Salin Artikel

Kisah “Sang Profesor” di Panti Asuhan Mataram...

Dengan peralatan sederhana, tangan kecilnya mengotak-atik kabel dalam kipas angin temannya yang rusak tersebut. Tak berapa lama, ia mencoba kipas anginnya dan berhasil.

“Ya, berhasil,” ujar Heri saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/6/2019).

Bocah yang bercita-cita menjadi dokter ini dikenal tidak bisa diam. Berbagai peralatan elektronik yang rusak akan dibongkar dan diperbaikinya.

Mulai dari mobil remot, kipas angin, tape radio, hingga jam tangan. Lewat tangan mungilnya, barang-barang rusak itu kembali berfungsi.

Bahkan ia pernah mengotak-atik barang rongsokan semacam dinamo. Lewat keuletannya, dinamo tersebut menjadi sesuatu barang unik yang bisa berputar.

“Pernah juga gagal memperbaiki. Tapi enggak mau menyerah. Misal benda ini gagal, besoknya nyari lagi agar benda ini harus nyala,” tuturnya.

Sang Profesor

Kebiasan ini membuat orang-orang panti baik sesama anak yatim ataupun pengurus asrama menjulukinya “profesor”.

Kepala Asrama Rumah Yatim Cabang Mataram, Jana Amir Sumarna mengatakan, Heri merupakan satu dari 16 anak mukim di panti asuhan yang ia kelola.

Heri dikenal anak yang aktif, senang debat, dan bereksperimen dengan berbagai barang elektronik. Bukan hanya barang rusak yang bisa diperbaiki.

Ada kalanya ia bereksperimen dan membuat kipas angin menjadi rusak. Beberapa kipas angin sudah menjadi korbannya. Namun ia tengah berusaha untuk memperbaikinya kembali.

“Heri anak yatim. Ia tinggal bersama neneknya yang sudah renda dan tidak mampu membiayai. Lalu Heri dititipkan kemari,” ucap Amir.

Sebenarnya, sambung Amir, cita-cita Heri adalah dokter. Namun jika melihat passionnya, Heri lebih cocok mendalami bidang elektronika.

Untuk itu, pihaknya akan berupaya menyekolahkan Heri hingga perguruan tinggi bersama anak-anak mukim lainnya.

“Di Mataram ini kami punya 16 anak mukim dan 1.000 anak nonmukim. Untuk anak mukim, kami biayai 100 persen termasuk sekolahnya,” tuturnya.

Sedangkan anak nonmukim merupakan hasil kerja sama dengan kemitraan. Pihaknya biasanya memberikan bantuan untuk anak nonmukim.

Dokter dan Pengajar

Seluruh anak mukim, sambung Fajar, diarahkan untuk menjadi dokter. Sebab Rumah Yatim memiliki klinik dan berencana membangun rumah sakit sehingga membutuhkan banyak dokter.

Namun jika kemampuan akademik ataupun minat anaknya tidak mendukung, mereka akan diarahkan ke bidang keguruan untuk mengajar.

“Anak-anak ini hanya tinggal di asrama atau panti hingga SMA,” ucapnya.

Setelah lulus SMA mereka akan daftar ke perguruan tinggi. Bagi yang masuk negeri, maka pihaknya akan membantu pembiayaan.

Jika masuk ke swasta, anak tersebut akan bekerja di Rumah Yatim. Penghasilan dari pekerjaannya akan digunakan untuk membayar kuliah.

Saat ini, sudah banyak anak berprestasi dari panti asuhan yang dikelola Rumah Yatim di seluruh Indonesia. Misal, Fikran Arief Sya’bana yang karyanya berhasil memenangkan salah satu tropi di Type Unite Dubai pada 2017.

Kemudian enam anak asuh Rumah Yatim Kedaton yang menjuarai Taekwondo Liga Profesional Cup XXI 2018 di Lampung.

Kehidupan Panti

Lalu seperti apa kehidupan panti? Amir mengatakan, beberapa anak yang baru tinggal di panti menangis. Namun dua minggu kemudian, mereka enggan pulang.

Mereka tidak mau pulang karena serunya hidup di panti. Mereka bangun Subuh, shalat, mengaji, dan mengisi hari dengan kegiatan yang padat.

Ada kalanya mereka berantem, namun 10 menit kemudian sudah akur kembali. Berbagai aktivitas itu membuat ikatan emosional mereka semakin dekat.

“Bayangkan saja punya anak 2 di rumah saja pasti rame, apalagi ini 16 anak, seru banget,” tutupnya seraya berdoa semua mimpi anak-anak tersebut dikabulkan Allah.

https://regional.kompas.com/read/2019/06/04/11082951/kisah-sang-profesor-di-panti-asuhan-mataram

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke