Salin Artikel

Prostitusi "Online" Berkedok Penyanyi Dangdut, Libatkan Anak di Bawah Umur hingga Untung Rp 100.000

Warga Punggur, Lampung Tengah tersebut menjalankan prostitusi online sekaligus perdagangan manusia berkedok p Lenyanyi dangdut.

"Jadi, modusnya itu muncikari ini menawari kliennya wanita untuk di-booking. Ada dua orang, AM (18) dan MB (16). Jadi satu di bawah umur. Nah, untuk eksekusinya itu di hotel," jelas Kapolres Kota Metro Ajun Komisaris Besar Ganda MH Saragih dalam ekspose di Mapolres Metro, Senin, (8/7/2019).

Dari hasil pemeriksaan ponsel tersangka, Yuyun sudah berkali-kali melakukan transaksi perdagangan orang, baik di wilayah Metro maupun Lampung Tengah.

"Itu lewat WhatsApp. Jadi bisa dikategorikan (prostitusi) online," imbuhnya.

Sementara itu,  tersangka Yuyun mengaku tidak menawarkan wanita ke klien, namun dia hanya membantu mengenalkan teman kencan.  Menurut pengakuannya, kliennya sendiri yang melakukan lobi termasuk menentukan tarif.

"Mulai dari bulan puasa, baru 4-5 orang pelanggan. Orang-orang biasa semua pelanggannya. Kalau tarif sekali kencan, tergantung mereka yang melobi. Saya enggak pernah nawarin, cuma memperkenalkan," tutur Yuyun.

Namun keterangan berbeda disampaikan Yuyun kepada awak media saat ditanya fee yang didapat oleh perempuan yang dia kenalkan.

Yuyun dengan lugas membeberkan, tarif short time untuk perempuan yang dia perdagangankan sebesar Rp 300.000, sedangkan untuk long time mencapai Rp 800.000.

"Saya dapat cuma Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Saya hobi di hiburan organ tunggal. Nah, saya dari situ kenalinnya. Mereka yang datang ke saya itu kan minta bantu cari wanita. Cuma dua anak buah saya. Mereka nyanyi (biduan)," kata Yuyun.

Atas perbuatannya, tersangka Yuyun terancam pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

LR ditangkap saat akan menawarkan seorang wanita kepada pelanggan di salah satu hotel di wilayah Metro Barat, Kota Metro. Polisi kemudian melakukan pengembangan dan mengamankan H.

Kepada polisi mereka mengaku  sudah memperdagangkan sekitar 10 perempuan yang berasal dari Metro, Lampung Tengah, dan Pesawaran kepada laki-laki hidung belang

"Latar belakangnya (perempuan yang diperdagangkan) berbeda-beda. Ada yang mahasiswa, ada yang janda, dan memang tidak ada kerja. Untuk pelajar maupun seks menyimpang atau pasangan sejenis, itu tidak ada dari dua tersangka tadi," kata Kepala Satreskrim Polres Metro Ajun Komisaris Try Maradona, Minggu (13/1/2019).

Sedangkan penggunanya juga berasal dari beragam latar belakang mulai dari pelajar, mahasiswa, pengusaha, pekerja swasta, hingga pejabat pemerintah daerah.

Try Maradona menjelaskan prostitusi via online sangat tertutup rapat  dan tidak tersebar serta tidak terbuka bagi umum. Untuk itu Try berharap semua pihak turut aktif mengawasi dan melaporkan.

"Kalau dulu kan iya lewat Facebook, langsung tawarkan harga segini, tapi sekarang sudah tertutup. Termasuk yang kita ungkap bulan kemarin itu. Meraka hanya via WhatsApp. Dan itu pun tertutup. Hanya dari user atau teman user begitu," terangnya.

Ia juga menjelaskan ada tim patroli cyber yang memantau FB, Twitter, atau WeChat

Sementara itu H dalam wawancara dengan Tribun Lampung  bercerita jika telah menjalankan bisnis prostitusi sekitar dua tahun. Sekali transaksi dia mengaku mendapatkan keuntungan Rp 100.000 hingga Rp 200.000 per orang.

Tarif satu perempuan yang ia tawarkan ke lelaki hidung belang sebesar Rp 500.000 sampai Rp 600.000.

Ia juga mengaku sudah memiliki enam anak buah yang sering ia tawarkan kepada para pelanggan.

"Kalau yang saya tawarkan ke pelanggan sudah pernah dipakai sama dia, ya saya cari lain dengan minta sama kawan. Nanti kawan kasih stoknya. Ya macam-macam. Ada yang minta pelajar ada juga mahasiswa," katanya.

H juga membeberkan jika pelanggan yang kerap menggunakan jasanya mulai dari remaja hingga pejabat pemerintah daerah.

Ketika ditanyakan siapa pejabat yang kerap meminta jasanya, ia hanya menyebut dua nama kabupaten di Lampung.

"Pejabat ada, tapi dari luar," terangnya.

Pengakuan serupa juga disampaikan LR yang bertugas sebagai pencari  perempuan yang mau melayani pria hidung belang. Tak jarang,  dia juga kerap turun langsung untuk melayani pemesan.

"Kan mereka butuh, saya cuma bantu. Mereka butuh pemuas, saya butuh uang," kata dia.

Sementara itu Satreskrim Polres Kota Metro mengaku tidak bisa menjerat penikmat jasa maupun perempuan yang menjajakan tubuhnya  karena perangkat hukumnya tidak ada.

"Memang perangkat hukumnya belum ada. Jadi kita lepaskan. Cuma pembinaan saja. Kecuali, salah satu pihak dilaporkan keluarga. Itu bisa kena perzinaan. Termasuk PSK juga tidak bisa kita jerat. Nah, sekarang ini kan upaya hukum untuk itu kan sedang dibahas. Kita tunggu saja," jelasnya.

Sementara untuk mucikari, bisa dijerat dengan UU Perdagangan Manusia dan UU Pornografi. Sehingga selama ini, aparat hanya bisa memberi hukuman kepada muncikari.

Ironisnya, praktik prostitusi tersebut dijalankan ibu dan anak di Raman Utara, Lampung Timur, Provinsi Lampung dan melibatkan kalangan pelajar.

Kepada aparat, tersangka PI dan BA  mengaku telah menjalankan perdagangan anak di bawah umur selama kurang lebih tiga bulan dengan keuntungan 30 persen dari tarif yang disepakati.

Mereka  telah menjual  dua orang gadis Senja (16), Jingga (16), dan Rona (15), bukan nama sebenarnya, kepada  pria pemesan dengan tarif bervariasi antara Rp 500.000 hingga Rp 900.0000.

Kapolres Lampung Timur, Ajun Komisaris Besar Taufan Dirgantoro mengatakan, kedua tersangka mucikari diduga melakukan perdagangan dan mempekerjakan tiga perempuan di bawah umur mejadi PSK.

Tiga perempuan di bawah umur tersebut masih berstatus pelajar dan bisnis tersebut djalankan sejak Desember 2018.

Modus yang mereka lakukan adalah menawarkan para pelajar tersebut kepada pemesan. Setelah sepakat, mereka menyerahkan nomer telpon ABG kepada calon pemesannya.

"Mereka sendiri membuat grup pesan aplikasi WhatsApp dengan ABG. Baru diberi nomor kalau deal. Dari hasil penyelidikan kita, korban ada tiga. Masih pelajar semua. Kita juga amankan sejumlah barang bukti," ungkapnya.

Taufan menambahkan, tersangka ibu dan anak akan dijerat dengan UU Nomor 21/2017 terkait Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (Indra Simanjuntak)


Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Prostitusi Online Berkedok Biduan di Metro Terbongkar, Muncikari Sebut Tarif Short Time Rp 300 Ribu,

https://regional.kompas.com/read/2019/07/09/11145571/prostitusi-online-berkedok-penyanyi-dangdut-libatkan-anak-di-bawah-umur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke