Salin Artikel

Kisah Fatia, Tak Malu Jualan Kue Demi Mimpi Go Internasional

Medali dan piagam penghargaan tingkat dunia tersebut didapatkan Fatia dengan empat sahabatnya, Yunnia Rahmandanni, Nur Holiza, Nurul Halwiyah dan Rica Dwi Cahyanti.

Di tengah kesibukan sebagai mahasiswi Universitas Diponegoro Semarang, mereka melakukan penelitian di bidang pengolahan bahan limbah. Hasil eksperimen lanjutan selama enam bulan menghasilkan sebuah produk yang mereka sebut sebagai ‘J-Tile’.

" J -Tile itu genteng yang diolah dengan bahan dasar limbah jerami dan Styrofoam. Indonesia sebagai negara agraris menghasilkan banyak limbah jerami yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Eksperimen kami sendiri merupakan lanjutan dari ekperimen pendahulu yang pernah go internasional juga,” tutur dara manis yang saat ini tengah menunggu wisuda Strata satu jurusan Ilmu Keperawatan di Semarang, Sabtu (6/7/2019).

Motivasi Fatia dan empat sahabatnya melanjutkan penelitian genteng berbahan dasar jerami ini karena genteng yang dihasilkan lebih kuat dan ringan. Genteng tersebut dinilai cocok digunakan sebagai material dasar bangunan di Indonesia yang cenderung rawan gempa.

Beragam penghargaan

J-Tile kreasi para putri pertiwi ini menyabet beberapa penghargaan sekaligus. Penghargaan pertama Gold Prize dari Korea Women Investors Associations (KWIA). Kemudian, Special Prize dari Association of Thai Innovation and Invention Promotion Thailand.

Selain itu, Firi Award dari Korea International Women’s Invention Exposition (KIWIE).

Berbicara tentang persiapan untuk go internasional, Fatia mengungkapkan bahwa motivasi diri untuk bisa bermanfaat bagi khalayak memang menjadi cita citanya sejak kecil.

Putri sulung dari Martono staf Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan dan Kebudayaan Sayung di Kabupaten Demak ini yakin perilaku mandiri dan religi menjadi salah satu indikasi bagi keberhasilan seseorang.

Mandiri sejak kecil

Sejak masuk ke sekolah dasar, Fatia sudah bisa menghasilkan uang sendiri dengan berjualan alat tulis di kalangan teman-teman sekolah. Saat SMP, Ayahnya membelikan komputer dan dimanfaatkan untuk menyewakan jasa ketik dan print tugas.

"Mulai kuliah, saya berjualan kue dari kost ke kost. Alhamdulillah, hasilnya bisa untuk hidup sehari-hari, bekal bepergian keliling Indonesia dan biaya paspor ke luar negeri,” kata Fatia yang saat ini masih tinggal dengan orang tua di Desa Purwosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak Jawa Tengah.

Mandiri bukan berarti orang tuanya tidak membekali uang untuk membeli beragam kebutuhan. Namun, Fatia merasa lebih puas ketika bisa memenuhi kebutuhan hidup dengan hasil keringatnya sendiri.

Orang tua Fatia hanya ayahnya yang bekerja sedangkan ibunya mengurus rumah tangga. Tetapi, gadis mungil yang mengaku mulai senang berorganisasi setelah kuliah ini menyatakan bahwa keluarga merupakan aset dasar bagi keberhasilan seseorang.

Martono, sang ayah, ketika diwawancarai Kompas.com mengatakan bahwa hanya dia satu satunya tulang punggung keluarga. Martono bersyukur atas kemandirian yang ditunjukkan Fatia.

“Hanya saya yang bekerja, penghasilan saat itu belum seberapa karena saya diangkat PNS juga belum terlalu lama. Uang bulanan Fatia hanya 1 juta, untuk kehidupan di kota besar kan tidak cukup, tapi Fatia tidak mengeluh,” ujar Martono.

Ternyata, selama ini uang kiriman dari orang tuanya tidak digunakan sama sekali oleh Fatia. Jatah bulanan tersebut ditabung sebagai modal awal menuju cita citanya yang mulia.

Hal yang lebih mengharukan, sejak masih SMP tabungan Fatia selalu digunakan untuk membeli kambing setiap Idul Adha.

Disinggung tentang impiannya di masa mendatang, Fatia ingin mendirikan komunitas bagi anak anak jalanan, terutama di bidang pendidikannya. Saat ini Fatia sudah memulai dengan bergabung bersama berbagai komunitas peduli anak jalanan.

Terakhir, ia berpesan kepada sesama generasi emas bangsa untuk bisa menjunjung nama Indonesia di kancah dunia. Fatia mengingatkan bahwa hal itu bukan hal yang sulit jika mau berusaha.

“Kalau bosan dengan pembelajaran yang itu itu saja di sekolah, berhentilah sejenak dengan menggali potensi diri dari sisi yang lain. Jangan memaksa diri untuk selalu belajar di kelas, sebab ilmu ada di mana-mana," tutup Fatia sambil tersenyum manis.

https://regional.kompas.com/read/2019/07/06/21531301/kisah-fatia-tak-malu-jualan-kue-demi-mimpi-go-internasional

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke