Salin Artikel

Musim Kemarau, 25 Hektar Sawah Gagal Panen, Petani Merugi hingga Rp 5 juta

“Kondisi tanaman padi kami sudah kering, karena musim kemarau, dan tidak ada sumber air yang dapat dialiri,” kata Razali, Ketua Kelompok Tani (ketua blang), Desa Lambadeuk, kepada Kompas.com, Sabtu (6/7/2019).

Menurut Razali, selama musim kemarau, lahan sawah seluas 25 hektar yang dimiliki 60 orang petani itu tidak dapat dialiri air dari bendungan (Embung Lambadeuk) karena kondisi debit air di bendungan terus menyusut.

“Air dari bendungan tidak dapat dialiri karena debitnya menyusut, kondisi kemarau kali ini merupakan yang terparah dari yang pernah terjadi sebelumnya”, katanya.

Akibat tanaman padi yang telah berusia 3 bulan masa tanam mengering dan pusong karena dilanda musim kemarau yang paling parah terjadi kali ini, seluruh tanaman padi warga seluas 25 hektar itu tak dapat dipanen lagi.

Para petani mengaku mengalami kerugian masing-masing mulai dari Rp 3 hingga Rp 5 juta.

“Kondisi padi sekarang kering dan tidak dapat lagi di panen. Harapan kami ada bantuan dari Pemerintah Aceh Besar untuk biaya bibit, pupuk dan biaya bajak pada musim tanam mendatang karena untuk biaya tanam padi pada musim depan sudah tidak memiliki modal akibat gagal panen,” sebutnya.

Embung Juga untuk PDAM

Sementara itu Darman, petani warga Lambadeuk yang mengalami gagal panen menyebutkan, Embung Lambadeuk itu selasai dibangun pada 2013 dengan menghabiskan biaya Rp 33 milliar.

Embung yang memiliki luas 6 hektare lebih itu berkapasitas daya tampung air yang bersumber dari alur di pegunungan sebesar 258.992,80 m3. Namun, selain untuk mengaliri air ke lahan persawahan warga, embung itu juga difungsikan untuk menyuplai air PDAM ke rumah warga.

“Jadi kalau musim kemarau dengan kondisi air terbatas hanya disuplai untuk kebutuhan warga saja, sementara air ke sawah tidak dialiri, dan kami juga harus ada kejelasan dari Pemerintah berapa persen pembagian air untuk petani dan untuk PDAM,” katanya.

Darman mengaku lahan sawah mereka sebelum ada bendungan embung lambadeuk tidak pernah mengalami kekeringan walau pada saat musim kemarau, karena mereka dulunya dapat langsung mengaliri air melalui irigasi teknis dari alur gunung langsung ke sawah.

Namun, setelah bendungan itu dibangun kebutuhan air untuk lahan sawah tergantung dari embung.

“Sebelum dibangun embung kami ada irigasi teknis dari alur gunung langsung dapat dialiri ke sungai. Tapi setelah dibuat embung, irigasi teknis kan sudah hilang dijadikan bendungan, sehingga saat debit air terbatas tidak dialiri ke sawah karena juga sudah digunakan sumber air PDAM”, ujarnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/07/06/22003311/musim-kemarau-25-hektar-sawah-gagal-panen-petani-merugi-hingga-rp-5-juta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke