ishak Umarela yang didirikan sejak gempa Ambon pada Kamis (26/9/2019) lalu, semula memberikan layanan kesehatan gratis bagi pengungsi di desa tersebut.

Namun, sejak massa tanggap darurat berakhir pada 9 Oktober 2019 lalu warga yang hendak berobat disuruh membayar.

Banyak warga yang sakit pun mengeluh lantaran untuk berobat atau memeriksakan kesehatannya saja mereka harus mengeluarkan uang.

Akibatnya banyak pengungsi tidak lagi mendatangi rumah sakit tersebut untuk berobat.

“Sekarang semua tidak gratis lagi, walaupun kita pengungsi, hidup di tenda darurat kita tetap bayar kalau mau berobat,” kata salah satu pengungsi, Levi Nahumarury kepada Kompas.com di lokasi pengungsian, Minggu (13/10/2019).

Kepala Bidang Pelayanan dan Perawatan di Rumah Sakit Darurat dr Ishak Umarela, Hasnawati Rasyid mengaku jika rumah sakit darurat yang berada di lokasi pengungsian Desa Tulehu itu telah resmi memberlakukan kartu BPJS bagi para pasien.

“Kalau pasien BPJS harus ada rujukan dari Puskesmas, jadi sudah berlaku BPJS jadi mereka (pengungsi) sudah malas turun ke sini,” ujarnya, Sabtu.

Dengan pemberlakukan kartu BPJS tersebut maka dengan demikian para pengungsi yang tidak memiliki kartu tersebut terpaksa harus mengeluarkan biaya perobatan meski mereka saat ini sedang dalam musibah dan tinggal di lokasi pengungsian.

“Sebab BPJS tuntut untuk jalankan bayar BPJS setelah masa tanggap darurat selesai kemarin, jadi kita mau bagaimana lagi,” jelasnya.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Meykal Ponto meminta para pengungsi korban gempa di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, yang ingin berobat atau sekedar memeriksakan kesehatannya, sebaiknya ke posko kesehatan yang ada di lokasi tersebut.

Meykal mengatakan, di lokasi-lokasi pengungsian di Kecamatan Salahutu telah dibangun posko kesehatan.

“Kalau cuma panas batuk biasa atau demam kenapa tidak datang ke posko kesehatan saja. Kalau di posko-posko kan tidak bayar,” kata Meykal kepada Kompas.com saat dihubungi, Minggu (13/10/2019) malam.

Dia mengakui, rumah sakit darurat sempat memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada ribuan pengungsi di desa tersebut.

Namun, sejak masa tanggap darurat selesai empat hari lalu, rumah sakit menerapkan tarif pasien umum.

Meykal menyampaikan, Pemprov Maluku telah menanggung pengobatan para korban luka-luka karena gempa secara gratis di sejumlah rumah sakit.

Termasuk sejumlah pasien yang mengalami patah tulang dan harus menjalani operasi.

Saat ini, lanjut Meykal, masih banyak warga yang mengungsi baik warga yang terdampak langsung seperti rumahnya yang hancur maupun warga yang sekedar mengungsi karena trauma dengan gempa.

“Jadi yang mau dibayarkan ini betul-betul kepada masyarakat yang terdampak, misalnya yang rumah hancur. Saat ini kan banyak masyarakat di SBB, Ambon Maluku Tengah mengungsi. Sekarang kalau semua mengungsi yang mana yang mau kita gratiskan sekarang,” ujar Meykal.

Terkait hal itu, pihaknya juga akan segera menggelar pertemuan untuk membahas persoalan yang dikeluhkan warga pengungsi di desa tersebut pada hari ini (Senin).

Dia mengaku kebijakan rumah sakit memberlakukan tarif layanan kesehatan bagi pengungsi itu tidak disosialisasikan sehingga masyarakat tidak mengetahuinya.

“Mungkin karena tadi-tadinya gratis lalu tiba-tiba bayar. Mungkin belum tersampaikan belum tersosialisasikan, harus terinformasikan jadi masalahnya itu di situ,” ujar dia.

Sumber: KOMPAS.com (Rahmat Rahman Patty)

https://regional.kompas.com/read/2019/10/14/14170331/fakta-di-balik-korban-gempa-maluku-diminta-bayar-biaya-rumah-sakit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke