Salin Artikel

Kekeringan 5 Bulan, Puluhan Warga Dusun Ini Bolak-balik Ambil Air dari Satu Sumur

Dusun yang berbatasan langsung dengan Wonogiri, Jawa Tengah, sudah merasakan kekeringan sejak 5 bulan terakhir. 

Dusun Karangpilang Lor berada diperbukitan, dan jauh dari pusat kota Wonosari, jika menggunakan sepeda motor membutuhkan sekitar 1,5 jam perjalanan.

Sampai di dusun Karangpilang Lor, akan dijumpai beberapa warga yang membawa jeriken dan wadah air lainnya menuju ke sebuah sumur.

Di sekitar sumur belasan jeriken menunggu untuk diisi oleh pemiliknya.

Di sumur itu sudah ada beberapa warga yang menimba air menggunakan ember yang diikat tali.

Sebagian warga yang menunggu sabar menunggu giliran sambil asyik ngobrol bersama warga lain tentang keseharian.

Salah seorang warga Karangpilang Lor, Lasimin menceritakan di dusunnya ada dua sumur air yang biasa digunakan warga untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun warga memilih satu sumur karena airnya lebih jernih.

"Saat musim penghujan warga di sini menggunakan mesin pompa, tapi saat musim kemarau hasil kesepakatan hanya diperbolehkan menggunakan timba (tali dan ember kecil)," katanya kepada wartawan di lokasi Senin (9/9/2019). 

Sumur yang memiliki diameter 2 meter dengan kedalaman antara 10 sampai 15 meter digunakan oleh 42 kepala keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti memasak hingga mencuci.

Warga sudah puluhan tahun memanfaatkan sumber tersebut.

"Dari pagi hingga kadang sampai malam warga mengambil air, tetapi airnya tidak habis, kalau berkurang memang berkurang tetapi tidak sampai habis," katanya. 

Belasan kali bolak-balik

Warga lainnya, Aan Suryani mengaku setiap hari bisa belasan kali mengambil air bersih di sumur tersebut untuk kebutuhan air bersih keluarganya.

Meski jarak rumahnya tergolong jauh sekitar 300 meter, dirinya mengaku bersyukur airnya tidak habis saat musim kemarau.

"Sudah sekitar 5 bulan terakhir kalau tidak salah mulai mengambil air di sini. Biasanya menggunakan pompa, tapi tidak masalah karena masih bisa keluar airnya," ucapnya. 

"Warga disini tidak ada yang membeli air dari tangki swasta karena sumbernya sudah memenuhi kebutuhan," ujarnya. 

Rizki Angga Saputra warga lainnya mengaku setiap hari belasan kali mengambil air dari sumur menggunakan galon, dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan air keluargannya.

Setiap keluarga memiliki bak penampungan untuk menyimpan air.

"Kalau bantuan air dari BPBD setahu saya baru sekali, diisi ke sumur sehingga menimbanya tidak perlu dalam," katanya.

Anggaran sudah menipis

Kekeringan yang makin meluas membuat anggaran droping air milik BPBD Gunungkidul, semakin menipis.

Pasalnya, dari alokasi Rp530 juta sudah banyak digunakan dan diperkirakan sisa 440 tangki atau akhir September ini.

"Kami sudah menyalurkan sekitar 1560 tangki, dan saat ini anggaran kita diperkirakan tinggal 440 tangki," kata Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul Edy Basuki.

Anggaran yang dimiliki sudah menipis, Namun Edy mengaku tidak khawatir karena masih memiliki anggaran cadangan di belanja dana tak terduga.

Namun untuk mengakses dana ini, BPBD harus meningkatkan status menjadi darurat kekeringan. Namun selain dari anggaran pemerintah, juga mengandalkan pihak ketiga.

"Untuk penyaluran dari pihak ketiga sudah mencapai 900 an tangki yang melalui kita, tetapi yang tidak melalui kita mungkin jumlahnya hampir sama," ucapnya. 

Menurut dia banyaknya bantuan yang datang ke Gunungkidul bisa mengurangi beban masyarakat membeli air bersih yang semakin sulit di puncak musim kemarau seperti saat ini.

"Sudah banyak masuk dan keberadaannya sangat membantu BPBD dalam mengatasi masalah kekeringan. Yang jelas kami berharap agar pemberi bantuan bisa berkoordinasi dengan BPBD agar bantuan dapat tepat sasaran," ucapnya. 

Bantuan air

Koordinator CSR PT SGI Waljito, perusahaan ini berencana menyerahkan bantuan air sebanyak 250 tangki.

"Untuk tahap awal kami serahkan ke warga di Dusun Ploso Doyong, Ngalang, Gedangsari. Lokasi ini kami pilih karena ada karyawan kami yang berasal dari sana dan kebetulan juga mengalami krisis air," ucapnya. 

Seorang warga Ploso Doyong, Bambang mengaku setiap beberapa hari sekali PDAM yang masuk di wilayahnya berhenti beroperasi. Hal itu menyulitkan warga untuk beraktivitas.

Warga harus berhemat air bersih meski tidak sampai membeli air dari tangki swasta.

"Air dari PDAM sering macet, jadi kami memilih untuk berhemat," ucapnya. 

  

https://regional.kompas.com/read/2019/09/10/12011411/kekeringan-5-bulan-puluhan-warga-dusun-ini-bolak-balik-ambil-air-dari-satu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke