Salin Artikel

Penjelasan Risma soal Duduk Perkara Pengelolaan Sampah yang Berujung Komentar Anies Baswedan

Persoalan pengelolaan sampah ini menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir. Puncaknya, saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengomentari wacana keterlibatan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk mengelola sampah Ibu Kota.

Anies terkesan menolak pelibatan Risma. Menurut dia, persoalan sampah di Jakarta akan diurus oleh Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI.

Anies menyampaikan itu untuk menanggapi pernyataan anggota DPRD DKI Jakarta Bestari Barus yang menyebut, ingin memboyong Risma untuk menyelesaikan persoalan sampah Jakarta.

"Kita apresiasi pada perhatian dan lain-lain. Kemudian, biarlah Jakarta diurus oleh DPRD Jakarta, oleh Pemprov Jakarta. Jadi, Pak Bestari itu mungkin lagi siap-siap mau pensiun," ujar Anies di Taman Suropati, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2019).

Lebih lanjut, Anies malah menuduh Bestari sengaja ingin menyerang dirinya. Menurut Anies, pernyataan Bestari itu sebenarnya menceritakan soal pengelolaan sampah sebelum dia menjabat sebagai gubernur.

"Yang dikatakan Pak Bestari mungkin maksudnya mau nyerang gubernur sekarang, tapi malah justru nyerang gubernur-gubernur yang sebelumnya. Jadi, hati-hati tuh Pak Bestari," ujar Anies.

Berawal dari pertanyaan soal anggaran

Polemik soal pengelolaan sampah ini bermula saat Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta, melakukan kunjungan kerja ke Surabaya, Senin (29/7/2019).

Bapemperda yang diwakili Bestari Barus, diterima langsung oleh Risma.

Dalam pertemuan itu, Bestari menyebut anggaran pengelolaan sampah di Jakarta mencapai Rp 3,7 triliun.

Menurut Bestari, saat itu Risma kaget mendengar nilai yang cukup besar. Sebab, Risma menyampaikan bahwa anggaran pengelolaan sampah di Surabaya hanya Rp 30 miliar.

Saat diwawancarai, Risma mengakui bahwa pembahasan diawali dengan pertanyaan seputar nilai anggaran pengelolaan sampah di Surabaya.

“Konteksnya begini, ditanya berapa biaya operasional? Nah kalau biaya operasional segitu,” ujar Risma saat diwawancarai di Menara Kompas, Jakarta, Rabu.

Selanjutnya, menurut Risma, Bestari menanyakan, apakah anggaran di Surabaya itu termasuk biaya tipping fee, atau biaya kepada pengelola.

Risma kemudian menjelaskan bahwa tipping fee diterapkan di Surabaya, karena pemerintah daerah melibatkan kontraktor yang sudah dikontrak selama 20 tahun.

“Karena kami enggak punya uang, kontrak dengan investor (kontraktor) itu 20 tahun. Nah, setiap tahun, kami membayar sesuai dengan jumlah sampah yang masuk ke TPA,” kata Risma.

Menurut Risma, dia menjelaskan bahwa jika memiliki APBD yang besar seperti yang dimiliki DKI, maka tidak perlu ada biaya tipping fee.

Sebab, pengelolaan sampah dapat dikelola dan dibiayai sendiri oleh pemerintah daerah.

Tak bermaksud menyindir

Saat ditanya mengenai polemik yang muncul, Risma memastikan bahwa ucapan maupun reaksinya saat pembahasan itu sama sekali tidak berniat untuk menyindir atau menyinggung siapapun.

Risma bahkan menolak disebut dirinya berinisiatif memberi masukan atau saran kepada Pemprov DKI Jakarta.

Menurut Risma, konteks ucapannya pada saat itu adalah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Bestari dan kawan-kawan.

“Saya ditanya waktu itu. Untuk apa juga aku nyindir-nyindir, untuk apa sih? Aku juga enggak kepingin kok,” kata Risma.

Menurut Risma, saat itu dia diminta pendapat mengenai pengelolaan sampah di Jakarta. Salah satunya, cara mengatasi masalah yang akan timbul apabila Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang akan ditutup pada 2021.

“Aku kan ngomong, loh menakutkan kalau 2021, Bantargebang tutup, dia malah baru mau operasional 2022. Saya bilang, ajukan itu..ajukan, supaya dia bisa di 2021. Ini kan menakutkan, 7.500 ton itu enggak sedikit loh sampah itu,” kata Risma.

Menurut Risma, jawabannya itu hanya sekadar membalas pertanyaan yang diajukan.

Risma mengatakan, saat mendapat pertanyaan soal pengelolaan sampah, dia membayangkan apabila dia sendiri berada di Jakarta, dengan kondisi sampah yang sulit tertangani.

Risma mengaku membayangkan dampak masalah sampah tersebut bagi masyarakat.

“Itu konteksnya. Jadi buat apa aku nyindir, enggak ada gunanya juga kan,” kata Risma.

Siap bantu demi masyarakat

Menurut Risma, dia kemudian menyarankan agar pengelolaan sampah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang jumlahnya cukup besar.

Bahkan, menurut Risma, pengelolaan sampah di DKI bisa lebih cepat, karena didukung sumber daya anggaran yang besar.

Menurut Risma, jika anggaran sudah diputuskan oleh DPRD DKI, kemudian dilakukan tender hingga akhir 2019, diperkirakan pengelolaan sampah bisa teratasi dalam 2 tahun.

Risma mengatakan, tak mungkin dia memberikan saran, apabila dia memiliki kepentingan tertentu.

Apalagi jika bermaksud untuk menandingi pihak lain dalam mengelola sampah.

“Aku diam saja bisa, tapi kan ini menyangkut kesehatan orang. Kalau aku punya ilmu, aku juga dosa kan kalau aku diam saja, iya kan?” kata Risma.

Risma mengakui bahwa dalam pertemuan dengan DPRD DKI, dia juga diminta untuk sewaktu-waktu membantu DKI dalam mengatasi persoalan sampah.

Menurut Risma, saat itu dia memang menyatakan bersedia.

Namun, menurut Risma, lagi-lagi permintaan itu dia setujui demi mengedepankan kepentingan masyarakat.

“Ditanya, ‘Bu bagaimana kalau bantu?’ Saya bilang, enggak apa-apa bantu. Tapi jangan dipikir terus aku kepengin loh. Saya bilang begitu, karena ini menyedihkan betul kalau itu (masalah sampah) terjadi,” ujar Risma.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/01/06400051/penjelasan-risma-soal-duduk-perkara-pengelolaan-sampah-yang-berujung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke