Salin Artikel

[POPULER NUSANTARA] Tersesat Gara-Gara Aplikasi Peta Digital | "One Way" Buat Tangerang-Bandung 10 Jam

KOMPAS.com - Wisatawan asal Tangerang Selatan, Novian, tak menyangka akan tersesat di tengah perkebunan teh di kaki Gunung Papandayan, Kabupaten Garut, Jumat (7/6/2019).

Saat itu, Novian dan keluarganya menuju ke Kawah Papandayan dengan mengikuti arahan dari aplikasi peta digital di telepon pintar miliknya.

Namun, bukan kawah yang mereka temui, tetapi justru perkebunan teh dan jalan bebatuan yang sempit.

Sementara itu, berita tentang evakuasi ribuan korban banjir di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, juga menjadi sorotan. Para korban banjir itu dievakuasi menggunakan helikopter dan perahu karet, Senin (10/6/2019).

Baca berita populer nusantara secara lengkap:

Maksud hati ingin mencari petunjuk arah dengan menggunakan aplikasi peta digital, Novian dan keluarga justru tersesat di tengah perkebunan teh di wilayah kaki Gunung Papandayan, tepatnya di blok Perkebunan Tibet perbatasan Kabupaten Garut dan Kampung Papandayan, Desa Neglawangi, Jumat (07/06/2019) sekitar pukul 19.00 WIB.

Peristiwa ini berawal saat Novian dan keluarganya hendak bermaksud mengunjungi Kawah Papandayan Garut dengan mengendarai mobil. Novian berkendara melalui Jalan Pangalengan - Neglawangi Kabupaten Bandung untuk mencari arah dan menggunakan aplikasi peta.

"Akan tetapi bukannya sampai ke tujuan, malah tersesat ke jalan perkebunan teh atau hutan dengan medan jalan tanah dengan bebatuan yang rusak dan sempit. Sehingga mobil yang dikendarai sedikit trouble," kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/6/2019).

Dandim 1417 Kendari Letkol Cpn Fajar Lutfi Haris Wijaya yang ikut dalam proses evakuasi mengatakan bahwa wilayah itu sudah digenangi banjir sejak Minggu (2/6/2019).

"Tim melakukan evakuasi 1.200 korban banjir dari Kecamatan Wiwirano dan Kecamatan Landawe dengan menggunakan helikopter milik BNPB," kata Fajar melalui pesan WhatsApp, Senin (10/6/2019).

Dia mengatakan, karena akses jalan putus, evakuasi warga korban banjir melalui jalur darat juga tidak bisa dilakukan, tim evakuasi di lapangan harus menggunakan helikopter.

Sebagian lagi warga dievakuasi dengan perahu karet (LCR). Namun demikian, lanjut Fajar, hingga hari ini tim gabungan belum menerima informasi terkait adanya korban jiwa dalam musibah banjir bandang di Konawe Utara.

Tim Densus 88 bersama petugas kepolisian Lampung menangkap Ali Amirul Alam, terduga teroris asal Pulau Jawa saat akan membeli buah di Pasar Tugu Kota Bandarlampung.

"Kami tadi siang rencana mau beli buah," kata Sodik (34), adik ipar Ali Amirul Alam saat ditemui di kediamannya, Minggu (9/6/2019) malam.

Sodik menjelaskan, kejadian berawal saat dirinya bersama istrinya, Isni dan mertuanya pergi ke pasar ingin membeli buah-buahan.

Saat sedang berteduh kemudian tiba-tiba datang polisi berpakaian seragam dan berpakaian preman yang langsung memegang kakak Ali, Amirul Alam, kemudian kakak iparnya itu langsung dibawa.

"Saya kaget ditangkapnya di depan saya. Saya juga sempat tanya masalahnya katanya nanti dikabari lagi," katanya.

Baca berita selengakapnya: Terduga Teroris Ditangkap Saat Membeli Buah di Pasar

Lamanya perjalanan tidak hanya dialami pemudik yang menuju Jabodetabek. Pemudik dari Tangerang menuju Kota Bandung juga mengalami hal serupa.

“Saya naik travel dari Tangerang ke Bandung (kota) 10 jam. Normalnya 3 jam-3,5 jam,” ujar salah satu pemudik, Evi Noviyani kepada Kompas.com, Minggu (9/6/2019).

Evi mengatakan, ia menggunakan travel dari Tangerang Kota pukul 07.00 WIB dan seharusnya ia masuk ke tol. Namun karena diberlakukan one way, travel yang ditumpanginya diarahkan ke jalan non tol hingga Cikampek.

“Dari Tangerang terus lewat pinggir. Baru masuk tol di Cikampek. Perjalanan Tangerang-Cikampek ini yang lama banget nyampe tujuh jam,” tutur Evi.

Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Ma'ruf Amin Jawa Barat, Dedi Mulyadi menilai Partai Demokrat mulai bingung dengan dirinya sendiri.

Pernyataan Dedi itu terkait dengan usulan Demokrat untuk membubarkan koalisi baik di kubu Jokowi maupun Prabowo.

"Wacana pembubaran koalisi itu merupakan kebingungan dari sebuah partai politik dalam membangun identitas dirinya, siapa dia dan berada di mana," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (10/6/2019).

Dedi mengatakan, permanen atau tidaknya koalisi itu tergantung kepentingan para pihak.

Dulu, kata dia, pada zaman pemerintahan SBY, koalisi bersifat permanen, yaitu ada partai oposisi yang berada di luar pemerintah dan ada partai pendukung pemerintah. Kemudian ada partai yang diajak masuk koalisi.

Sumber: KOMPAS.com (Farid Assifa, Reni Susanti, Rachmawati, Kiki Andi Pati)

https://regional.kompas.com/read/2019/06/11/07000041/-populer-nusantara-tersesat-gara-gara-aplikasi-peta-digital-one-way-buat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke