Salin Artikel

Cerita Bayi 8 Bulan Batuk dan Muntah Akibat Kabut Asap Riau, Diungsikan Orangtuanya ke Medan

Sesekali mata kecilnya terbuka lalu menutup lagi. Saat ibundanya mengangkat barang bawaan, dia terbangun dan menangis. Susunya tak habis. 

Kamis pagi tadi (18/9/2019), sekitar pukul 09.45 WIB, warga Desa Karya Tunas Jaya, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, itu tiba di stasiun bus Makmur di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Harjosari II, Kecamatan Medan Amplas.

UPDATE: Kompas.com menggalang dana untuk para korban kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Sumbangkan sedikit rezeki Anda untuk membantu mereka yang membutuhkan, terutama untuk pembelian masker dan kebutuhan lainnya yang perlu. Klik di sini untuk donasi.

Suaminya, Yehezkiel (33) tergopoh-gopoh mengangkat koper besar, termos, tas jinjing, handuk, minuman dan lainnya dari dalam bus dan bagasi ke samping toilet. 

"Rencananya 3 minggu lah di Medan. Di sana (Riau) asapnya pekat sekali," katanya dengan ramah. 

Bayi yang semula aktif jadi lemas terpapar asap

Yehezkiel mengatakan, dia bersama keluarganya sengaja ke Medan dan menginap di rumah istrinya di Setia Budi, Medan karena di rumahnya asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sudah sangat pekat.

Jarak pandang hanya 100 meter. Rumahnya hanya 3 jam dari Pelalawan, Riau. 

Untuk sementara dia meninggalkan kebun kelapa dan kelapa sawitnya yang seluas dua hektarekarena tidak tega melihat anaknya yang sebelumnya lasak (aktif), sejak terjadi karhutla, Yoselin sakit batuk dan sering muntah-muntah. 

Ceritanya sejenak terhenti saat anak di pangkuannya menangis. Yoselin pindah ke pangkuan istrinya, sambil mengenyot dot. Matanya berlinang air mata.

"Kasian dia, jadi lemes gini. Biasanya lasak. Tapi masih minum obat dia. Kemarin sempat dibawa ke mantri di sana. Mudah-mudahan sembuhlah di sini," kata Rasiana.

Masker, kata dia, tidak seterusnya dipakai karena seharian penuh asap dihirupnya. 

Pemilik kebun kelapa dan kelapa sawit seluas dua hektar ini mengatakan, masih banyak warga yang memilih bertahan di lokasi karena mata pencaharian satu-satunya dari perkebunan. 

Yehezkiel dan keluarganya satu di antara keluarga lainnya yang pindah sementara ke Medan dari Pekanbaru lantaran asap karhutla semakin pekat.

Terpaksa mengungsi ke Medan

Karyawan bus CV Makmur, Viktor Butar-butar mengatakan bahwa sejak tiga Minggu terakhir sudah terjadi lonjakan penumpang 10 persen. 

Beberapa penumpang yang baru tiba enggan diwawancara lebih lanjut namun mengatakan bahwa kedatangannya ke Medan karena kabut asap karhutla.

Tadi pagi, dari pukul 09.00 - 10.00 wib, sudah tiba tiga bus yang membawa penumpang dari Pekanbaru.

Seorang penumpang mengaku sejak keberangkatan mereka harus menggunakan masker. 

UPDATE: Kompas.com menggalang dana untuk para korban kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Sumbangkan sedikit rezeki Anda untuk membantu mereka yang membutuhkan, terutama untuk pembelian masker dan kebutuhan lainnya yang perlu. Klik di sini untuk donasi.

https://regional.kompas.com/read/2019/09/19/14314391/cerita-bayi-8-bulan-batuk-dan-muntah-akibat-kabut-asap-riau-diungsikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke