Salin Artikel

Cerita Pahit Para Penderita Kusta, Dikucilkan karena Dianggap Menjijikkan

Dikucilkan karena dianggap menjijikkan di lingkungan masyarakat merupakan satu dari beberapa pengalaman pahit itu. 

Begitulah yang dirasakan Dg Ca'di (73), salah satu penderita kusta yang kini menetap di Kompleks Penderita Kusta Jongaya di Jalan Dangko, Kelurahan Balang Baru, Kecamatan Tamalate, Makassar. 

Dg Ca'di awalnya tidak pernah tahu bahwa dia menderita penyakit kusta. Ia baru mengetahui ketika orang-orang melihat kondisinya. 

Daeng Ca'di mulai menderita penyakit ini pada tahun 1985. Kala itu ia berada di Papua. 

"Tulang-tulang saya agak linu dan badan saya mulai bengkak-bengkak, tapi saya tidak pernah tahu kalau kusta karena yang terkena (di keluarga) saya sendiri," ujar Dg Ca'di saat berbincang dengan Kompas.com di kediamannya, Kamis (12/9/2019).

Awalnya Ca'di memilih tinggal di daerah Tamalanrea, tempat kelahirannya. Namun, di sana Ia sering mendapatkan perlakuan yang tidak baik.

Istri pertamanya meninggal pada tahun 2009. Ia memiliki tiga anak dari istri pertama yang semuanya dalam keadaan sehat. 

Di tahun 2017, Ca'di pindah ke Kompleks Penderita Kusta Jongaya. Ia tinggal di rumah istrinya yang juga asli kompleks ini.


Di sini, ia mengaku mendapatkan ketenteraman. Hidup bersama para penderita kusta membuatnya bahagia. 

"Bahagia tinggal sama teman-teman penderita kusta," ujarnya.

Hal yang sama dirasakan Ramlah (45). Awalnya ia merasakan demam panas di seluruh badannya. Sewaktu ia duduk di kelas 5 SD, ia diberitahu bahwa ia menderita kusta. 

Ia sempat berobat ke beberapa rumah sakit tetapi tidak sembuh-sembuh. Di pertengahan tahun 2000, ia menikah dengan sesama penderita kusta yang telah menetap di Kompleks Kusta Jongaya. 

Awalnya, Ramlah tidak mengetahui sama sekali bahwa kompleks yang ditinggalinya itu diisi oleh warga yang memiliki penyakit yang sama dengannya. 

Namun, setelah ia mengetahui mayoritas kompleksnya diisi oleh penderita kusta, ia mengaku bahagia. Ia tidak ingin pergi dari kompleks ini. 

"Alhamdulillah bahagia. Saya tidak pernah jijik. Saya punya mertua orang sakit juga," ujar Ramlah. 

Sementara Alimuddin, mantan penderita kusta juga mengaku baru mengetahui dirinya penyakit kusta ketika bercak-bercak merah tumbuh di seluruh badannya.

Kala itu ia masih duduk di bangku kelas 6 SD. 


Alimuddin pun sempat dikucilkan di lingkungan tempat ia tinggal di Kabupaten Bone. Pada tahun 1979, di usia 14 tahun ia memberanikan diri ke Kompleks Jongaya setelah mengetahui ada tempat yang menerima orang-orang sepertinya. 

"Awalnya saya mengalami bercak putih kemerahan di seluruh tubuh dan mati rasa," ujar Alimuddin. 

Alimuddin kini mengaku sangat nyaman tinggal di Kompleks Jongaya. Dari beberapa penderita kusta yang ditemuinya, ia mengetahui ada banyak gejala berbeda bagi si penderita kusta. 

Setelah dua tahun berobat di Rumah Sakit Tajuddin Makassar, Alimuddin pun sembuh dari penyakit yang dideritanya. 

Pria yang dulunya berprofesi sebagai tukang ojek ini perlahan-lahan mulai diterima oleh masyarakat luas. Namun ia memilih tetap tinggal di Kompleks Jongaya. 

"Jadi saya tegaskan penyakit kusta itu bukan penyakit keturunan. Sekarang kita di sini bebas keluar. Tidak seperti di kampung yang disembunyikan," ujar Alimuddin. 

https://regional.kompas.com/read/2019/09/13/07000031/cerita-pahit-para-penderita-kusta-dikucilkan-karena-dianggap-menjijikkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke