Salin Artikel

Mengenal Rejang Renteng, Tarian Sakral Asal Bali yang Dibawakan Para Ibu Rumah Tangga

Rejang renteng berasal dari kata renteng atau rente yang memiliki makna renta atau tua. Rente juga bisa berarti sudah berkeluarga.

Ida Ayu Made Diastini, pembina tari rejang renteng saat ditemui di sela-sela acara pembukaan Festival Yeh Gangga, Tabanan Senin (24/6/2019) mengatakan tarian ini khusus untuk para ibu atau didefinisikan sebagai tari wali. Tari rejang renteng memiliki gerakan sederhana, kostum dan pola lantai ekspresi yang juga sederhana. Saat menari, para ibu harus mengatur nafas sebagai bentuk olah rasa.

Menurutnya, penari rejang renteng tidak boleh sembarang usia dan kalangan, namun hanya pemangku istri yang boleh membawakannya.

Jumlah penari pun wajib ganjil, yaitu 3, 5, 7, 9, dan seterusnya. Aturan ini sudah berlaku sejak pembuatan tarian rejang renteng secara niskala.

Tari rejang renteng merupakan tarian yang berfungsi sebagai tari wali atau tari sakral yang wajib  ditarikan pada saat piodaland  alit, madya, dan ageng di pura, khususnya Pura Dalem Ped di Nusa Penida.

Para penari memiliki taksu dan saat  menarikan tarian ini harus secara tulus dan ikhlas.

Apabila tarian ini ditampilkan di pantai, maka penari tidak diperkenankan membelakangi pantai dan wajib saling berhadapan sesama penari atau berhadapan langsung dengan pantai.

Rejang renteng ini diawali dari rejang yang ada di Desa Saren, Nusa Penida yang kemudian berkembang menjadi sebuah tarian.

Rejang yang ditampilkan pada salah satu festival di Tabanan merupakan pengembangan Renteng yang ada di Desa Saren

Tarian tersebut bukan rejang renteng Nusa Penida yang diadopsi, melainkan rejang renteng dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang dikembangkan di Desa Saren tersebut.

Tarian rejang renteng berhasil dikembangkan pada tahun 1999 oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali sebagai upaya melestarikan seni budaya berupa tarian sakral Bali.

Ida Ayu Made menjelaskan, Jika tari rejang renteng ditampilkan dalam ajang perlombaan, maka harus berkaitan dengan pelaksanaan piodalan di pura setempat.

Para ibu penari rejang renteng wajib mengenakan kebaya berwarna putih tanpa motif atau polos dan lengan panjang. Penari tidak disarankan menggunakan kebaya dengan lengan pendek saat persembahyangan.

Kebaya juga harus dilengkapi selendang berwarna kuning sebagai simbol dari kebaikan dan kejahatan serta emosi yang diikat dalam simpulan selendang. Kostum tari  juga menggunakan kain cepuk tenunan atau kamen berwarna kuning.

Kebaya berwarna putih dipilih karena memiliki makna jika badan dari manusia merupakan sesuatu yang sakral dan perlu dijaga agar terhindar dari hal-hal yang tidak baik (penolak bala).

Selain itu, kebaya berwarna putih polos tanpa motif  melambangkan penari yang memiliki niat yang tulus dan ikhlas yang ditujukan kepada Tuhan.

Mereka juga menggunakan riasan kepala berupa sanggul dengan bunga jepun yang mengandung arti penari rejang renteng sudah berkeluarga atau menikah.

Telinga penari juga mengenakan subeng, sebagai hiasan telinga yang bermakna bahwa para penari mendengarkan suara-suara yang suci serta terbebas dari kata-kata kotor yang dapat mengganggu pelaksanaan tari rejang renteng sebagai bentuk persembahan kepada Sang Pencipta.

"Apabila tarian tersebut ditarikan dalam sebuah pembukaan acara, hal itu dimaksudkan sebagai ruwatan dahulu untuk bumi kita, untuk desa kita. Sebagai bukti untuk nedungang Ratu Rejang Renteng yang asalnya dari Nusa Penida, Ida Betara Ratu Dalem Ped, " ungkap Made Diastini.

Ruwatan yang digelar bermakna pembersihan dan memohon kehadiran Ida Betara Ratu Gede Dalem Ped dalam acara tersebut untuk ikut menyaksikan tarian tersebut.

https://regional.kompas.com/read/2019/06/25/06000021/mengenal-rejang-renteng-tarian-sakral-asal-bali-yang-dibawakan-para-ibu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke