Salin Artikel

Gagal Jadi Anggota Dewan, Tukang Sol Sepatu Ini Kembali Kerja di Pasar

Saat ditemui Kompas.com di lokasi tempatnya membuka sol sepatu, Dwi tidak bisa menyingkirkan guratan kesedihan setelah mengetahui dirinya hanya mendapatkan 700 suara. Dia tetap melakukan pekerjaan sehari-hari memperbaiki sepatu milik pelanggan.

"Kurang memuaskan karena tidak terpilih," ucapnya saat ditemui di lapaknya Senin (29/4/2019).

Dia mengakui, konstelasi pemilu 2019 cukup berat. Tak sedikit caleg yang memberikan uang untuk mendapatkan kursi. Meski tak menyebut nama, dia memastikan banyak yang menggunakan cara tersebut untuk lolos ke parlemen. Meski demikian, dirinya tak menyalahkan warga ataupun caleg lainnya termasuk melaporkannya ke Bawaslu

"Biar dosanya ditanggung sendiri," katanya.

Handoko mengaku, saat kampanye dirinya aktif mendatangi kelompok-kelompok pengajian. Selain itu, dirinya juga berkampanye dengan cara mengajak diskusi para pelanggannya. Cara itu menurutnya cukup sukses mendongkrak suaranya.

"Saya sempat diundang ke Mata Najwa. Sepertinya itu juga sangat berpengaruh dengan perolehan suara. Saya juga tidak menyangka dapat meraih suara sebanyak 700. Kemungkinan saat diundang acara itu suara saya terdongkrak," ujarnya.

Ketika disinggung apakah dirinya kapok untuk nyaleg lagi, Handoko mengatakan tidak kapok asalkan partai tidak memberikan syarat mahar untuk para caleg.

"Ya kalau kapok sih nggak karena awalnya tidak modal. Rileks aja," ucapnya.

Handoko mengaku jika masuk ke dunia politik bukanlah hal baru. Sejak tahun 1999, ia telah masuk ke PAN sebagai pengurus PAN di Desa Playen hingga tahun 2004. Lalu tahun 2010-2015 dirinya menjadi ketua PAN DPC Playen.

"Saat ini saya pengurus harian DPD PAN Gunungkidul di wakil sekretaris bidang UKM," ucapnya

Handoko sempat bekerja di usaha transportasi, namun tahun 2006 usahanya bangkrut. Ia kemudian merintis kembali usaha orangtuanya yang sudah dimulai sejak tahun 1970-an yaitu membuka sol sepatu.

"Uang hasil sol sepatu tak menentu. Kadang Rp 50.000 dibawa pulang untuk keluarga dan biaya anak kuliah. Kebetulan anak saya yang nomor dua masih skripsi. Anak pertama sudah lulus dan kemarin diterima CPNS,"ucapnya.

Sementara itu, psikiatri RSUD Wonosari Ida Rochmawati mengatakan kekecewaan caleg dalam pemilu merupakan sesuatu yang wajar. Sebab kebanyakan orang tidak siap kalah.

Menurutnya, ada dua jenis caleg yaitu yang hanya ikut sebagai pelengkap dan caleg yang benar-benar ingin menjadi anggota dewan. Tingkat resiko gangguan psikologis kedua jenis caleg tersebut akan berbeda jika gagal dalam pileg.

Mereka yang mengalami gangguan psikologis adalah yang benar-benar niat mengikuti pileg.

"Siapa saja yang mengalami gangguan psikologis pasti akan melewati lima tahapan menurut (Dr Elisabeth) Kübler Ross," ujarnya.

Lima tahapan tersebut adalah menyangkal, marah, menimbang, depresi, dan akhirnya menerima.

"Setelah menimbang, ada dua tipe orang. Ada yang langsung menerima dan ada juga yang mengalami fase depresi baru kemudian menerima. Itu tahapan alamiah yang dialami oleh semua orang. Hanya saja berapa lama tahapan itu dilalui, sangatlah individual tergantung nilai-nilai spiritual, kematangan mental, dan dukungan sosial," jelasnya.

Untuk para caleg yang nantinya gagal, Ida berharap ada dukungan nyata secara sosial dari sahabat, keluarga, dan dukungan akses untuk mereka.

Jangan sampai keluarga caleg yang gagal menyalahkan yang bersangkutan, padahal calegnya sendiri sebenarnya sudah menerima kekalahan dengan legowo. Dukungan persahabatan dan keluarga diperlukan agar caleg yang gagal tidak merasa sendiri.

"Banyak juga kan seorang caleg, misalnya dari pribadinya sendiri tidak mempermasalahkan kalau kalah, namun dari pihak luar atau keluarga malah membebani. Seharusnya keluarga tetap mendukung baik menang atau kalah,"katanya.

Dia berharap para caleg yang ingin mendapatkan konsultasi tidak perlu malu karena ini demi kesehatan yang menyangkut kejiwaan.

“Ini juga berlaku untuk semua (masyarakat umum) karena kesehatan jiwa sangat penting. Yang jelas, kami menjamin kerahasiaan identitas setiap orang yang datang meminta pelayanan,” katanya.

https://regional.kompas.com/read/2019/04/29/18090251/gagal-jadi-anggota-dewan-tukang-sol-sepatu-ini-kembali-kerja-di-pasar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke