Salin Artikel

Ini Penyebab Maraknya Pernikahan Anak di Lokasi Pengungsian Gempa Palu

PALU, KOMPAS.com – Pernikahan anak dibawah umur di tenda pengungsian para pengungsi gempa dan likuefaksi Palu, Sulawesi Tengah marak terjadi. Rata-rata pengantin berusia 14-17 tahun. 

Data Perkumpulan Lingkar Belajar untuk Perempuan (LIBU) Sulawesi Tengah mencatat ada sembilan pernikahan dini di tenda pengungsian. Angka ini meningkat dari laporan awal yakni lima kasus.

Direktur LIBU Dewi Rana mengatakan, dari sembilan kasus pernikahan dini itu paling banyak terjadi di pengungsian Petobo, yakni sebanyak lima kasus. Selebihnya terjadi di beberapa tempat pengungsian lainnya.

“Kami membuka posko yang diberi nama Tenda Ramah Perempuan. Dari posko itulah kami mendapat data tersebut. Selain penyintas yang datang ke posko, kami juga datang ke tenda-tenda. Umurnya anak-anak yang menikah muda itu usia 14 hingga 17 tahun,” kata Dewi Rana, Sabtu (01/06/2019).

Laporan yang masuk ke posko Tenda Ramah Perempuan, yang mencari istri kebanyakan para duda yang istrinya meninggal korban likuefaksi.

Saat ini ada 12 tenda ramah perempuan yang dibangun di lokasi pengungsian. LIBU mengelolah enam tenda sementara enam lainnya dikelola oleh organisasi nonpemerintah lainnya.

LIBU bekerja di sejumlah lokasi pengungsian yang berada di pengungsian Petobo, Jono Oge, Sibalaya, Balaroa, Gunung Bale dan Pantoloan.

Menurut Dewi, pendampingan yang dilakukan LIBU bukan hanya sebatas kasus yang terjadi, melainkan proses pascapernikahan dini tersebut.

“Kita terus mengawal anak-anak yang menikah muda itu, soal kehamilannya berkaitan dengan kesehatan reproduksinya kita pantau terus. Termasuk juga antisipasi adanya kekerasan terhadap anak yang menikah diusia dini,” jelas Dewi.

Selain LIBU, sejumlah organisasi nonpemerintah lain seperti Yayasan Sikola Mombine,KPKPST, LBH Apik, dan SKP-HAM juga melakukan pendampingan terhadap para penyintas ini.

Dikonfirmasi lewat telpon selular, Irma mengatakan pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan kementrian pemberdayaan perempuan dan organisasi nonpemerintah.

Untuk itulah pihaknya kemudian membangun semacam posko yang diberi nama ‘Tenda Ramah Perempuan’.

Tak hanya itu sebuah posko yang diberi nama ‘Tenda Kesehatan Remaja’ juga berdiri di sejumlah titik pengungsian.

“Jadi kami coba koordinasi semua untuk melakukan upaya-upaya mengantisipasi atau meminimalisir melalui sosialisasi atau penguatan pemberian pemahaman seperti misalnya bahaya pernikahan dini dan sebagainya,” kata Irma.

Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan sejumah sejumlah organisasi perempuan yang konsen terhadap persoalan ini. 

https://regional.kompas.com/read/2019/06/01/10181821/ini-penyebab-maraknya-pernikahan-anak-di-lokasi-pengungsian-gempa-palu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke