Salin Artikel

6 Fakta Terbaru Kasus Pencabulan Santri di Aceh, 20 Persen Santri Pindah hingga Polisi Tangkap Lagi Penyebar Hoaks

KOMPAS.com - Pasca ditangkapnya pimpinan pesantren AI dan seorang guru MY, yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 15 orang santrinya berdampak pada pesantren tersebut.

Pasca-kejadian itu, tak ada aktivitas apa pun di kantor maupun ruang belajar Pesantren AN, di Kompleks Panggoi Indah, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe.

Selain itu, sebanyak 20 persen dari 300 santri dilaporkan pindah sekolah ke pesantren atau sekolah lainnya di Aceh.

Sementara, penyidik Polres Lhokseumawe kembali menangkap seorang wanita berinisial J (21) asal Kabupaten Bieruen dalam dugaan penyebaran hoaks alias informasi bohong kasus pencabulan pimpinan pesantren.

Berikut fakta terkini kasus pelecehan seksual yang dilakukan pimpinan dan guru pesantren di Aceh:

Salah seorang pengurus kompleks, Aling Kamaruzzaman menyebutkan, kabarnya pesantren itu pindah lokasi. 

“Tidak ada diberi tahu secara resmi pada pengurus kompleks. Namun, kabarnya, mereka pindahkan aktivitas ke Buket Rata, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Bangunan yang digunakan bekas Pesantren Muhajirin dulu,” sebut Aling.

Aling menyebutkan, sehari sebelumnya, pengurus yayasan mulai mengangkut barang dari lokasi itu.

“Tapi secara pastinya saya tidak tahu,” katanya.

Kepala Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Lhokseumawe, Muslem, yang ditemui terpisah membenarkan pesantren itu ditutup di Kompleks Panggoi Indah. 

Keputusan pengurus, pesantren dipindahkan ke Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe.

Gedung yang digunakan, sambung Muslem, merupakan gedung eks Pesantren Muhajirin.

Pemindahan itu untuk memberi kenyamanan bagi santri yang masih tersisa dan melanjutkan pendidikan di pesantren tersebut.

“Soal proses hukum, kami serahkan sepenuhnya ke polisi. Pengurus pesantren sudah memberitahu kita soal pemindahan itu,” katanya.

Sebanyak 20 persen dari 300 santri di Pesantren AN, Kompleks Panggoi Indah, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, dilaporkan pindah ke pesantren atau sekolah lainnya di Aceh.

Mereka pindah menyusul terungkapnya kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan pimpinan pesantren dan seorang guru masing-masing berinisial AI dan MY terhadap sejumlah santri.

Kepala Hubungan Masyarakat, Pemerintah Kota Lhokseumawe, Muslem menyebutkan, 20 persen santri yang pindah itu umumnya santri yang baru mendaftar untuk tahun ajaran 2019-2020, mereka meminta pindah ke sekolah atau pesantren lainnya.

“Kalau santri lama, rata-rata ingin menamatkan pendidikan di pesantren itu. Yang pindah itu umumnya santri baru mendaftar. Anak baru tahun ini,” kata Muslem.

Dia menyebutkan, hasil perbincangan dengan pengurus baru pesantren dipastikan proses belajar mengajar dilakukan di gedung baru di Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe.

Pemerintah, sambung Muslem, terus memperketat pengawasan terhadap sejumlah pesantren di kota itu.

“Kami juga awasi proses transisi ini, proses pemindahan hingga normalnya proses belajar-mengajar di lokasi yang baru di gedung eks Pesantren Muhajirin Blang Mangat, Lhokseumawe,” pungkasnya.

Penyidik Polres Lhokseumawe kembali menangkap wanita berinisial J (21) asal Kabupaten Bireuen dalam dugaan penyebaran hoaks alias informasi bohong kasus pencabulan pimpinan pesantren, Kamis (18/7/2019).

Polisi menetapkan J sebagai tersangka karena menyebarkan informasi seakan-akan penanganan kasus pelecehan seksual di Pesantren AN, Kompleks Panggoi Indah, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, sebagai fitnah dan rekayasa polisi.

Kasat Reskrim AKP Indra T. Herlambang, dalam konferensi pers di Mapolres Lhokseumawe, Senin (22/7/2019) mengatakan, polisi mendeteksi seorang pelaku lainnya berinisial MS.

“MS mengirim pesan berisi hoaks soal kasus pelecehan seksual itu pada J lewat chat pribadi lalu diteruskan ke grup WhatsApp dengan nama Bidadari Syurga. Dari situ menyebar kemana-mana,” sebutnya

Dia mengatakan, informasi hoaks itu menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat dan menganggu proses penyelidikan yang sedang berlangsung di Polres Lhokseumawe.

Untuk kasus hoaks ini, para penyebar dijerat dengan Pasal 15 jo Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No. 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana subsider, Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI No. 11/2008 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 19/2016 tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE).

“Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar," ujarnya.

Sumber: KOMPAS.com (Masriadi)

https://regional.kompas.com/read/2019/07/23/13555871/6-fakta-terbaru-kasus-pencabulan-santri-di-aceh-20-persen-santri-pindah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke